Adiba mengayuh sepedanya pelan, menikmati udara sore yang menurutnya menyejukkan. Meski jarak rumahnya dengan rumah Rama tidak bisa dikatakan dekat, tetapi Adiba tidak ingin terburu-buru. Seperti katanya tadi, ia ingin menikmati udara sore ini.
Yap, kali ini Adiba mengantar pesanan kue bolu ke rumah Rama. Sesuai permintaan cowok itu semalam, ada lima varian yang Adiba antar. Entah untuk apa semua itu, yang jelas Adiba sangat senang. Terlebih, hari ini pesanan kue mereka cukup ramai pemesan dan syukurnya lagi, ini hari minggu sehingga Adiba bisa membantu ibunya dengan maksimal.
Karena itu, sejak pagi tadi Adiba dan Nina sangat sibuk, berbagai jenis pesanan kue cukup membuat mereka kewalahan, untungnya ada Dava yang juga ikut membantu.
Setelah satu jam lamanya dalam perjalanan, Adiba akhirnya tiba di depan sebuah rumah dengan pagar besi bercat putih milik keluarga Rama. Melihat tidak ada satpam di pos satpam, Adiba berinisiatif untuk mengirim pesan kepada Rama bahwa ia sudah sampai. Akan tetapi, setelah mengecek, ia ternyata lupa membawa ponselnya.
Bingung, Adiba menggigit bibir bawahnya gusar. Apakah ia harus memanggil Rama dari tempatnya sekarang? Adiba menggeleng, tidak sopan sekali rasanya. Menghela napas, cewek itu akhirnya memutuskan untuk membuka pagar lantas menuju pintu utama rumah tersebut.
Suara ramai dari dalam rumah besar tersebut membuat Adiba ragu untuk mengetuk pintu. Memaksakan diri, Adiba berdehem sebentar lantas segera menggerakkan tangannya untuk mengetuk pintu. Ia tidak ingin membuang-buang waktu lagi.
"Sebentar."
Suara sahutan dari dalam membuat Adiba menghembuskan napas lega. Pintu terbuka, menampilkan sosok cowok yang beberapa hari ini mengusik pikiran Adiba.
"Dib."
"Van."
Kedua remaja itu saling menatap bingung.
"Hai, Dib. Sudah sampai rupanya."
Adiba mengalihkan pandangannya ke arah Rama yang baru saja tiba di sana. Cowok itu mengambil alih bungkus kue dari tangan Adiba lalu mempersilakan cewek itu untuk masuk ke dalam.
"Ayok masuk, Dib," ajak Rama.
"Nggak usah, Ram. Aku langsung balik aja." Adiba menolak. Terlebih lagi ada Vandra di sana, Adiba rasanya malu meski sebenarnya penasaran mengapa cowok itu sampai ada di sini. Seingatnya waktu itu, Vandra dan Rama terlihat tidak bersahabat. Namun, yang ia lihat sekarang cukup menimbulkan tanya dalam benak Adiba.
"Sebentar aja, Papa pengen ketemu juga."
Vandra yang sejak tadi diam membulatkan mata kaget.
Adiba sudah mengenal Om Adi? Apa-apaan ini? batinnya.
"Ada Vandra juga, loh." Rama menyikut Vandra mencoba memberi isyarat agar Vandra mengajak Adiba.
Vandra yang bingung malah menggaruk kepalanya sembari cengengesan. "Iya udah, Dib. Masuk yuk," katanya kemudian.
"Kelamaan." Rama menarik pelan tangan Adiba, membawa cewek itu masuk ke dalam rumahnya.
Vandra otomatis melotot, tidak terima Rama memegang tangan gebetannya itu. Ia berdecak, ingin sekali rasanya menyentil kepala Rama. Vandra mendengkus lalu masuk, menyusul dua orang yang membuatnya kesal itu.
*****
"Jadi, kamu yang namanya Adiba?"
Pertanyaan Fara membuat Adiba mengangguk. "Iya Tante."
"Manis sekali kamu," puji Fara. "Om Adi bilang kue buatan Ibumu sangat enak, makanya Tante suruh pesan banyak. Berhubuhg Vandra juga akan ke sini," jelas Fara kemudian.
![](https://img.wattpad.com/cover/248950879-288-k41274.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Teen FictionBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...