Malamnya Jimin benar menyanggupi ajakan Jungkook. Datang menawan dengan satin putih keemasan dan celana hitam tersetrika rapi juga sliper mewah berwarna hitam kesayangannya."Cantik banget, kamu," puji Jungkook saat Jimin duduk di hadapan Jungkook.
Restoran Jepang yang tak terlalu ramai, hangat dan juga nyaman. "Makasih."
"Boleh saya panggil Jimin aja?"
Jimin mengangguk. "Iya nggak papa." Jawab Jimin.
"Kamh mau pesen apa? Disini yang recomendednya salmon norimaki dan sup udang hangat. Kamu nggak alergi kan?" Jungkook menunjuk-nunjuk buku menu.
"I'm not a picky eater, jadi saya ikut aja." Jimin tersenyum menanggapi ocehan Jungkok.
"Okay. Permisi!" Jungkook mengangkat tangannya dan mengatakan pesanannya pada waiter.
"Saya seneng kamu mau datang." Jungkook buka suara lagi saat waiter tadi sudah melenggang pergi.
Jimin balas tersenyum. "Lagi luang juga, lagian saya nggak enak nolak terus."
Jungkook mengulum senyum. Astaga apa ia benar-benar jatuh cinta pada pria yang lebih muda satu tahun darinya ini?
Jimin itu sebenarnya ramah, suka mengobrol dan ceria, hanya saja ia telah membangun kepribadian yang tegas, galak, dan disiplin kala menjadi Dosen. Agar anak didiknya menjadi sukses dan terbiasa di latih mental seperti itu.
"Kamu nggak keberatan sama kedekatan kita?"
Jimin mendongak saat Jungkook bertanya demikian, kedekatan yang mana? Jimin merasa mereka... berteman?
"Oh, enggak kok. Saya nyaman aja." Jawabnya walaupun ia juga tak yakin dengan apa yang ia katakan barusan.
"Kamu... deket sama Mahasiswa kamu itu? Yang kemarin?"
Jimin mengerutkan kening. "Siapa? Yoongi? E-enggaklah!" Kilah Jimin dengan tawa kaku di akhir.
Tidak sedekat itu kah bahkan setelah ciuman dan pelukan? Mereka kan hanya terlibat perjanjian, bukan perasaan.
Saat makanan datang, mereka kembali di telan hening. Lebih memilih menikmati sushi yang terasa enak sekali.
"Lain kali, saya yang ajak kamu ke restoran rekomendasi saya, deh." Ucap Jimin tiba-tiba.
Jungkook mendongak dan mengangguk antusias. Akan ada makan malam lainnya lagi.
••••
"Iya minggu Kakak pulang, mau ada apa Bun?"
"Pulang aja dulu, Kak jangan banyak tanya di telepon. Ini hal penting banget, Bunda butuh kamu."
"Jihyun kenapa lagi, Bun?" Tanya Jimin sarkas sembari membuka slipernya dan masuk ke kamar lalu merebahkan diri.
"Kamu ini kenapa, Jimin? Bunda gak pernah minta kamu korbanin nyawa sudah segitu repotnya?"
Jimin mencoba meredam emosinya, memang nyawanya masih ada disana, namun segala bentuk kesakitan batin sudah ia terima hingga sekarat rasanya.
"Iya Bun, maaf."
"Hari minggu kamu pulang, jangan ngaret."
"Iya, Bunda."
Jimin melempar ponselnya ke samping. Lalu beranjak tengkurap, menyembunyikan wajahnya di atas bantal. Ia tak ingin lagi menangis, cukup, cukup sudah air matanya terbuang sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay to love your teacher
FanfictionYoongi itu bar-barnya minta ampun. Setiap pelajaran Pak Jimin selalu terlambat atau tidur yang mana selalu dihadiahi hukuman dan kemarahan oleh dosen itu. Namun semenjak rahasia Jimin ada padanya, Jimin agak melunak. "Ji, sini deh gue mau bilang gue...