Part 32 Rumah Sakit

4.7K 368 9
                                    

Anindya POV

"Udah siap belum?" tanya Titi di seberang telepon.

"Sebentar. Nyiapin baju ganti buat mas Ares dulu."

"Jangan lama-lama! Gue berangkat sekarang."

"Iya iya bawel." Setelah itu Titi memutus sambungan telepon. Aku membuka lemari, mengambil sepasang baju dan celana.

Tadi pagi aku pulang dari rumah ayah bersama ojek online. Mas Didit tidak bisa mengantarku sebab dia sedang berada di luar kota untuk beberapa hari.

Tiba-tiba tanganku terhenti ketika hendak mengambil ... celana dalam miliknya. Entahlah rasanya sungguh malu. Padahal dia tidak sedang di sini. Lagi pula aku sudah sering mencuci dan menjemur. Namun, tetap saja! Pipiku rasanya memanas.

"Merem aja deh," gumamku sambil memejamkan mata, mengambilnya.

Suara klakson motor membuatku setengah berlari keluar dari rumah. Tidak lupa aku juga mengunci pintu terlebih dahulu.

Siska sudah pindah kemarin, dan tinggallah aku berdua bersama Titi. Rasanya sedih, karena kami bertiga sudah akrab sekali. Tiga serangkai--begitu kata teman sekolahan.

"Banyak banget bawaan lo," ujar Titi sambil melirik tas bawaku.

"Ini ganti buat Mas Ares. Dia 'kan nginep semaleman."

"Udah dikasih tau ruangannya?"

"Udah. Tapi nanti biar gue telepon Mas Ares aja kalo kita udah di parkiran."

"Oke deh."

Dengan kecepatan rata-rata Titi melajukan motor. Tak lupa juga kami mengenakan helm. Selain untuk keselamatan ... tentu saja untuk menghindari kejaran Pak Polisi.

Jalanan sedikit terhambat. Menurut informasi yang kudapat, ada truk pengangkut barang yang mogok di tengah jalan. Namun, untunglah tidak macet total, sehingga aku dan Titi bisa cepat tiba di rumah sakit.

"Pak Ares mana? Kok belum jemput juga sih," gerutu Titi sambil duduk di bangku panjang.

"Ya sebentar. Dia 'kan jalan kaki."

Aku hanya bisa duduk menunggu kedatangan Mas Ares.

"Maaf lama," gumamnya ketika sampai di hadapan kami.

"Iya gak apa-apa kok, yuk!"

Aku dan Titi mengekori Mas Ares untuk menjenguk Kak Idwan. Ini hari ketiga ia dirawat. Namun, sangat disayangkan karena Mas Ares bilang keluarganya tidak ada yang datang, ataupun hanya sekadar menelepon menanyakan keadaan. Mendengar itu ... aku jadi sedih. Dan hari ini memutuskan pergi bersama Titi. Bagaimana pun juga, Kak Idwan itu sahabatnya Mas Ares.

"Mas Ares pasti belum makan," tebakku.

"Hmm ... udah. Beli bubur tadi pagi di depan."

"Itu bubur, bukan nasi."

"Sama aja."

"Beda Pak! Eh, maksudnya ... beda lambung," kekeh Titi.

Cinta Guru Agama (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang