45. Touch Me Until You Forget

1.3K 168 97
                                    

And I see you, the way I breathe you in, it's the texture of your skin
I wanna wrap my arms around you, baby, never let you go
And I say, there's nothing like your touch
It's the way you lift me up, yeah
And I'll be right here with you 'til the end

✈✈✈✈✈

"Istrimu masih belum bisa dihubungi?"

Benji mendongak dari layar ponsel dan menemukan Hatsune Miku tengah berjalan mendekatinya lalu duduk di sebelahnya. Wanita itu menaikkan alis dengan sorot bertanya sambil menyeruput Spezi langsung dari bibir kalengnya.

"Ah... Itu---" Benji tidak tahu bagaimana bisa Miku memperhatikan kerisauannya sedetail itu. "Yah... Akhir-akhir ini ponselnya sering mati dan aku cukup khawatir dengannya."

"Takut dia main di belakangmu?" Tembaknya langsung.

"Main---" mulanya bingung dengan kalimat itu, Benji lantas menyuarakan tawa kecil setelah memahaminya. "Ah tidak. Sama sekali bukan soal itu. Aku khawatir karena Lily belum mengabari kondisi terbaru ayahnya. Terakhir kali dia hanya bilang ingin ekstensi di Korea selama beberapa minggu karena ayahnya masih belum pulih sepenuhnya sementara sahabatnya akan menikah dalam waktu dekat ini.."

Miku mengangguk mengerti. "Dia perempuan yang sangat mencintai orangtuanya." Komentarnya. "Aku sendiri belum tentu mau merawat ayahku jika beliau sedang sakit."

Benji tersenyum setuju. "Ya benar... Dan sekarang aku sangat menyesal karena sama sekali tidak bisa hadir di sana untuk membantu apapun." Sesaat ia merenungi permukaan kopinya sebelum kemudian memandang Miku sekali lagi. "Kira-kira kapan ada istirahat sebentar untuk pameran kita?"

"Satu bulan lagi... mungkin."

Punggung Benji langsung bersandar dengan kecewa. "Satu... bulan lagi?" Ulangnya.

"Tapi kalau kau benar-benar butuh bertemu dengan istrimu, mungkin aku bisa mengatur jadwalnya. Kapan tepatnya kau ingin pulang?"

"Apakah sungguh bisa?" Harapan dan semangatnya memercik kembali begitu Miku menawarkan bantuan itu.

Saat melihat wanita itu mengangguk dengan senyuman tulus, Benji pun menjawab. "Satu minggu atau paling lama dua minggu dari sekarang. Saya minta waktu off, tidak akan lama."

"Tiga hari apakah cukup?"

"Boleh. Itu lumayan daripada aku tidak menemuinya sama sekali. Pokoknya tolong kabari kapan sekiranya jadwalnya memungkinkan kosong. Aku ingin... Mengejutkannya dengan kedatanganku."

✈✈✈✈✈

"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kau melalui ini semua tanpaku." Lionel berkata lirih setelah ia berhasil meletakkan Sky yang terlelap di ranjang bayi setelah kelelahan menangis di sepanjang jalan pulang tidak mengerti apa inginnya. "Kau yakin dia tidak sedang kesakitan atau semacamnya?"

"Terkadang dia memang rewel seperti itu." Jawab Ily menenangkan. "Kurasa itu karena pertumbuhan gigi susunya. Tidak perlu khawatir."

"Aku minta maaf." Lionel memeluk Ily dalam lingkup lengannya, mengecup rambutnya dengan mata terpejam. "Aku menyesal tidak ada di sampingmu, sama-sama membesarkannya dan merawatnya berdua."

Seakan tengah menentang pusaran waktu, Ily mengistirahatkan kepalanya di dada pria itu. Menikmati alunan degup jantungnya yang menenangkan. Detaknya seolah sanggup membentangkan berbagai kejadian yang terlalui selama perpisahan mereka. "Yang penting dari semua itu... Aku bisa melaluinya dengan baik. Jadi tidak ada yang perlu disesali."

"Aku semakin menyesal kalau kau berkata begitu."

Ily mendongak, maniknya tersenyum pada Lionel meski bibirnya tidak. "Apa yang bisa kulakukan agar membuatmu lebih baik?" Telunjuknya berhenti di dagu Lionel, menariknya turun hingga di depan bibirnya. "Bagaimana dengan sebuah kecupan?"

Tanpa perlu menunggu jawaban, Ily mengecupnya singkat. "Selesai. Bagaimana? Sudah lebih baik?"

"Lagi." Tangan Lionel meraih belakang tengkuknya. Kepalanya menunduk, sekali lagi mempertemukan bibir Ily dengan mulut Lionel yang terbuka.

Ily menyambutnya dengan kedua lengan melingkar di leher. Kepalanya miring, memastikan semua bagian mulut pria itu ia rasakan. Lionel mengulum bibir bawah Ily yang manis dan lembut, menyesapnya hingga bengkak dan merah merekah.

"Manis." Mata Lionel jatuh menelusuri ulahnya. "Dan kau tahu aku tidak pernah puas hanya dengan satu ciuman."

Sudut-sudut bibir terangkat dan jemari Ily yang membelai rambut Lionel dengan perlahan adalah tanda bahwa ia menyetujuinya.

Gaun pendek floral yang melapisi tubuh Ily berakhir terbuang di atas lantai, buku jari Lionel membelai berbagai titik sensitif yang sudah ia kenali. Ia menidurkan perempuannya, manik cokelatnya menelan setiap lekuk tubuh Ily. Pusarnya, lembah di antara payudaranya, puncaknya yang mengeras karena udara dingin dan tatapan matanya. Ia bak predator yang mengendus dan menilai mangsanya. Pemahaman itu membuat Ily sekejab otomatis menutup dadanya dengan kedua tangan terlipat.

Perempuan itu menggeleng pelan menolak Lionel mengamatinya lebih lanjut.

Setelah mengalami fase mengandung dan melahirkan, Ily kesulitan menemukan percaya dirinya pada tubuhnya yang baru. Berat badannya mungkin sudah nyaris kembali seperti dulu, namun tidak dengan beberapa bagian seperti dada dan pinggulnya yang masih membengkak.  Kalau bisa memilih, tentu ia lebih suka bercinta di keremangan malam. Apalagi jika pria itu adalah Lionel.

Wangi, cantik dan memukau. Sejak dulu Ily selalu mempersiapkan tubuhnya tampil sesempurna mungkin agar tidak gagap menghadapi serangan mendadak seperti ini. Dan kini, Ily tak merasa tiga kalimat tadi masih menjadi bagian dari dirinya.

Melihat penolakan itu, Lionel menggeleng, berdecak kesal sembari mencoba menyingkirkan tangan Ily. "Jangan menyembunyikannya dariku."

"Aku seharusnya pakai baju saja tadi." Tangan-tangan mereka masih saling beradu kekuatan. "Benar, kan?"

"Bicaralah yang masuk akal. Kau bahkan tak membutuhkan sehelai benangpun untuk mengesankanku." Satu genggaman Lionel akhirnya mampu menahan kedua tangan Ily di atas kepalanya.

"Kalau begitu bisakah kau tutup selambunya saja? Sinar matahari ini cukup mengganggu."

Lionel tidak menggubrisnya. Ia sibuk menikmati hamparan pemandangan indah di depannya. "Kau cantik sekali." Suaranya gemetar menahan kebutuhan. Tangannya menangkup lekuk luar payudara Ily. "Aku selalu membayangkan bisa menyentuhmu setiap hari seperti ini."

"Kau bisa." Tatapannya menemui mata berkabut Lionel. "Kau bisa melakukannya. Aku di sini. Sentuh aku sepuasmu." Sentuh aku sampai kau lupa kalau kebersamaan ini fana.

"I will touch... Every inch of you." Tanpa saling melepaskan tatapan, Lionel memutar lidah dengan perlahan, menjilat puncaknya sebelum memasukkannya ke dalam hangat mulutnya. Mengamati reaksi Ily yang mengerang, merintih, dan menggeliat di bawah siksanya.

To be continued...

Buat yg penasaran kehidupan pernikahan Ily dan Benji... Dan gimana struggle-nya perjuangan Lionel buat dapetin Ily lagi, sila Baca lanjutannya bab 37-49 telah tersedia di karya karsa..

1. Download karyakarsa di playstore
2. Buat akunnya
3. Search hazelianata

Kamu bisa beli dengan harga satuan per bab.

4. Disarankan beli dengan menggunakan shopeepay atau gopay biar tidak kena biaya admin

Silakan beli buat yg ketinggalan baca, atau buat pembaca ongoing yg pengen mengulang kisah sendu mereka.

Yg berbayar adalah salah satu masterpiece yg mungkin aku ga akan bs bikin cerita seperti itu lagi. Aku bakal jamin alur ceritanya ga terduga dan sedihnya sampe ke tulang.

It's so worth it

Captain CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang