"Kamu, kamu, dan kalian semua diam!"
Suara lantang milik Pak Badrul menggema memenuhi ruang kelas X IPA 2. Beberapa siswa yang menyebabkan keributan terpaksa bungkam mendengarnya.
Tatapan tajam yang dilayangkan oleh guru kiler itu menandakan bahwa beliau marah atas kelakuan dan keributan yang disebabkan oleh muridnya. Tidak ingin memanicng beliau lebih daripada itu maka kelas yang tadinya gaduh berubah senyap.
"Perhatikan papan! Catat apa yang saya tulis!" kata guru itu tajam.
Beberapa diantara siswa yang tadi membuat keributan mendesah tanpa suara dan sebagian lagi saling pandang untuk mengutarakan kekesalan masing-masing. Pikir mereka, guru satu ini benar-benar menyebalkan.
Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, tetapi Pak Badrul masih betah mencatat rumus-rumus matematika di depan sana. Sepertinya beliau tidak berniat untuk mengakhiri kelas, padahal cacing-cacing di perut anak muridnya sudah meronta minta diisi.
"Sudah dicatat yang ini?" tanya Pak Badrul menunjuk papan putih di hadapannya.
"Sudah, Pak."
"Baik, kita lanjut!" tegas Pak Badrul kemudian menghapus beberapa rumus yang dicatat sebelumnya dan setelahnya mulai menulis contoh soal.
Cowok jangkung dengan iris coklat yang duduk di pojokan berdecak pelan seusai kalimat Pak Badrul terlontar. Ia menatap kesal ke arah gurunya itu. Bosan, diraihnya ponsel yang sedari tadi memanggil untuk digunakan. Sebuah chat atas nama Mahesa muncul di layar ponselnya.
Mahesa :
Van, bapak lo betah
banget di kelas.
Gue laper woee
kasih tahu dia!!!Vandra mendengkus membaca pesan dari sahabatnya itu. Ia tidak mengerti kenapa para sahabatnya sering sekali mengatakan kalau Pak Badrul itu bapaknya. Mengetikkan beberapa kalimat balasan untuk Mahesa, Vandra mengangkat kepala lantas tersenyum mengejek ke arah cowok yang duduk di depannya. Entah apa yang Vandra ketikkan hingga Mahesa sampai memandangnya balik dengan tatapan kesal.
Vandra tertawa tanpa suara sembari memeletkan lidah. Ia buru-buru menegakkan tubuhnya dan memasang wajah serius ketika melihat Pak Badrul menatapnya tajam. Cowok itu berdehem gugup kemudian meraih pulpen dan segera menulis contoh soal yang ada di papan. Ia bahkan sampai tak sadar jika buku itu terbalik.
"Baik, karena waktu sudah habis, pertemuan kali ini kita cukupkan. Kalian boleh istirahat."
Seusai mengatakan itu, Pak Badrul meraih tasnya dari meja kemudian melangkah keluar. Desahan lega dan umpatan beberapa murid sontak saja memenuhi ruang kelas tersebut. Bahkan ada yang sampai memukul meja untuk menyalurkan kekesalan yang sejak tadi tertahan.
Satu persatu diantara mereka mulai melangkah keluar. Tujuan mereka tentu saja kantin. Setelah berkutat dengan rumus-rumus yang bahkan tak dimengerti, mereka tentu butuh asupan untuk mengembalikan tenaga juga merefresh pikiran.
*****
"Sumpah, ya, Pak Badrul minta digetok kepala botaknya." Vandra berujar masih dengan mulut penuh nasi goreng. "Gue kesel banget sama guru satu itu. Untung aja kita masih sempet ke kantin," lanjutnya lalu meraih es teh di depannya.
Saat ini lima sekawan itu sedang ada di kantin. Lantaran kantin sudah penuh dan mereka telat keluar dari kelas, terpaksa kelima cowok itu duduk di bangku paling pojok. Kini mereka sedang fokus pada makanan masing-masing. Hanya saja, cowok dengan name tag Vandra Elvando Anderson itu tidak tahan untuk tidak mengutarakan kekesalannya saat itu juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Teen FictionBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...