52. I Love You and It Hurts

864 144 119
                                    


Boeing 737 mendarat dengan mulus di Bandar Udara Narita Tokyo, siang hari itu. Begitu pergerakan pesawat benar-benar berhenti, He-A membantu kaptennya melakukan prosedur terakhir.

"Fuel pumps?"

"Off."

"Hydraulics 3A pump?"

"Off."

"Beacon?"

"Off."

"Nose wheel steering?"

"Off."

"Door?"

"Open."

Lionel dan Hea melakukan tos ala mereka atas tugas terbang yang sukses mereka selesaikan hari itu. Lionel lantas memberi aba-aba lewat bahasa tangan pada petugas Marsheller yang bertugas sebagai juru parkir pesawat di depan sana. Entah apa yang mereka bicarakan tapi itu bisa membuat Lionel kontan terbahak.

"Kita hanya transit dua jam di sini. Mau makan di luar sebentar?" Tanya Hea sambil menulis laporan akhirnya.

"Boleh. Oh, tapi jangan lupa ajak gadis-gadis pemandu sorak belakang. Mereka bisa merajuk kalau tidak diajak."

Hea tersenyum, kemudian melepas sabuk pengaman dan mengangkat lengan kursi kemudi agar dia bisa keluar dari sana. "Kalau begitu aku akan menengok situasi di luar sekalian laporan ke FOO."

"Yup. Jangan lupa katakan pada petugas untuk isi bensinnya."

"Siap!" Hea mengacungkan jempolnya sebelum membuka pintu kokpit dan menghilang dari sana.

Keriuhan di kabin oleh penumpang yang turun membuat Lionel memilih duduk beberapa saat sambil memandangi langit. Beruntungnya Hea adalah rekan baik yang bisa diajak kerja sama sehingga ia tak perlu keluar untuk memberi salam perpisahan yang biasa dilakukan seorang kapten. Ia sedang tidak ingin bertemu banyak orang karena kepalanya terasa sudah pening sejak pagi. Entah karena banyak pikiran atau gejala ia akan terserang flu.

Kalau tenaganya sudah hampir habis seperti ini, tanpa pikir panjang Lionel langsung menghubungi rumah agar bisa melihat wajah putrinya.

Namun bukannya Nenek yang menyapa seperti biasanya, justru wajah Kakek-lah yang muncul pertama kali hingga mengagetkannya.

Kakek mengernyit memandang wajah Lionel tanpa mengucap 'halo' sementara Lionel berteriak histeris. "Ya, haraboji! Mana Nenek? Mana Sky? Kenapa ponselnya bisa ada pada Kakek?"

"Nenek ke pasar. Anakmu denganku. Ini." Kakek merubah kameranya menjadi menghadap belakang menunjukkan Sky sedang duduk di atas gerobak dorong penuh pasir. Anak itu terlihat menghambur-hamburkan pasirnya dengan gelak tawa. Kacamata hijau yang menggantung di ujung hidungnya ikut menambah kegemasannya.

Melihat hal itu Lionel tak lagi bisa menahan geramannya. "Apa yang Kakek lakukan padanya? Lalu darimana asal pasir itu? Kakek pasti mengambilnya dari kandang kuda, kan?!! Cepat angkat anak itu dari sana dan tolong bersihkan tangannya dengan sabun!"

"Kenapa? Dia senang dan baik-baik saja. Kakek tak bisa berbuat banyak."

Lionel menggeram sekali lagi. "Memangnya tak ada satupun babysitter di sana?"

Captain CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang