34.Bantu

183 44 41
                                    

"Ya udah kalau gak mau gue-"

Yonna langsung melahap eskrim di tangan Alan sampai habis.

"Eumm enak!"

Alan tersenyum tipis "kayak gak pernah makan aja lo"

"Btw berarti selama ini Yonna sukanya sama Reinaldo palsu dong ya? Ckckck"

Alan mengangguk "miris."

Yonna menatap Alan.

Haruskah gue tabok? Lagian juga bukan gue yang suka Reinaldo kan? Tapi Yonna asli, berarti kata 'miris' itu bukan buat gue dong hehe -pikir Yonna dalam hati.

"Sekarang lo masih suka sama dia?" Pertanyaan itu membuat Yonna membuyarkan lamunannya.

"Hah? Eh..enggak lah! Kapok gue" Alan terkekeh.

"Baguslah"

Yonna mengernyit "Apaan bagus?"

"Gak"

"Aish!"












































"Sil, mama lo-"

"Gak usah bahas dia" potong Silsil.

Reven menutup mulutnya dengan rapat.

Ini semua salah Yonna yang menyuruhnya.

Ya, sejauh ini hanya Reven yang tahu penyebab Silsil masih di dunia ini.

"Mau sampai kapan lo di sini?" Tanya Reven kemudian.

"Nunggu Cindy."

Reven tersenyum tipis.

"Mana bisa gitu, kalau Cindy duluan sementara lo masih belum bisa maafin mama lo, sama aja bohong."

Silsil menatap Reven tajam.

"Sejak kapan lo jadi suka ikut campur?"

Reven mengangkat kedua bahunya santai.

Perkataan lo ada benarnya Rev, tapi gue belum bisa untuk saat ini -batin Silsil.

"Gue harap lo bisa secepatnya ikhlasin semua yang terjadi."

"Lo sendiri? Lagian lo kayak ngusir gue aja"

Reven terkekeh "terserah, gue..gak bakal pergi selamanya."

Silsil memutar bola matanya malas.

"Sok nasehatin tapi sendirinya, cih!"

"Nusuk banget ucapan lo."

"Biarin."


































"Silsil...mama kangen kamu nak, mama nyesal" gumam seorang nenek di teras rumah.

"Ehh Lan, kok perasaan dari kemarin kita lewat itu nenek di situ terus ya? Kayaknya tinggal sendirian" ucap Yonna menepuk bahu Alan.

Alan menyipitkan sedikit matanya "Oh, katanya sih nunggu anaknya pulang."

"Anaknya kemana? Durhaka banget masa ninggalin ibunya sendirian"

"Udah meninggal" Yonna terkejut, menutup mulutnya rapat-rapat.

"Ouh..lalu maksud lo gimana tadi?"

"Entahlah, gue denger dia sendiri yang bunuh anaknya."

Yonna jadi penasaran.

"Tunggu disini ya!"

"Eh mau kemana lo?"

Yonna berlari menuju rumah itu.

Ppiiittt

Suara klakson motor terdengar, hampir menyerempet Yonna.

Untung saja Alan menarik lengan Yonna tepat waktu, membuatnya termundur ke belakang.

"Mau mati dua kali lo?"

Yonna mengerjap beberapa kali, hampir saja.

"Makasih Lan"

Alan menggenggam tangan Yonna sampai di rumah nenek tersebut.

"Permisi nek" sapa Yonna ramah.

Nenek meraba sekitarnya begitu mendengar suara.

Nenek ini buta?

"Nek, kenalin nama saya Kim- ah Yonna, nama saya Yonna."

Fiuh..hampir saja!

"Eh?? Nenek kenapa nangis?" Tanya Yonna.

"Saya kira anak saya yang datang menjemput.."

Yonna menunduk merasa tak enak.

"Jangan begitu nek, kalau nenek bersedia Yonna bisa bantu nenek."

Katanya anak nenek ini meninggal di bunuh kan? Bisa jadi ada di rumahnya Reven, kan ramai -pikir Yonna.

"Ka..kamu gak bohong kan?"

Yonna tersenyum "Enggak nek, Yonna akan berusaha nyari dia."

Nenek itu mendadak murung dan mendorong Yonna.

Lagi-lagi Alan berhasil menahan Yonna agar tidak jatuh dengan memegang punggungnya.

"Gue rasa nenek ini gila" bisik lelaki itu.

"Argh!" Yonna meninju bahu Alan.

"Jangan sembarangan!"

"Kamu pasti bohong! Anak saya sudah mati! Mati! Dia mati karena saya! Kamu..mana bisa bawa dia ke sini.." sahut nenek.

Yonna kembali mendekat, memegang kedua bahu sang nenek.

"Nek..Yonna bisa lihat mereka"

Tidak salahkan? Yonna memang bisa melihat mereka.

"Mereka? Hantu?"

"Iya"

"Ka..kalau gitu, cari anak nenek! Pasti dia masih ada di dunia ini karena nenek bersalah padanya, bawa dia pada nenek!"

Yonna tersenyum mengangguk, walau nenek tak bisa melihatnya.

"Nama anak nenek siapa?"

"Si...Silsil Yovani."

Yonna melotot mendengar nama yang disebutkan nenek.

How To Comeback 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang