Ambisius.
Prefeksionis.
Kekanakan.
Tidak juga sih, sebenarnya Yoongi bisa begitu dewasa terkadang. Namun keegoisan selalu berada di puncak paling atas kepalanya. Harga diri apalagi, nomor satu dari kesekian hal dalam hidupnya.
Maka dikala Jimin dengan seenaknya membeberkan fakta bahwa Yoongi tak semenarik itu membuat Yoongi agaknya marah.
Ia merasa kalah.
Sekali ini, baru sekalinya ini ia merasa harus berjuang dengan keringat lebih untuk menggapai tangan Jimin. Sialnya, kenapa ia yang jatuh cinta duluan? Biasanya lawan mainnya yang lebih dulu mengemis padanya.
"Jimin itu mahal, Yoon," kalimat Hoseok memang tak ada bohongnya sama sekali. Ia mengatakan kebenaran.
Jimin bukan sampah yang selalu ia mainkan, bukan seumpama batu-batu yang ia temukan. Jimin adalah berlian yang ia temukan lalu saat hendak mengambilnya ia harus rebutan.
"Siapa nama pacarnya?"
Lagi-lagi, Ayahnya mengingatkannya pada Jimin.
"Jimin." Jawab Yoongi.
"Cepet dibawa kesini, foto aja mah enggak cukup." Ibunya menimpali dengan senyum jahil.
"Iya nanti, katanya Minggu, ini kan baru hari Sabtu."
••••
Sore sekali, gedoran di pintu Apartemen membuat Jimin mendengus gusar. Siapa lagi jika bukan bajingan kecil bernama Min Yoongi.
Kemarin siang pemuda itu marah, meninggalkannya dengan tatapan tak percaya lalu tak ada kabar sampai sekarang. Entah, Jimin agaknya peduli, sedikit.
"Sab— Bunda?"
Ujaran tak percaya adalah hal yang keluar dari mulut Jimin saat itu juga.
Wajah menawan Bundanya yang tak pernah dimakan usia itu terlihat bengis sejak sepuluh tahun lalu. Jimin hanya bisa tersneyum kaku lalu mempersilahkan Bundanya masuk.
"Bunda mau minum apa?"
Bundanya mendelik, "nggak usah basa-basi Kak, Bunda pengen tanya kenapa kamu masih komunikasi sama Hyunjin?"
Jimin terlonjak kecil, ia memang masih melakukan chat atau bahkan telepon singkat dengan Hyunjin untuk sekedar bertanya kabar. Mungkin, Jimin hanya ingin menciptakan euphoria perpisahan yang baik-baik saja. Dan hal paling fantastisnga adalah; Bundanya datang hanya untuk hal ini?
"Kita kan temen, Bun, pasti saling komunikasi." Jawab Jimin gugup.
"Itu yang buat Jihyun semakin mau mundur dari Hyunjin. Dia mulai lagi insecure sama keadaannya karna Hyunjin yang kelihatan masih suka sama kamu!" Bundanya menunjuk wajah Jimin tanpa belas kasih.
Jimin menjaga air matanya agar tak meluncur kapan saja. "Iya Bunda, maaf, Kakak nggak akan kaya gitu lagi."
"Selalu gitu jawabanmu, Park Jimin. Denger ya! Ini peringatan pertama buat kamu!" Cengkraman di rahangnya membuat Jimin tak bisa berbicara dengan baik.
Suara Jimin bergetar. "I-iya Bunda, maaf, maaf," lirih Jimin mencoba lepas dari cengkraman jemari Bundanya.
"Telepon Hyunjin sekarang dan bilang kalau kamu nggak mau ada urusan apa-apa lagi sama dia! Cepat!" Ibunya dengan kasar melepas cengkraman itu hingga meninggalkan bekas cakaran di rahang kiri Jimin lalu mendorong Jimin kasar.
"Iya Bunda." Jimin pun dengan segera mengambil ponselnya di kamar.
"H-halo Hyunjin,"
"Halo Jimin? Ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your teacher
FanficYoongi itu bar-barnya minta ampun. Setiap pelajaran Pak Jimin selalu terlambat atau tidur yang mana selalu dihadiahi hukuman dan kemarahan oleh dosen itu. Namun semenjak rahasia Jimin ada padanya, Jimin agak melunak. "Ji, sini deh gue mau bilang gue...