"Gue kenapa ganteng banget, sih?"
Sebuah pukulan di kepala Mahesa terima setelah mengatakan kalimat tadi. Mahesa mengaduh lantas molotot ke arah si pelaku.
"Apa sih lo, Van?" kesal Mahesa sembari bersungut-sungut. Pasalnya pukulan Vandra di kepalanya tadi bukan main-main.
"Geli gue denger omongan lo," balas Vandra bergidik.
"Ah bilang aja lo sirik, Van." Mahesa kembali berkaca pada layar ponselnya. Cowok itu memperbaiki tatanan rambutnya yang sedikit berantakan karena ulah Vandra.
"Idih, lebih keren gue kemana-mana dari pada lo."
"Nih gue kasih kaca, Van. Jelas-jelas gue lebih keren."
"Ya elah muka lo ini nggak ada apa-apanya sama gue." Vandra tidak mau kalah.
"Bacot banget lo berdua." Mahendra berujar. Cowok itu menguap lantas mengucek matanya yang sedikit berair. "Gue mau tidur, lo berdua bisa diem nggak?"
Di jam istirahat pertama ini, empat cowok itu sedang ada di kelas. Biasanya mereka akan langsung ngacir ke kantin, tetapi rasa malas membuat mereka memilih diam di sana.
"Tidur aja kerjaan lo, Dra. Mending temenin Doi. Dia lagi sendiri tuh," ujar Vandra merendahkan suaranya sembari menunjuk seorang cewek dengan dagunya.
Mahendra mengikuti arah pandang Vandra. Cewek yang ia taksir itu tengah membaca novel di luar kelas, duduk sendiri di bangku yang ada di sana. Entah ke mana teman-temannya sehingga cewek itu hanya seorang diri.
"Sana gih. Kesempatan lo tuh." Kali ini Mahesa yang berujar.
"Nggak."
Sebuah decakan khas Vandra terdengar. "Ya elah, tinggal deketin mumpung lagi sendiri. Susah amat sih lo."
"Lagi males," balas Mahendra pendek.
"Dibilangin keras kepala lo, Dra." Mahesa geleng-geleng.
"Emang lo nggak keras kepala?" tanya Vandra kemudian.
"Nggak tuh. Argh ...." Mahesa mengerang seraya mengusap kepalanya yang dijitak keras oleh Vandra.
"Lo mau bunuh gue?"
Vandra terbahak melihat ekspresi Mahesa. "Sorry brother. Gue cuma mau mastiin kepala lo keras apa nggak."
"Teman laknat lo, yah."
"Lah, kan gue cuma mau mastiin. Lo sendiri yang bilang kepala lo nggak keras, tapi kayaknya lo salah. Lihat nih tangan gue sampai merah." Sembari tertawa, Vandra memperlihatkan tangannya ke arah Mahesa.
"Goblok lo." Mahesa mendengkus. "Lo pikir nggak sakit apa?"
"Nggak perlu mikir, gue udah tahu rasanya gimana. Lo kan paling sering tuh mukul kepala gue."
"Lo mau bales dendam?"
Vandra menggeleng. "Nggaklah, balas dendam cuma buat orang yang lemah."
Mahesa mencibir. "Terus tadi itu apa?" Mahesa mendengkus masih dengan tangan memegang kepalanya.
Mahendra yang melihat tingkah kedua sahabatnya itu hanya bisa geleng-geleng. Sementara Raka hanya diam. Sejak tadi cowok itu tak mengalihkan pandangan dari layar ponselnya. Entah apa yang menarik di sana.
"Anjir ya lo pada. Gue tungguin di kantin nggak dateng-dateng, taunya malah di sini. Mau berubah jadi anak rajin lo pada?" Gilang yang baru saja tiba di kelas X IPA 2 berdecak lantas mengambil duduk di samping Vandra.
Melihat kedatangan Gilang, raut Vandra seketika berubah. Rasa cemburunya membuat cowok itu iri sehingga malas untuk bertemu Gilang. Selama dua hari ini, Vandra selalu menghindari tatap muka dengan Gilang dan entah kebetulan dari mana, Gilang juga sibuk dengan pacarnya sehingga mereka jarang bersama dan kedatangan Gilang kali ini membuat Vandra segera beranjak dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Teen FictionBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...