Deru motor berbunyi nyaring di tengah jalan yang sepi pengendara. Sunyi malam yang menghinggapi tidak membuat kedua remaja itu membuka suara. Mereka sama-sama memilih bungkam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Vandra mengendarai motornya dalam diam. Tatapannya lurus ke depan, sementara Keisya sibuk mengabsen aspal dengan pikiran tertuju pada tubuh tegap di depannya.
Keisya menegakkan tubuh dalam boncengan Vandra. Tatapan sendu cewek itu kini mengarah pada punggung Vandra. Ia tersenyum masam. Keisya menggigit bibir bawahnya, dalam satu tarikan napas ia memantapkan hati kemudian menggerakkan tangannya pelan untuk memeluk tubuh Vandra.
Vandra menegang kala merasakan lengan kecil Keisya memeluk pinggangnya. Namun, Keisya tak peduli. Ia justru semakin mengeratkan pelukan sembari menempelkan pipi di punggung cowok itu.
"Kei," lirih Vandra
"Biarin gini dulu, Van. Jangan ditolak, tolong," pinta Keisya sembari memejamkan mata menikmati hangatnya tubuh itu.
Vandra tidak lagi berbicara. Jujur, ia sendiri merindukan momen seperti ini. Vandra menghela napas panjang kemudian kembali fokus pada jalanan.
Sore tadi Keisya memintanya untuk datang ke rumah. Katanya ada yang ingin ia sampaikan. Kebetulan ayah dan juga kakaknya sedang tidak ada di rumah sehingga Vandra menyanggupi permintaan cewek itu.
Sebelumnya Vandra berpikir jika Keisya akan membahas soal hubungan mereka, tapi Vandra salah besar, Keisya justru mengajaknya jalan-jalan ke taman kota. Vandra tidak bisa menolak, selain karena Keisya mengatakan akan memberitahu apa yang ingin ia katakan itu di taman tempat biasa mereka dulu, ia juga merindukan cewek itu.
Namun, hingga detik mereka akan pulang bahkan sampai sekarang, Keisya tidak mengatakan apa pun. Katanya ia ingin menikmati momen itu setelah sekian lama tak pernah ke sana lagi semenjak Vandra memutuskan hubungan sepihak antara mereka.
"Dingin," kata Keisya pelan. Vandra tidak merespon membuatnya ingin menangis saja.
Vandra tiba-tiba menghentikan motornya di pinggir jalan. Cowok itu membuka helm kemudian meminta Keisya untuk turun. Keisya menurut meski agak bingung.
"Kenapa, Van?"
Tanpa menjawab pertanyaan Keisya, Vandra malah menatap dalam wajah Keisya. Detik berikutnya, Vandra terlihat menghela napas. Diraihnya kedua tangan Keisya lalu berujar, "Kei, dengerin gue baik-baik."
Perasaan Keisya tidak enak. Ia pandang bola mata di hadapannya. Sendu, tatapan itu terlihat sendu.
"Kei, lusa Mama sama Om Adi akan melangsungkan pernikahan, dan sejak saat itu, kita resmi jadi adik kakak. Lo ngerti, kan? Tolong jangan rusak kebahagiaan mereka cuma karena perasaan kita. Gue mohon sama lo."
Keisya diam. Beberapa detik kemudian tangis cewek itu pecah. Keisya menarik tangannya dari genggaman tangan Vandra lantas menutup wajahnya sembari sesenggukan.
Vandra tidak tahan. Ia mendekat lalu menarik Keisya ke dalam pelukannya. Keisya ikut memeluk tubuh Vandra dan menumpahkan tangisnya di sana. Keduanya sama-sama mengeratkan pelukan.
"Kei." Vandra mendorong tubuh Keisya pelan ketika tangis cewek itu sedikit reda. "Cuma ini yang bisa kita lakuin untuk kebahagiaan mereka," lanjutnya sembari memegang pundak Keisya erat.
Keisya mengusap air matanya lalu mendongak untuk menatap mata Vandra. "Maafin gue, Van. Gue sadar kalau gue egois," lirih Keisya. Suaranya serak karena habis menangis. "Mulai hari ini, gue janji bakalan berusaha buat terima keputusan lo. Gue juga nggak mau ngerusak kebahagiaan Papa. Gue bakalan belajar buat lupain lo."

KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Fiksyen RemajaBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...