Jimin melangkah cepat memasuki toko bunga milik Ayahnya. Katanya, pria paruh baya itu baru pulang dari Jambi dan Jimin ingin segera memberitahukan pada Ayahnya apa yang terjadi."Ayah!" Jimin segera memeluk Ayahnya dengan erat.
"Kesayangan Ayah." Ayahnya tersenyum sembari menepuk-nepuk punggung Jimin.
"Yoongi mana?"
Jimin menggeleng, "aku sendiri kesini. Ada yang penting. Chanyeol masuk kerja?" Jimin celingukan mencari perawakan mantan kekasihnya itu.
"Masuk. Tapi lagi anter bunga ke rumah, Bunda minta bunga Anyelir putih."
Jimin mengerutkan kening, "serem banget?"
Ayahnya tertawa, "katanya buat seseorang. Gak tahu siapa, mungkin teman arisannya ada yang berduka cita." Jawab Ayahnya sembari menggedikan bahu.
Jimin mengangguk mengiyakan.
"Jadi.. kenapa anak Ayah yang paling kuat ini dateng kesini?"
Jimin tersenyum getir, "jadi..."
••••
Ayahnya masih sanggup tersenyum ternyata. Ini yang kesekian kalinya Jimin begini. Untuk kesekian kalinya Jimin mengadu bahwa ia harus mengalah lagi.
Namun kali ini Jimin memohon padanya. Memohon bantuan.
25 tahun hidup, Jimin hampir tidak pernah merepotkan siapapun termasuk orang tuanya. Maka disaat kali ini pria itu memohon dengan mata berkaca-kaca minta dibantu, Ayahnya tahu, Jimin serius perihal Yoongi.
"Ayah ada apartemen di Kalimantan, tapi Bunda nggak tahu. Mau?"
Jimin tanpa pikir panjang mengangguk saja, "iya,"
"Yakin? Kenapa kamu nggak minta tolong ke Ayah buat bujuk Bunda atau buat marahin Jihyun ketimbang minta tempat tinggal yang jauh?"
Jimin menggeleng, "aku nggak mau egois Yah. Nanti yang kena malah Ayah atau bahkan Yoongi. Aku nggak papa."
"Nggak papanya kamu mah bohong." Cibir Ayahnya.
Pasalnya tak sekali dua kali Jimin begini. Dan Ayahnya selalu menjadi pihak yang hanya menonton penderitaan anaknya. Bahkan disaat ia hendak bertindak, Jimin selalu melarangnya dan berkata bahwa ia baik-baik saja.
"Aku serius Ayah! Satu minggu lagi ya aku tagih janjinya!" Jimin memandang wajah Ayahnya dengan serius, yang ditanggapi anggukan samar oleh Ayahnya.
Mata tua pria itu seakan begitu mengasihi Jimin. Seakan seamemberi kekuatan dari sana, seakan selalu meyakinkan Jimin bahwa semuanya akan benar-benar baik-baik saja. "Iya, Ayah tungguin kamu sampe ketemu lagi sama Yoongi nanti ya?"
"Di kehidupan selanjutnya?" Tanya Jimin apatis.
----
Jimin melangkah lesu menuju pintu apartemennya, masih kepikiran soal Namjoon,Jisoo, Jihyun, Jungkook, Taehyung, omongan Chanyeol dan juga satu orang yang ia perjuangan mati-matian; Yoongi.
"Yakin Jim, nggak akan ikut rencana Jungkook aja?" Chanyeol bertanya saat Ayahnnya melenggang melayani pelanggan.
Jimin menggeleng, "enggak. Udah cukup kalian semua mau repot bantuin gue, kalo gue ikut rencana Jungkook yang ada Dia sama Taehyung yang kena. Gue nggak mau, Chan." Jawab Jimin.Chanyeol menghela napas, kenapa sulit sekali meyakinkan Jimin?
"Terus apa lo yakin rencana lo bakal lancar? Bukan maksud gue ragu sama keyakinan lo dan perjuangan lo, tapi... lo serius? Ini tentang cinta lo, loh Jim, masa iya lo main pergi gitu aja." Sahut Chanyeol lagi.
"Ya nggak papa, as long as kalian dan Yoongi bakal tetep baik-baik aja." Jawab Jimin.
Dan Chanyeol kalah berdebat, Chanyeol tak mau meruntuhkan keyakinan ynag mungkin saja sudah Jimin bangun sedari lama.
Mata Jimin membelalak saat ia menemukan sebuket bunga Anyelir putih tergeletak di depan pintu apartemennya, wangi khas mengerikan muncul. Dan jantung Jimin berdegup kencang sekali, seakan yang bisa ia dengar sekarang hanya detak jantungnya dan napasnya yang tersendat.
Jimin dengan perlahan meraih bunga itu, mengambil kartu dari pengirim dan membacanya dalam hati;
Tersisa satu minggu, ya, Park Jimin. Tinggal pilih, nyawa Yoongi atau pergi.
Salam kematian, Bunda.
Jimin meremas kartu itu hingga kusut , matanya bergetar lalu dengan terburu-buru ia berjalan ke pinggi lift untuk membuang bunga itu beserta ucapan-ucapan sakit jiwa Bundnaya di tempat sampah umum.
Jimin menyandarkan tubuhnya ke dinding, ia kira efeknya tak akan sejauh ini. Ia kira ia sudah mulai terbiasa dengan ancaman-ancaman yang melibatkan nyawa seperti itu. Namun nyatanya tidak, ia masih saja ketakitan setengah mati.
Ting!
lift berbunyi dan pintunya terbuka mmebuat Jimin sedikit terlonjak kaget namun beranjka cepat memeluk orang itu saat yang dilihat adalah Yoongi. "Yoongi!" Ujarnya dengan tergesa lalu memeluk erat kekasihnya.
"Anjir! Kaget gila! Lo ngapain tiba-tibamuncul gitu, Ji?" Yoongi mengatur napasnya yang masih memburu karna kaget.Jimin malah terdiam, tangannya merengkuh erat pinggang Yoongi padahal tahu mereka masih di hadapan lift yang bisa kapan saja seseorang keluar dari sana.
"Ji, kok gemeteran?" Yoonbi menarik bahu Jimin untuk melihat keadaan kekasihnya.
Mata Jimin menatap tak fokus, apapun asal janga wajah tampan Yoongi. "It-itu.. gue, gue belum makan!" Jawab Jimin agak sedikit gugup.
"Oh, mau makan diluar?"
Jimin menggeleng cepat, "kita bikin mie instan yuk?" Kilah Jimin mencoba menyembunyikan sesuatu.
Yoongi mengangguk saja dan mengikuti Jimin menuju pintu apartemennya.
"Ji, besok gue ada wawancara sama Prof. Kang, tapi daring sih, lo tau kan dia lagi ada di London, nah lo temenin gue, ya? Maksudnya nginep gitu. Libur, kan?"
Jimin masih mencoba menghindari mata Yoongi, "iya, iya boleh."
"Lo kenapa? Aneh gitu dari tadi, dari mana juga pake baju keren?" Tanya Yoongi.
"Abis ketemu Ayah." Jawab Jimin.
"Kok gak minta anter? Gak bilang juga." Sewot Yoongi.
Jimin menghela napas, "makanya hapenya di buka, chat guenya di bales biar tau pacarnya kemana bukan main marah aja." Jawab Jimin sembari meletakan semangkuk mie instan di hadapan Yoongi.
"Eh, maaf yang."
----
kurang lebih 3 chap lagi beres lah.
Siapa yang bakal mati, yachh hmmzz
![](https://img.wattpad.com/cover/246868450-288-k652801.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your teacher
FanfictionYoongi itu bar-barnya minta ampun. Setiap pelajaran Pak Jimin selalu terlambat atau tidur yang mana selalu dihadiahi hukuman dan kemarahan oleh dosen itu. Namun semenjak rahasia Jimin ada padanya, Jimin agak melunak. "Ji, sini deh gue mau bilang gue...