"Vandra!!" teriak Abella tatkala Vandra menarik ikat rambutnya.
Kali ini cewek itu kembali menjadi sasaran kejahilan dari seorang Vandra Elvando Anderson.
"Ikat rambut gue kampret," maki Abella keras.
Vandra terbahak melihat ekspresi kesal Abella. "Nih ambil sendiri kalau bisa," katanya menggoyang-goyangkan ikat rambut yang ada di tangannya itu.
Kelas X IPA 2 saat ini sedang jam kosong lantaran guru biologi mereka tidak masuk karena sakit. Sebenarnya ada tugas yang harus mereka kerjakan, tetapi sesuai kesepakatan bersama bahwa mereka akan mengumpulkan tugas itu besok pagi. Sehingga sejak setengah jam yang lalu ruangan kelas tersebut sangatlah gaduh, salah satu penyebabnya adalah Vandra.
"Vandra siniin ih," kata Abella yang saat ini sudah berdiri di hadapan Vandra yang tengah mengangkat tangan tinggi supaya Abella tidak bisa mengambil ikat rambut itu.
Abella berdecak kesal. "Ngeselin banget sih lo kutu kupret," maki Abella sembari mengentak-entakkan kakinya saat Vandra malah melempar ikat rambut itu ke luar kelas.
Vandra kembali terbahak lalu memeletkan lidahnya mengejek ketika melihat Abella menunjukkan kepalan tangan dengan tatapan tajam.
Abella kemudian menghampiri Shakeela, mengajak cewek itu untuk menemaninya ke toilet, niatnya untuk memperbaiki ikatan rambutnya."
"Minggir lo," bentaknya kepada Vandra yang dengan sengaja menghalangi jalan.
"Galak banget lo, udah kayak nenek lampir." Vandra lantas memberi jalan untuk kedua cewek itu.
"Jahil banget sih lo, Van. Kasihan anak orang." Mahesa geleng-geleng tak habis pikir.
Vandra hanya menyangir. Cowok itu kemudian naik ke atas meja dan duduk disana, menghadap Raka yang duduk di belakangnya yang saat ini tengah menelungkupkan wajah di atas meja.
"Seneng gue jahilin dia," ujar Vandra kemudian.
Mahendra berdecak. "Jangan suka jahilin cewek, Van. Kalau Adiba lihat yang ada dia bakalan mikir lo nggak beneran suka sama dia. Dia bakalan ngira kalau lo cuma main-main doang."
"Iya, ya. Kok gue nggak kepikiran astaga. Untung dia nggak ada di sini tadi. Nggak mau lagi deh gue."
Tidak ada percakapan lagi. Ketiga cowok itu mulai fokus pada ponsel masing-masing.
"Woeee!!"
Vandra hampir saja menjatuhkan ponselnya kalau saja ia tidak cepat-cepat menahannya. Cowok itu mengumpat lantas menatap tajam pada si pelaku yang baru saja membuatnya kaget bukan main.
"Anjir, ngagetin aja lo. Untung gue nggak punya riwayat penyakit jantung," sungutnya kesal.
Gilang tertawa lalu duduk di bangku Vandra.
"Ngapain lo ke sini? Bukannya ada pelajaran Pak Badrul, ya, lo?" tanya Vandra.
"Ck, males gue. Tadi gue bilang izin ke toilet, padahal mau ke sini."
"Parah emang lo, Lang. Berani banget sama bapaknya Vandra," ujar Mahesa yang diadiahi pelototan tidak terima oleh Vandra.
"Idih, bapaknya Mahendra tuh," tunjuk Vandra pada cowok yang tengah fokus pada ponselnya.
"Apa lo sebut-sebut nama gue!"
"Ya ampun, Dra. Biasa aja kali. Nggak usah ngegas gitu. Dasar labil."
Mahendra tidak lagi membalas Vandra. Ia malas berdebat sebab suasana hatinya dalam keadaan yang buruk, padahal tadi masih baik-baik saja, entah apa yang terjadi pada cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Ficção AdolescenteBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...