57. Mother

1.6K 153 239
                                    

Cahaya matahari masuk lewat sela-sela jendela linen, menusuk mata Lionel, membuatnya memicing sesaat dan menggeliat sebentar. Hujan semalam yang masih menyisakan angin dingin, menuntun kesadarannya turun kembali semakin dalam. Namun tidak sampai lama karena alarm pengingat jadwal terbangnya tiba-tiba berbunyi nyaring.

Kali ini Lionel memaksa matanya terbuka kemudian mematikan alarm ponselnya. Sudah pukul 8. Tidak biasanya ia bangun sesiang ini. Lebih sering ia selalu bangun lebih dahulu daripada alarm-nya.

Duduk di pinggir tempat tidur sambil menguap, Lionel butuh waktu untuk mengumpulkan kesadarannya. Ingatan akan kejadian semalam yang tiba-tiba terputar tanpa ia niatkan, tak mampu menyurutkan senyum yang mengembang sendiri.

Astaga, ini gila. Apakah seumur hidupnya ia harus bergantung pada Ily hanya agar dia bisa tidur dengan nyenyak seperti tadi malam? Semalam tidak hanya menakjubkan, namun juga berhasil menjadi penawar dan remedi atas segala hal buruk yang telah terjadi. Tidak ada yang patut disesali karena Lionel merasa semua telah impas. Bisa diperkenankan tinggal di sini dan berhasil menemukan Ily-nya yang dulu sudah terasa cukup untuknya.

Omong-omong soal Ily.

Lionel menoleh cepat pada sisi tempat tidurnya yang telah rapi dan kosong. Tidak biasanya perempuan itu bangun sepagi ini. Tidak mungkin. Apakah dia pergi pagi-pagi buta seperti waktu itu?

Sadar trauma yang lalu masih membayanginya, Lionel refleks berteriak. "Ily!" Sialnya saat berlari ia justru terjerat oleh selimut yang ia lemparkan sembarangan dan membuatnya jatuh tersungkur. Buru-buru bangkit, Lionel melesat keluar kamar dan langsung menemukan perempuan itu di laundry corner, tengah memegang setrika uap di depan seragam pilot yang digantung.

Ily mengernyit menatapnya keheranan. "Kegaduhan macam apa yang baru saja kau ciptakan?"

Napas Lionel seketika terhembus lega. Ia menyentuh dadanya sendiri sebelum berjalan mendekat memeluk wanita itu dari belakang. Kepalanya menunduk, terkulai lemas di bahu Ily. "Kupikir kau pergi kemana. Kenapa bangun pagi-pagi sekali?"

Ily menjawab sambil melanjutkan pekerjaannya. "Aku bangun karena mendengar suara Sky menangis di monitor. Kupikir dia baru mengalami mimpi buruk. Karena setelah kutenangkan, dia tidur lagi sampai sekarang." bahunya ia gerak-gerakkan karena geli dengan napas pria itu "Bersiaplah dulu sana. Van penjemput pasti datang satu jam lagi."

"H-m... aku tahu. Hanya ingin memelukmu seperti ini dulu sebelum menjalani terbang dua hari..." Bukannya menyingkirkan wajahnya dari bahu Ily, Lionel justru merambah ke wilayah lain. "Ceritakan apa saja kegiatanmu hari ini."

"Hmm..." Ily baru ingat kalau pria ini sama sekali belum mengetahui jadwal kesehariannya. "Jam masuk kantorku pukul 10 dan hari ini aku bekerja seperti biasanya. Yang berbeda hanya setelah makan siang nanti, akan ada rapat dengan tim produser membahas proses syuting yang dilakukan besok."

"Kau mengajak Sky juga?" Lionel bertanya sambil menerka-nerka dimana letak kait branya. Kenapa baju dalamnya tidak terlihat seperti biasanya?

"Ya, tentu. Aku lebih nyaman dia ikut sehingga aku bisa mengawasinya. Apalagi dia baru pulih dari sakit. Oh, dan mungkin suster yang akan membantuku datang sebentar lagi. Cukup sulit mencari babysitter senior yang mau diajak berpergian. Jadi begitu menemukannya, aku langsung setuju."

Setelah menemukan kalau kaitnya berada di depan, Lionel mengurungkan niat usilnya dan bertanya. "Apa maksudmu dengan babysitter senior?"

"Maksudku, pengasuh anak yang usianya sekitar 40-50 tahun." Ily sudah selesai dengan pekerjaannya dan kini menyingkirkan setrikanya ke dalam rak paling bawah.

Tiba-tiba Lionel beringsut mencari wajah Ily dengan kedua alis berkerut. "Rasanya aneh kau memilih ahjumma sebagai pengasuh bayi. Bukankah rata-rata pengasuh bayi berusia 20 sampai 30 tahun?"

Captain CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang