16. The Friendship

1K 155 33
                                    


Jung Il-Lee POV

"Jadi kau kemarin tidak mabuk, atau dirampok oleh cewek itu lalu terdampar di halte bus sampai pagi?" Tandasku tanpa ampun membuat Julio seketika melotot mendengarnya.

"Tentu tidak! Bagaimana bisa kau berimajinasi 
sedemikian anehnya? Jangan-jangan sepanjang hari kemarin kau benar-benar berpikiran Anya adalah gadis yang jahat yang ingin berusaha mencelakaiku?"

Bahuku terkedik. Aku jadi teringat wanita kaukasian cantik yang dikenalnya tahun lalu dan berhasil membuatnya jatuh cinta sampai bodoh. Ujung-ujungnya wanita itu hanya berniat main-main minta dibelikan ini itu sampai ongkos tiket pesawat untuk kembali ke negara asalnya. Sejak saat itu aku mulai cerewet mengawasi pergaulannya yang social butterfly ekstrem.

"Semua bisa terjadi mengingat bodohnya kau dan sikapmu yang terlalu baik pada orang asing. Apalagi kalau dia pirang dan penyuka warna pink." aku akhirnya bangkit dari meja kafe setelah waffle dan latte-ku tandas lalu berjalan keluar diikuti Julio yang masih memasang ekspresi tidak terima. "Aku jadi sangsi dengan obsesimu. Jangan-jangan karena dahulu ibumu melarangmu main boneka barbie, kau sekarang jadi ingin memainkan yang nyata."

Lelaki itu berpikir sejenak dengan kening berkerut samar lalu menjentikkan jari. "Hipotesamu memang selalu aneh tapi kali ini anggap saja benar. Tapi satu hal yang kau harus tahu... Anya Duscha bukan orang jahat yang kau bayangkan seperti itu. Dia memang bukan orang Korea tapi aku tidak perlu meletakkan waspada yang terlalu berlebihan padanya. Sebelum kami  bertemu pun aku sudah yakin dia perempuan baik-baik. Kau harus bertemu dengannya Ily. Serius dia itu..." kedua tangannya tahu-tahu menangkup di depan dada sementara dua bola matanya yang menatap langit cerah, tengah berbinar-binar cemerlang. "She is so fine and breath taking. We danced all night, minum dan makan ramen sebelum kuantarkan pulang kembali ke hotelnya. Dia menahanku saat aku akan pergi dan memohon sejenak untuk menemaninya karena dia sedang enggan sendirian. I hugged her till we fall asleep. Dia banyak bercerita tentang keluarganya dan kegiatan exchange programnya dan..."

Sontak aku menoleh cepat dengan mata melotot. "Jangan bilang kalau dia masih pelajar SMA karena kau bisa dikenai pidana pelecehan anak di bawah umur kalau orangtuanya mengetahui!"

Julio berdecak kesal karena aku menginterupsinya dengan imajinasiku lainnya yang sama mengerikannya. "Hei, hei, hei... Bisakah kau fokus dengan jalan ceritaku dan tidak berlebihan begitu? Dia sudah berumur dua empat dan bukan anak di bawah umur lagi! Jelas-jelas kita sempat masuk ke kelab dan dia menunjukkan KTP, bukti sebagai orang dewasa. Dia memang sedang menjalani program pertukaran pelajar. Tapi sebagai mahasiswa tingkat akhir. Bukannya siswa sekolah. Please. Kau sedang tidak fokus karena rindu belaian atau bagaimana?"

Ujung bibirku naik sedikit, setengah kesal dan setengah tertawa karena akupun sebenarnya setuju pada pendapat Julio jika akhir-akhir ini pikiranku tidak fokus yang akhirnya menyebabkan otak dan motorikku berjalan tidak sinkron.

Kemarin saja secara tidak sadar, aku meletakkan ponsel di dalam kulkas hingga membuatku seharian mencari; membuka lemari pakaian untuk mengambil kimchi; sampai salah masuk ke unit apartemen tetangga.

Sepertinya betul. Rindu pada Lionel bisa membuat otakku lama-lama tumpul.

"Jadi, dia tidak menetap di sini?" Tanyaku kemudian.

"Hanya satu bulan." Jawabnya muram. "Meski aku pun sebenarnya tidak ingin menjalin hubungan apa-apa. Rasanya, mengenalnya saja sudah terasa cukup. Jadi kau tidak perlu mencurigainya berlebihan. Tapi tunggu... Aku jadi merasa sejak tadi terus mengoceh tanpa bertanya bagaimana kabarmu. Apa kau baik-baik saja saat aku sibuk dengan kawan baruku sepanjang hari lalu?"

Captain CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang