Vandra || 09

52 10 3
                                        

Pagi ini kelas X IPA 2 mendapat jadwal olahraga. Namun, guru olahraga mereka tidak bisa mengisi karena ada acara. Akan tetapi, beliau sempat memberi instruksi kepada seluruh siswa agar tetap melakukan kegiatan olahraga meski tanpa kehadirannya.

Pak Zedi, yang merupakan guru olahraga kelas X IPA 2 meminta supaya anak laki-laki bermain basket sedangkan yang perempuan cukup belajar mendribel dan memasukkan bola ke dalam ranjang.

Instruksi itu dilakukan mereka setelah ketua kelas mengancam akan memberitahu Pak Zedi jika mereka sampai tidak menjalankan perintah tersebut. Kini lapangan basket pun di bagi menjadi dua. Sebelah utara untuk putra dan sebelah selatan untuk putri.

Sebagian siswi tidak benar-benar belajar, mereka justru lebih banyak memperhatikan Vandra dan sahabat-sahabatnya. Permainan mereka terlalu sayang untuk dilewatkan. Apalagi peluh yang membasahi rambut, membuat mereka semakin terlihat menawan saja.

"Woee, Rak oper bolanya sini!"

Vandra berteriak sembari mengangkat tangan tinggi. Raka maju selangkah kemudian melempar bola tersebut ke arah Vandra. Setelah bola tersebut berhasil ditangkap, dengan segera Vandra bergerak lalu memasukkan benda bulat berwarna jingga itu ke dalam ranjang.

Ia bersorak ketika berhasil mencetak poin lagi. Cowok itu menghampiri Raka bermaksud melakukan tos, tetapi Raka malah menghindar lalu duduk di pinggir lapangan.

"Udah, Van. Dari tadi tos mulu."

Vandra mendengkus mendengar ucapan Raka. Cowok itu kemudian duduk di samping Raka disusul Mahendra dan Mahesa.

"Kalian kalah," ledeknya pada Mahendra dan Mahesa yang memang menjadi lawan mainnya tadi.

"Lebay lo," kata Mahesa, tak lupa ia memukul kepala bagian belakang Vandra.

"Sakit kampret!" umpat Vandra seraya bersungut. Entah kenapa sahabat-sahabatnya ini senang sekali memukul kepalanya, terutama Mahesa. Sepertinya cowok itu terbiasa menjadikan kepala Vandra sebagai bahan aniayaannya.

Vandra kemudian meminum air dingin yang tadi dititipnya pada Bimo. Menegaknya hingga setengah lalu meyeka sebutir peluh yang turun melalui pelipisnya.

"Sial, Adiba cantik banget gaes," ujar Mahesa kala matanya tak segaja melihat cewek itu.

Ketiga sahabatnya sontak menjatuhkan pandangan ke arah Adiba yang kini sedang mendribel bola dengan seriusnya.

Kali ini penampilan Adiba terlihat berbeda. Rambut sebahu yang dicepol asal dan kaca minus yang tidak dipakai membuat Adiba terlihat lebih manis dari biasanya. Memang, setiap olahraga cewek itu selalu melepas kaca matanya, tetapi tidak pernah mencepol rambut setinggi itu. Meskipun tidak rapi, Adiba justru malah terlihat lebih menarik.

"Manis," puji Vandra. "Serius Adiba cantik banget kali ini," lanjutnya menatap Adiba tanpa berkedip.

"Wah, kayaknya Vandra mulai terpikat." Mahendra berujar.

"Vandra udah mulai suka," kata Raka ikut-ikutan meski dengan nada datar.

"Nggaklah. Gue nggak suka, muji bukan berarti suka, kan?"

"Sekarang mungkin nggak, Van, tapi gue yakin lo pasti bakalan suka sama Adiba nantinya."

"Nggak elah," katanya dengan mata yang terus mengarah ke Adiba.

Vandra [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang