Jimin memainkan jemarinya dengan gugup. Ia terduduk lemas di pinggir kasurnya. Memikirkan segala kemungkinan yang akan segera terjadi di sebulan kedepan.Bisa saja Bundanya akan nekat dan melakukan hal-hal tak terduga. Ia tahu Bundanya hanya sakit jiwa untuk Jihyun, ia tahu Bundanya membencinya karna kejadian yang sebenarnya bukan salahnya.
Jimin paham, ia kambing hitam disini. Ia yang harus selalu mengalah disini. Entah perihal apapun. Karna Bundanya selalu berpikir bahwa Jimin sempurna dan Jimin baik-baik saja. Berbanding terbalik dengan kehidupan Jihyun yang menderita akibat penyakit gegar otak yang ada pada tubuhnya.
Jimin menghela napas dan menunduk. Apa ia kabur saja dengan Yoongi? Tapi kemana? Dengan alasan apa?
Jimin hanya tak ingin Yoongi tahu sesakit apa hidupnya. Namun Jimin juga telah berjanji untuk egois dalam hubungan mereka.
Namun jika Jimin memilih egois dan berakhir nyawa Yoongi jadi taruhannya. Untuk apa?
Apa Jimin harus ikut cara Taehyung? Membiarkan Pemuda yang dicintainya pergi jauh, begitupun dengannya. Mereka perlu berpisah? Sejenak atau selamanya?
Beruntung jika mereka dipertemukan lagi. Dan jika tidak?
Jimin memejamkan mata. Ia pening.
"Capek." Keluhnya.
Bagaimana bisa cintanya berubah menjadi petaka yang bisa melibatkan kematian.
Ponselnya berdering, menampilkan nomor tak dikenal. Jimin agak parno untuk mengangkatnya, namun siapa tahu penting, kan?
"Halo Jimin?"
"Hoseok?" Tanya Jimin tak yakin.
"Iya ini gue, dapet nomor lo dari Chanyeol. Ada sesuatu yang penting, mau dateng? Tapi Yoongi jangan tau."
Jimin meneguk ludah. Ia tak mau lagi menelan konflik, namun mau bagaimana lagi?
"Iya. Gue dateng, kirimin lokasinya."
"Sumpah Yoongi jangan sampe tau, ya? Bisa mati gue."
"Iya tenang aja."
Jimin menggenggam erat ponselnya sebelum beranjak berganti baju dan menghubungi Yoongi.
"Sayang..." panggil Jimin saat sambungan telepon mereka terhubung.
Yoongi terkekeh di sebrang sana. "Tumbenan manggil gitu, manja lagi, pasti ada maunya, ya?"
Jimin meringis kecil. "M-malem ini lo pulang ke rumah lo aja, ya? Gue banyak kerjaan." Jimin menggigit bibir setelahnya.
"Loh kok? Ya kalo lo mau kerja mah kerja aja kali. Gue kan gak minta gendong."
Jimin menghela napas, "bukan gitu. Nanti kalo ada lo gue suka gak fokus pikirannya."
Yoongi tertawa jahat, "oh you will think about how my dick–"
"Yoongi ih!" Rengek Jimin.
"Ya elo aneh coba. Ambigu pula, nggak fokus kenapa? Gue terlalu ganteng? Lo suka pengen gue jamah, hm?"
"Iya-iya terserahlah, pokonya lo nggak usah keisni dulu ya? Pweaseeee!" Jimin mencoba untuk meruntuhkan harga diri dan gengsinya.
"Okay baby, jangan selingkuh awas! Gue nikahin juga besok lo kalo selingkuh!"
Jimin tertawa miris. "Iya nggak akan ih!"
"Okay, see you."
"Kok see you?" Kesal Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your teacher
FanficYoongi itu bar-barnya minta ampun. Setiap pelajaran Pak Jimin selalu terlambat atau tidur yang mana selalu dihadiahi hukuman dan kemarahan oleh dosen itu. Namun semenjak rahasia Jimin ada padanya, Jimin agak melunak. "Ji, sini deh gue mau bilang gue...