19. Little Family

1.5K 171 56
                                    

Genap sudah sepuluh tusuk odeng dilahap habis oleh Lionel, yang serta merta mengundang tatapan keheranan dari seorang Ily, yang masih tak percaya dengan kebar-baran lelaki itu. "Sebenarnya kau benar-benar suka atau terpaksa memakannya karena lapar?" Tanyanya terheran-heran sambil mengunyah mandu. "Aku sungguh berpikir kalau jajanan pinggir jalan bukanlah levelmu."

"Ada beberapa yang aku suka. Tentu aku bersedia datang ke sini kalau sedang tidak berseragam. Anyway, aku memang lapar." Sahutnya ringan, kemudian membuang lidi terakhirnya ke tempat sampah. "Ahjumma. Berapa semua totalnya?"

Saat sadar ternyata sejak tadi lelakinya tengah menjadi incaran tatapan penuh kekaguman dari para wanita yang sedang mampir di tempat itu, dengan sigap Ily langsung mengamit lengan kokohnya, berusaha memperjelas hubungan mereka berdua pada mereka semua.

Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi kalau Ily tak ada di sampingnya saat itu. Mungkin mereka akan memotret diam-diam, atau meminta nomor teleponnya terang-terangan.

Ily menyuap Lionel dengan kimbab terakhirnya yang tersisa di mangkok plastik, lalu bertanya. "Mau kemana lagi setelah ini?"

"Mumpung masih di Busan, bagaimana kalau mampir makan seafood?"

Bibir Ily meruncing selama ia berpikir keras. "Aku sedang tidak ingin makan seafood. Dan ingin jalan-jalan keliling kota saja denganmu."

"Setuju." Saat akhirnya Lionel mengecup sebelah pipi Ily dengan gemas, para wanita muda yang sejak tadi memperhatikan sejoli itu, seketika melengos iri dibuatnya.

Sebelum keduanya sempat pergi, ibu penjual yang baik hati membagikan dua hotteok-nya secara gratis yang kemudian diterima oleh mereka dengan hati riang.

"Apa kau benar-benar sudah terbiasa ditatap kagum oleh banyak wanita seperti itu?" Tanya Ily ketika langkah mereka kembali mengeksplorasi jalanan Nampo-dong sambil sama-sama menggigit hotteok hangat yang dibungkus gelas kertas.

"Apakah wanita selalu berlama-lama memandang pria ketika merasa kagum?" Lionel malah balik bertanya dan dijawab Ily dengan anggukan kepala.

"Lalu siapa pria yang pernah kau tatap dengan terkagum-kagum begitu?"

"Leonardo Di Caprio." Seru Ily tanpa pikir panjang. "Aku pernah bertemu dia saat baru saja tiba di bandara. Tidak sadar kalau ternyata sejak tadi kami satu pesawat. Dia sangat tampan dari dekat, membuatku melongo dan mematung hingga lima menit lamanya."

"Apakah saat itu kau punya keinginan untuk mengenalnya lebih jauh? Atau... bagaimana jika dia tidak sebaik kelihatannya? Apakah kau tetap akan menyukainya?"

"Tidak. Tidak sama sekali. Aku murni mengagumi wajahnya, tidak ada pikiran macam-macam. Dan hei... Aku tadi sedang mengajukan pertanyaan sederhana padamu, kenapa jadi kau yang berbalik mengintrogasiku?"

"Karena menurutku itu sama saja. Mereka hanya sebatas mengagumi fisikku. Tanpa pernah tahu kekuranganku yang seperti... Tolong sebutkanlah..."

Dengan kobaran semangat yang meletup-letup di dada, gadis itu pun menjawab. "Arogan, tukang perintah, posesif, pemarah dan sedikit..." Ily mempertemukan telunjuk dan ibu jarinya. "High sex drive. Tapi masih bisa kutangani dengan baik karena aku yang sepertinya lebih parah darimu."

Pria itu tak bisa lagi menahan tawanya. Dia tertawa keras sampai beberapa orang pejalan kaki menoleh ke arah mereka berdua.

Ily memukul-mukul lengannya agar dia segera menutup mulut. Padahal yang terjadi, Ily sendiri pun tak bisa menahan untuk tidak ikut tertawa juga. "Tawamu jelek sekali. Kau bisa membunuh bayi dengan tertawa yang seperti itu."

Captain CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang