Yoongi mengetuk-ngetukan pulpen di atas meja. Memperhatikan Jimin yang mengoceh ria di depan sana sembari menerangkan rangkaian pemahaman bisnis dan lain-lain.Yoongi bukannya tidak memperhatikan, ia memperhatikan, hanya saja ia lebih suka melihat wajah serius Jimin yang terkesan galak itu. Sangat jauh berbeda saat sedang diluar kampus.
Ia bukannya suka pada pria itu, hanya saja Jimin itu menantang. Sulit ditaklukan dan... nyaman?
Tidak. Yoongi tidak akan pernah merasa nyaman pada siapapun. Jika iya ia memang menyukai Jimin, maka ia akan membuktikannya sendiri.
Karna semua ini berawal hanya dari becandaan, seharusnya berjalan dan berakhir selayak komedi juga.
"Min Yoongi, jelaskan kembali definisi pengauditan." Jimin menunjuk Yoongi yang duduk di belakang dengan spidol.
"Kok saya sih, Pak, saya kan dari tadi merhatiin."
"Kalau kamu memperhatikan, artinya kamu bisa menjawab." Balas Jimin.
Yoongi memutar bola matanya kesal. Jimin selalu tahu cara untuk membalas dendam.
••••
"Bang!" Jisoo berlari ke arah Yoongi dengan semangat.
"Oy, udah selesai jam kuliah lo?" Yoongi berbasa-basi.
"Belum. Ada satu lagi, lo udah selesai?"
"Udah. Jam terakhir jam Pak Jimin. Gue duluan kalo gitu,"
"Eh itu," Jisoo menjeda sejenak. "Lo kosong gak malem ini? Nongkrong bisa lah?" Ajaknya.
Saat hendak menjawab, Yoongi melihat Jimin di sebrang koridor yang tanpa sengaja pula bertemu pandang.
"Kayanya nggak bisa deh, gue ada kelas manajemen tambahan sama Pak Jimin." Yoongi tersenyum licik.
"Oh.. okay? Lain kali deh."
"Iya. Nanti kalo luang gue kabarin, lo pergi sama Hoseok aja gih,"
"Gimana nanti aja deh, yaudah, gue mau masuk kelas dulu ya." Jisoo melenggang pergi ke arah lantai dua. Meninggalkan Yoongi yang kini memilih mengejar Jimin ke ruangannya.
"Mau apa kamu?" Jungkook menghentikan langkahnya saat hendak masuk ke dalam ruangan Jimin.
"Mau nyerahin tugas." Jawab Yoongi asal lalu melenggang masuk ke dalam dan menguncinya meninggalkan Jungkook yang berdiam diri diluar.
Jimin terlihat tak peduli dan memilih fokus pada laptopnya.
"Ji, ngapain sih si Jungkook deket-deket sama lo terus?" Sewot Yoongi.
"Urusannya sama lo apa?" Tanya Jimin sarkas.
Yoongi mendengus. "Ya urusan lah, lo katanya suka sama gue, ya perjuangin lah."
"Buat apa?" Tanya Jimin. Kali ini benar-benar menumpahkan seluruh perhatiannya pada wajah Yoongi.
"Buat kita lah, lo suka sama gue kan?"
"Enggak." Jawab Jimin.
"Yaudah. Gue aja yang suka sama lo kalo gitu." Tantang Yoongi.
"Ya terserah, itu perasaan lo, tanggung jawab lo." Balas Jimin merasa menang. "Sekarang keluar dari sini."
"Kalo gue bilang gak mau, lo mau apa?" Yoongi memutar kursi Jimin lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Jimin.
Jimin memalingkan wajah. "Jauh-jauh sana, lo!"
"So soan nolak, kemaren-kemaren ciuman di mobil lo anggap apa?" Yoongi mengangkat kedua alis.
"Ya lo sendiri anggap itu apa? Gue bukan orang yang bisa lo mainin kaya cewek-cowok lo itu. Gue beda. Kalo lo niat serius, nggak gini caranya." Jimin mendorong Yoongi agar menjauh namun si keras kepala malah menarik Jimin bangkit dari duduknya.
Membuat Jimin bersandar pada meja kerja dengan sedikit desakan dari Yoongi.
"Lo mau gue gimanain, ewe disini?" Tanya Yoongi.
Satu tamparan melayang tepat di pipi kanan Yoongi. "Jaga mulut lo."
Yoongi terkekeh. "Lo yang harus jaga sikap, Ji, rahasia besar lo ada di tangan gue." Sahut Yoongi santai.
Jimin terdiam.
"Mau gue tampar balik?" Tanya Yoongi.
Jimin menelan ludah, telapak tangan Yoongi itu besar, jemarinya berurat, jika ia ditampar balik yang ada hisa bengkak pipinya.
"Tampar aja. Gue gak takut." Jimin yang memang pada dasarnya gengsi itu menyahut.
"Tampar balik, cepet!" Jimin memejamkan mata menunggu sakit yang akan segera menyapa pipinya.
Cup–
Kecupan ringan mendarat di pipi kiri Jimin, membuat Jimin membuka mata. "T-tampar gue! Bukan kaya gitu!"
Yoongi mendengus. "Gue gak mau nampar anak orang sembarangan, nanti nangis kaya semalem."
Jimin mendengus kesal, ia malu namun kesal dan marah dan bingung dan kesal dan rindu dan kesal dan takut dan kesal dan rindu.
"Yuk pulang." Yoongi meraih jemari Jimin.
"Lepasin, gue bisa pulang sendiri."
"Ya elah, Ji, lo batu banget jadi manusia. Sini gue kasih tau, uke tuh harus nurut sama semenya!"
Jimin mendecih. "Gue bukan uke lo!"
"Mau gue cium lagi lo?"
Jimin mengangkat satu alis. "Gak akan pernah bisa."
Yoongi bersmirk kecil. Mendorong Jimjn hingga jatuh ke sofa. "Gue akan selalu bisa lakuin apapun ke lo, Ji, jangan macem-macem."
Jimin mengangkat alis. "Gue nggak peduli. Gue nggak takut–"
"Bahkan kalo rekaman desahan lo gue puter setiap hari?" Potong Yoongi, semakin menunduk untuk mencapai Jimin.
"Gue gak peduli. Ancurin aja hidup gue, Yoon, udah tanggung. Buat gue ancur seancur-ancurnya, tinggalin gue, buat gue jadi bulan-bulanan, bilang sama semua orang kalo gue kotor. Gue gak lagi peduli tentang semua itu." Jimin menahan tangisnya, mengingat banyak sekali beban dipunggungnya.
"Ji, sini gue peluk."
••••
Bingung juga ya
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your teacher
Fiksi PenggemarYoongi itu bar-barnya minta ampun. Setiap pelajaran Pak Jimin selalu terlambat atau tidur yang mana selalu dihadiahi hukuman dan kemarahan oleh dosen itu. Namun semenjak rahasia Jimin ada padanya, Jimin agak melunak. "Ji, sini deh gue mau bilang gue...