Vandra || 26

36 3 0
                                    

Sejak tadi Adiba tidak mengalihkan pandangannya, fokus cewek itu tetap pada satu objek yang sebenarnya tidak baik untuk dilihat dan juga tidak baik untuk hatinya. Di meja yang ada di deket pintu kantin, ada Vandra--tanpa sahabat-sahabatnya--sedang menggoda seorang cewek yang Adiba sendiri tidak tahu namanya.

Abella berdecak melihat Adiba yang terus saja menatap Vandra. "Jangan dilihat terus kalau nggak mau sakit hati," ujar Abella sembari menutup pandangan Adiba dengan sebuah novel milik Shakeela.

"Kamu nggak ada niatan buat kasih tahu Vandra yang sebenarnya?" tanya Shakeela yang duduk di sebelah Adiba.

Adiba menggeleng. "Nggak."

Decakan khas Fira keluar dari bibir mungil cewek itu. "Gue ngerasa nggak enak karena itu tulisan gue, Dib, dan sekarang malah lo yang kena imbasnya. Gue bakalan jelasin ke dia sekarang juga," kata Fira yang sudah berdiri dari duduknya.

"Jangan," cegah Adiba cepat sembari memegang pergelangan tangan Fira.

"Kenapa sih, Dib? Vandra harus tahu yang sebenarnya. Gue nggak suka lihat lo murung kayak gini, apalagi cuma gara-gara cowok, Dib."

Adiba mengedarkan pandangannya, untung saja kantin tidak begitu ramai dan volume suara Fira juga tidak besar sekali sehingga tidak ada yang mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Semua orang yang duduk tidak jauh dari mereka juga tengah fokus dengan makanan masing-masing.

"Nggak usah, Fir. Nggak usah capek-capek jelasin ke Vandra. Dia aja nggak minta penjelasan dari aku dan malah nyimpulin sendiri. Nanti, nanti kalau emang harus dijelasin, aku yang bakalan ngomong sendiri."

Fira menghembuskan napas kasar. Adiba memang selalu seperti ini. Dia sakit hati, tapi daripada berbicara jujur, cewek itu memilih memendam. Fira tidak tahu lagi harus berbuat apa, padahal ini pertama kali Adiba dekat cukup lama dengan cowok, tetapi kejadiannya malah jadi seperti ini. Fira memijat pelipisnya pelan, ia mendadak pening memikirkan kisah cinta sahabatnya ini.

"Beneran gue nggak perlu ngejelasin? Lo nggak apa-apa, Dib?"

"Iya, Fir. Nggak perlu," tegas Adiba meyakinkan sahabatnya itu.

"Tapi gue ngerasa bersalah banget, Dib. Gue bener-bener nggak tenang jadinya."

"Udah, Fir, jangan dipikirin lagi. Aku nggak apa-apa kok."

"Gue ikutan pusing, sumpah," ujar Abella setelah menyeruput minumannya.

"Udah-udah. Mending pada makan, yah. Nanti pelajaran Pak Badrul loh." Shakeela mengingatkan.

Adiba mengangguk setuju kemudian memakan pesanannya meski tidak benar-benar fokus sebab, cewek itu sesekali mencuri pandang ke arah Vandra yang tidak melihat ke arahnya barang sedetik pun.

*****

Suara sorak juga tepukan tangan memenuhi lapangan. Di jam istirahat pertama ini anak cowok kelas X IPA 1 dan IPA 2 sedang bermain futsal. Katanya itu merupakan sebuah pertandingan yang diadakan sendiri oleh mereka, di mana kelas yang kalah akan mentraktir kelas yang menang nantinya.

Teriakan dari cewek-cewek di pinggir lapangan kembali menggema ketika Vandra berhasil memasukkan bola ke gawang. Cowok itu mengedipkan matanya genit ke arah cewek-cewek tadi. Sontak saja hal tersebut mengundang teriakan histeris mereka. Vandra tertawa lantas kembali fokus pada permainan.

Vandra [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang