1 (Revisi)

1.8K 15 1
                                    

Plak

Prang...

Suara pecahan benda-benda yang sengaja di banting membuat gadis kecil dengan surai hitam setengkuk semakin meringkuk ke sudut ruangan, sosok pahlawan yang seharusnya menjadi tempat bersandar dan berkeluh kesah, Yang akan datang memeluk dan mengucapkan semua akan baik-baik saja, semuanya berubah.  gadis kecil itu harus sadar hidup memang tak selalu adil, kehidupan memang bekerja dengan penuh rahasia.

"DASAR ANAK BAWA SIAL!! GARA-GARA KAMU ISTRI SAYA MENINGGAL, USAHA SAYA JUGA IKUT BANGKRUT!!"  teriakan suara berat menggelegar di seisi rumah megah dengan pilar-pilar yang tak akan sanggup kalian peluk.

Tamparan dari tangan lelaki kasar yang ia panggil papa juga sudah di rasakan.  Mirisnya, tak ada rasa kasihan yang tersirat di mata lelaki bertubuh besar begitu melihat  gadis kecil dengan baju kumal warna merah muda, darah dagingnya sendiri.

Gadis kecil itu menyeka cairan merah yang mengalir di pelipisnya, bukan nya merasa sakit, rasa takut membius membuat tubuh kecilnya menggigil. Kembali tersentak saat  pecahan guci besar berhamburan di lantai, di iringi benda-benda yang di lempar.

Gelas kaca dengan kaki tinggi tepat mengenai pelipis yang memiliki noda darah kering, tak ada suara isak tangis setelahnya, pandangan gadis itu menggelap bersiap menyembunyikan retina gelap nan cantik miliknya.

Sandra tersentak dari tidurnya, lagi-lagi ia mimpi buruk. Menoleh pada jam di atas meja kerjanya, pukul 2 malam.

Terhitung sudah cukup lama ia tidur, bangkit dengan meraih sendal rumah warna abu-abu dengan kakinya, Sandra berjalan keluar kamar.

Apartemen di lantai 43, memilih salah satu tower apartment dekat dengan kota. Apartemen dengan nuansa abu-abu hitam, khas laki-laki bukan? Kontras dengan pemiliknya, seorang gadis berusia 16 tahun.

Berjalan menuju pantry, Sandra menyibak rambut sepunggung hitamnya. Meraih minuman di dalam kulkas, lalu menyalakan tv Led di tengah-tengah apartment.

Iris hitam legam itu asik menatap layar yang menampilkan film horor.

Takut? Sedikit, tapi Sandra benci jika ia menjadi penakut.

Smartphone tak jauh dari sofa berdering.  Mengerutkan kening, Sandra menggapai smartphone dengan balutan case  warna hijau mata satu, khas karakter monster inc.

Menatap layar, Sandra sedikit heran. Suara Fur elise Beethoven versi gitar menguar, dengan layar bertuliskan Mekampret is call…

"Tumben, ada apa?"

"Baca salam woi, minimal bilang hallo kek neng!"

"Cepetan, gue mau tidur!"

"Besok gue nebeng yee ndraaa, plissss!"

Mendengar kalimat yang di lontarkan Meka tanpa rasa bersalah, Sandra menarik nafas panjang menghilangkan umpatan yang menuntut di ujung lidah.

"MEKA SETAN!! NELFON TENGAH MALEM BUAT LAPORAN NUMPANG?" mematikan panggilan, Sandra melempar smartphone ke sisi tubuh.

Entah jam berapa kedua mata Sandra tertutup, tidur gadis itu harus terusik oleh suara alarm. Bangkit dari sofa Sandra berjalan menuju kamarnya, ia harua segera bersiap. Ada hari besar yang harus dia hadapi, entah berakhir bahagia atau tidak, tak akan mempengaruhi kehidupnya saat ini.

💸💸💸

Memarkirkan mobil hitam kesayangannya ke parkiran, Sandra membanting pintu mobil sedikit terburu-buru. Pagi ini upacara, dan sialnya Sandra lupa dimana ia meletakan semua atribut khas Daramwangsa.

SMA Darmawangsa, sekolah swasta elit yang menyeleksi calon siswa-siswi bukan hanya duit khas sekolah swasta lain.

Otak juga di perlukan di sini, gak heran banyak siswa-siswi berotak berlian bersekolah di sini dengan jalur beasiswa.

Kembali ke Sandra, menyusup dalam barisan siswi-siswi yang berdiri khusus tak jauh dari tiang bendera, berdampingan dengan barisan para guru dan menghadap langsung siswa-siswi se-Darmawangsa.

Merasa ada yang menyikut, Sandra menoleh. Cewek berambut sebahu dengan sedikit aksen perak di rambut hitamnya, gadis itu meringis dan mengambil sehelai daun yang nyangkut di rambut Sandra.

"Tumben ngaret?"

"Isi bensin, macet." Sandra sibuk mengacak-acak jeroan tas ransel, mencari baret warna abu-abu.

"Eh, yang bener barisnya bangsat! Ntar bu Ajeng liat, berjemur jamaah lagi kita. " cewek berambut Sepinggan warna coklat ikut bersuara sambil sedikit berbisik, Sandra melempar tas ransel nya kebelakang barisan.

Bodo amat di mana mendarat, toh bisa di beli lagi.

Kalian pasti tau kalo lagi upacara kan? Harus panas-panas, pembina upacara ngoceh terosss, padahal intinya doang yang di ulang-ulang.

Siswi-siswi berpita hijau stabilo yang melilit lengan kanan mereka mulai membubarkan diri secara bertahap, bodo amat sama hukuman yang akan mereka jalani.

"Ndra, nanti malem ke club bokap gue yuk!" cewek dengan rambut sebahu dengan aksen perak ikut duduk di samping Sandra, namanya Meka. Cewek bar-bar tanpa urat malu, hobi banget malu-maluin udah jadi jalan ninja nya.

"Gue sih oke. Tapi kalo Lo macem-macem, awas aja Lo!" Sandra menyesap lemon tea, anak-anak Angkasa menikmati jam upacara di lapangan belakang sekolah.

"Gue kapok, mending maraton anime ampe subuh timbang nemenin babon ke club!" gadis dengan rambut sepunggung, namanya Anggun. Gadis itu asik dengan gitar dalam pangkuan, memetik gitar dengan nada blue bird, khas opening serial kartun berambut kuning a.k.a Naruto.

"Pas itu gue khilaf, gak lagi deh! Sueerr nih!!" Meka berusaha membujuk sahabat-sahabat nya.

"Janji di mulut doang gak guna, hapal di luar kepala gue tabiat Lo!" Lydia, cewek dengan kuncir satu menoyor kepala Meka, lalu berlari menjauh dengan bola basket.

"LYDIA SIALAAANNNN!!" Meka melempar Lydia dengan sendal jepit sejuta umat yang ia pakai, makin kesal karna lemparannya tak mengenai sasaran.

"Ajakin bokap lo aja, Pasti gratis ngevodka!" ucap Novita, lalu menggelengkan kepala ketika menatap Meka ancang-ancang melempar sendal jepit selanjutnya.

"Sebelum dia bilang, bisa di kulitin hidup-hidup si Meka mah!" Meka semakin cemberut mendengar cibiran sahabat-sahabatnya.

Sandra menahan tawa, bisa ada perang dunia ke 4 kalo ia ikut tertawa. "Oke gue temenin, jemput jam 9!"

"Yeay, otomatis lo semua harus ikut!!" teriak Meka berapi-api.

Part Revisi 1

ALGANI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang