"Sial, contoh soal sama soal tadi beda banget. Satu pun nggak gue bisa," keluh Abella yang baru saja keluar dari ruangan ujian.
Rambut cewek itu tampak kusut akibat tangannya yang tak henti-hentinya mengacak rambut karena frustasi oleh soal ujian tadi.
Berbeda dengan Adiba, cewek itu tampak biasa-biasa saja. Maklum, ujian terakhir di hari pertama ini adalah salah satu mata pelajaran favoritnya setelah biologi. Yap, di saat sebagian murid sangat membenci pelajaran matematika, Adiba justru menyukainya.
Adiba, kan, juara satu waktu SMP, sudah pasti ia ahli dalam semua pelajaran. Kalau kalian berpikir demikian, tentu saja salah. Adiba tidak sesempurna itu. Ia lemah dalam bidang olahraga. Ah iya satu lagi, Adiba juga tidak begitu ahli dalam pelajaran bahasa inggris.
"Dib," panggil Vandra yang baru saja keluar dari ruangan ujian.
Adiba balas tersenyum. "Shakeela mana?" tanya cewek itu pada pacarnya yang memang berada dalam ruangan ujian yang sama dengan Shakeela.
Sekedar informasi, SMA Cakrawala menerapkan sistem ujian, yang mana setiap kelas akan dibagi dua dan nantinya mereka akan duduk satu meja dengan kakak kelas maupun adik kelas. Untuk kelas sepuluh IPA sendiri, mereka dipasangkan dengan kakak kelas mereka yang dari jurusan IPS.
"Tadi masih beres-beres. Gimana ujiannya?" tanya Vandra sembari mengusap pelan puncak kepala Adiba.
"Lancar. Kamu gimana?"
"Ya gitu, nggak minat nyari x sama y. Lagian mereka siapa coba harus dicari-cari. Mending nyari kamu aja."
Abella yang mendengar itu langsung merotasikan bola matanya jengah lalu dengan sengaja berlagak seperti orang yang akan muntah. "Gue mau muntah, Van."
Vandra hanya tertawa menanggapi ucapan dari sahabat pacarnya itu. Sementara Adiba geleng-geleng.
"Bell, gue pinjem Adiba, ya. Lo tunggu Shakeela sendiri deh di sini."
"Widih, tumben pake izin gue segala. Kenapa lo?"
"Ya nggak apa-apa. Sekali-sekali jadi anak yang sopan gitu."
Abella berdecak. "Ya udah gih, sana lo berdua." Abella mendorong bahu Adiba pelan.
"Bilangin Shakeela aku duluan, ya."
"Iya, Dib. Langsung pulang?"
"Mau ke perpustakaan dulu buat bersih-bersih."
"Oke, oke. Hati-hati, ya."
Adiba mengangguk sembari melambaikan tangannya sebentar lalu berjalan ke arah perpustakaan dengan Vandra yang ada di sebelahnya.
"Dib, kamu duluan, ya, ke perpusnya, aku mau ke toilet dulu. Panggilan alam nih."
Adiba terkekeh kecil setelah kalimat Vandra barusan terlontar. Mengangguk, cewek itu lantas berjalan lebih dulu ke perpustakaan, sementara Vandra berbelok ke kanan, yang mana tujuan cowok itu adalah toilet anak IPS karena paling dekat dengan tempatnya sekarang.
Setelah membuang hajatnya yang tadi tak sabar mengeluarkan diri, Vandra menghembuskan napas lega sembari mengelus perutnya yang terasa begitu ringan. Membalik badan setelah menutup pintu, Vandra cukup dibuat terkejut oleh keberadaan tiga orang cowok, yang mana salah satu diantara mereka adalah orang yang kerap kali mencari masalah dengannya.
Mengabaikan orang-orang itu, Vandra berjalan menjauh. Akan tetapi, perkataan salah seorang dari ketiga cowok itu berhasil menahan pergerakan kaki Vandra untuk tetap melangkah.
"Cewek lo lumayan juga."
Berbalik menatap kakak kelasnya itu, Vandra lantas berujar, "Jangan cari gara-gara lo!" tekan Vandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Teen FictionBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...