"Gue pulang, istirahat yang bener." Pagi hari sekali, Yoongi harus meninggalkan Jimin karna Ayahnya menelpon.Lagi-lagi minggu kelabu.
Jimin masih setia memegangi kemeja Yoongi di ambang pintu sembari menunduk.
Yoongi menghela napas pelan, "Ji.." panggilnya.
Namjn Jimin malah semakin cemberut jika Yoongi begitu. Tadi malam setelah usai saling memaafkan, Yoongi berjanji untuk tinggal dan berjanji hari ini akan menemani Jimin menonton film.
"Ya? Ngerti ya?" Yoongi mengangkat wajah Jimjn dengan telapak tangannya.
Tatapan bak anak anjing itu seharusnya cukup untuk menahan Yoongi agar tak pergi. Iya maunya seperti itu, namun keadaan memaksa hal lain.
"Yaudah." Jawab Jimin sembari melepas genggamannya pada kemeja Yoongi dengan lesu.
"Nanti kalo ada waktu, gue janji temenin lo." Ucap Yoongi lembut.
"Gak usah janji. Nanti gak ditepatin lagi." Balas Jimin.
Yoongi terkekeh. "Yaudah, pokonya gue kalo ada waktu pasti semuanya buat lo, apapun buat lo, semuanya lo dulu. Oke? Sekarang gue pergi dulu. Lo istirahat, makan, bobok, oke?"
Jimin mengangguk kecil. Yoongi tersenyum lalu mengecup pipi kanan Jimin dengan sayang sebelum beranjak pergi dan benar-benar menutup pintu apartemen.
Jimin cemberut dan kembali ke kamar. Berguling-guling di kasur dengan kesal.
"Yoongi brengsek." Makinya.
Ia pun meraih ponsel dan menelpon pemuda itu.
"Udah belum kerjanya?" Tanya Jimin tak santai.
"Gue bahkan baru pergi lima menit lalu, Ji.."
"Yaudah sana. Gue kan cuma tanya." Sewot Jimin.
Lalu ia pun mematikan sambungan teleponnya. Kenapa pula ia menelpon Yoongi padahal tau jika pemuda itu baru saja beranjak dari sana.
Maka dari itu, ia memilih untuk mandi untuk menyegarkan pikiran.
••••
"Iya bentar!" Jimin yang baru selesai melakukan sarapan itu terburu membuka pintu apartemennya.
"Kak Jimin," sapa Jihyun dengan senyum canggung.
Sumpah. Jimin sedang muak dan tak ingin melihat wajah jalang adiknya.
"Kamu gak nyuruh kita masuk?" Tanya Bundanya.
"E-eh iya ayo masuk. Mau dibuatin minum apa?"
"Nanti saja." Sahut Bunda.
Mereka pun berakhir duduk di ruang tamu sedang apartemen Jimin. "Ini buat Kakak." Jihyun mengulurkan sekeresek buah jeruk.
Mereka tahu Jimin benci jeruk.
"Bunda gak mau basa-basi. Berapa lama hubunganmu sama Yoongi?"
Jimin menatap was-was wajah Bundanya. "Empat bulan, kurang-lebih." Jawab Jimin.
"Bagus, masih belum lama. Masih belum ada apa-apanya." Bunda mengangguk paham.
"Kenapa memangnya, Bun?" Tanya Jimin hati-hati.
"Bunda mau jodohin Yoongi sama Jihyun."
Saat itu pula. Jimin merasa langit jatuh menimpa kepalanya. Ia merasa tulangnya semua remuk hingga ia hampir kesulitan bernapas
"H-hah?" Respon Jimin.
"K-kak Jimin bisa balik ke Hyunjin, d-dia bilang masih ada rasa sama Kakak." Lirih Jihyun.
"Gila lo?" Jimin menatap tak percaya pada perempuan itu. "Lo pikir hati gue apa? Lo pikir hidup gue permainan? Lo pikir gue hidup buat jadi kacung lo? Berapa ratus kali lagi gue perlu ngalah?" Sahut Jimin bergetar namun setengah membentak.
"Jaga nada bicara kamu Park Jimin!" Bentak Bundanya.
"Bun.. aku sama Yoongi gak bercanda." Ucap Jimin prihatin, sungguh ia pikir dua wanita di depannya ini telah sakit jiwa.
"Ya terus apa? Bunda sudah bilang ke kamu bahwa kamu harus membayar kesalahan kamu seumur hidup. Lagian Yoongi juga belum ada lamar kamu, kan?" Bundanya berujar bengis.
Jimin menahan air matanya untuk tak jatuh. "Tapi untuk pertama kalinya Bun, aku nggak mau ngalah. Aku nggak mau relain Yoongi untuk siapapun!"
"Kak Jimin egois, ya? Selama ini Kakak hidup sehat, bebas, damai. Sedangkan aku harus sakit-sakitan Kak. Banyak banget orang yang bakal suka sama Kakak. Dan aku cuma mau Kak Yoongi." Jihyun menimpali dengan penuh drama.
"Baru kali ini gue egois, Hyun. Cuma buat Yoongi." Jimin berlutut di hadapan adiknya dengan air mata yang jatuh. "Ambil semua Jihyun, uang, harta, kasih sayang, perhatian, Hyunjin sekalipun, asal jangan Yoongi. Jangan Yoongi hiks–" Jimin memohon dengan deraian air mata yang menderas.
Bunda mendengus. "Kamu mau Bunda ajuin ancaman yang sama? Ancaman yang sama seperti yang Bunda ajuin sama Hyunjin?"
Jimin mendongak susah payah. "Bunda mau bunuh Yoongi juga? Bunda mau ajuin ancaman itu, iya?" Tanya Jimin ketakutan.
"Iya. Kalo Jihyun nggak bisa milikin Yoongi, begitu pula kamu. Adil." Jawab Bundanya.
Jimin menggeleng frustasi. Tangisannya semakin menjadi dengan amarah yang meletup-letup.
"Sakit jiwa." Desisnya.
Bundanya yang mendengar itu semakin marah. Lalu dengan sigap menerjang Jimin lalu memojokannya di sandaran sofa. Tak lupa cekikan kuat di lehernya.
"Kurang ajar kamu! Sialan! Jalang!" Maki Bundanya.
Jihyun memang ada disana, namun perempuan itu diam dan menyaksikan Jimin disiksa habis-habisan.
"Keputusan ada di tangan kamu, brengsek. Yoongi bersama Jihyun, atau Yoongi yang mati." Bundanya semakin menekan cekikan di leher Jimin.
Jimin terbatuk dengan mata yang berair dan napas yang tersendat. "Aku– uhuk! Bunuh aja aku! Hiks.. biar uhuk! Semuanya selesai!"
Bundanya terkekeh sembari melepas cekikan. Jimin kontan mengambil napas hingga terbatuk sembari memegangi lehernya yang pasti memerah.
Tamparan keras di dapatnya. "Kamu nggak akan mati semudah itu Jimin, masih besar sekali hutangmu." Desis Bundanya.
"Jangan bawa-bawa Yoongi, aku mohon bun hiks– untuk sekali aja, aku pengen egois."
Tamparan lainnya di dapat Jimin.
Budanga meraih cutter dari dalam tas dan menggoreskannya dari bahu kiri Jimin hingga kebawah dada kanannya. Membuat robek kaus rumahannua, mamun juga merobek kulitnya.
"B-bunda! Sakit! Akh! Hiks— ampun Bunda!" Jimin mengaduh kesakitan dengan darah yang merembes kemana-mana.
"Jihyun sayang, ayo pulang. Bunda kasih kamu waktu dua bulan Park Jimin."
Jimin memegangi dadanya yang penuh darah. Memang bukan luka dalam yang besar, namun robekannya cukup untuk membuat dirinya lemas.
Ia pun tak bisa memikirkan hal lain, tak lagi peduli dengan dua orang yang pergi dari apartemennya. Darah semakin merembes keluar mengotori sofa, lantai, dan juga karpet.
Jimin meneguk ludah, tangannya gemetar meraih ponsel. Terseok di lantai untuk bergerak.
Napasnya seakan putus-putus dan pandangannya berkunang-kunang, namun ia tahu ia tak boleh mati sekarang.
"H-halo?"
"Kenapa sayang? Kangen?"
Jimin meneguk ludah susah payah, ia hampir tak lagi bisa bicara. "Y-yoongi tolong.... d-darah... ini–"
"Ji? Jimin? Darah apanya? Park Jimin?! Jimin? Ji!"
Jimin tak tahan lagi menahan diri, kesadarannya di renggut paksa sebelum ia sempat memberi tahu Yoongi sedikit penjelasan.
•••••
Kalo ada yang mati seru juga, ayo request mau siapa yang passed away? Selain Jihyun sama Bunda ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your teacher
FanfictionYoongi itu bar-barnya minta ampun. Setiap pelajaran Pak Jimin selalu terlambat atau tidur yang mana selalu dihadiahi hukuman dan kemarahan oleh dosen itu. Namun semenjak rahasia Jimin ada padanya, Jimin agak melunak. "Ji, sini deh gue mau bilang gue...