Lapangan upacara mulai gaduh lantaran Pak Badrul yang saat ini menjadi pembina upacara tak kunjung meyelesaikan pidato singkat yang ia katakan di awal.
Terik matahari pagi sudah cukup untuk membuat wajah memanas. Ratusan siswa yang ada di sana mengeluh untuk guru Matematika yang juga merangkap sebagai guru BK itu.
"Sebagai murid SMA Cakrawala, kalian harus punya disiplin tinggi!" koar Pak Badrul di depan sana.
Vandra yang saat ini ada di barisan belakang meringis mendengar perkataan gurunya itu. Ia mendengkus lalu menggeleng pelan. Tidak di kelas, di lapangan upacara pun, kalimat itu selalu saja menjadi andalannya.
Menekuk lututnya yang terasa pegal karena sudah lama berdiri, Vandra melepas topi lalu menggunakan benda tersebut untuk mengipasi bagian wajah dan lehernya.
"Van, ini waktu yang tepat," bisik Gilang dari belakang. Gilang memang sengaja mengambil tempat di barisan kelas X IPA 2. Alasannya karena keempat sahabatnya ada di kelas tersebut. Ia malas bergabung di kelasnya sendiri. Kata Gilang, anak kelasnya itu tidak asik, kaku semua.
"Waktu yang tepat buat ngapain?"
Vandra bingung mendengar ucapan Gilang. Memasangkan kembali topinya, Vandra menghadap Gilang dengan dahi mengernyit.
"Lo bego apa tolol, sih?" Mahesa yang berada di samping Vandra bertanya gemas.
"Pilihannya nggak ada karena gue pintar dan cerdas," jawab Vandra tegas tapi dengan volume suara yang dikecilkan.
Sebuah jitakan menghantam kepala bagian belakang Vandra. Kali ini pelakunya adalah Mahendra. Vandra meringis sembari mengusap bekas jitakan sahabatnya itu.
"Apa-apaan, sih, lo?" Vandra kesal.
"Gemes gue sama lo. Saking gemesnya pengen gue jitak sampai botak, tuh, kepala."
"Gue tau kalau gue ini imut dan ngegemesin, Dra, tapi nggak usah sampai ngejitak segala kali. Atau jangan-jangan lo mau jadiin gue pelampiasan saking frustasinya lo waktu doi bilang nggak suka sama lo," kata Vandra yang dihadiahi tatapan jijik Mahendra.
"Najis," ngegas Mahendra.
"Itu yang di belakang kenapa ribut?"
Suara Pak Badrul menginterupsi kedua remaja itu.Vandra yang tadi menghadap Mahendra memutar tubuhnya dengan cepat. Ia menunduk untuk menghindari tatapan Pak Badrul. Begitu juga dengan sahabat-sahabatnya, kecuali Gilang. Cowok badung satu itu malah menatap depan dengan dagu terangkat. Untung saja Pak Badrul tak melihat keberadaannya.
Setelah Pak Badrul melanjutkan pidatonya, Gilang kembali bertingkah. Cowok itu mendekatkan bibirnya ke telinga Vandra dan membisikkan sesuatu. Setelah itu, Vandra tersenyum kemudian menepuk pundak Gilang.
"Gue ngerti, Lang."
Vandra mulai melakukan aksinya. Cowok itu menarik kerah seragam Malvin yang ada di depannya.
Malvin menoleh. "Kenapa?"
"Pindah. Gue di depan."
Tanpa menunggu persetujuan Malvin, Vandra dengan cepat bergerak ke depan untuk mengambil alih posisi teman sekelasnya itu. Tidak sampai di situ, hal yang sama ia lakukan pada Davin dan Bimo hingga akhirnya Vandra berhenti setelah berada tepat di samping seorang cewek yang saat ini tengah fokus mendengar pidato pembina upacara mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Teen FictionBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...