Sudah tiga hari setelah Vandra dan Adiba berbaikan waktu itu. Vandra kembali menunjukkan perhatian-perhatiannya pada Adiba, juga beberapa kali mengantar cewek itu pulang.
Adiba tidak lagi menolak dengan alasan bisa pulang sendiri, tapi akan menggantinya tidak ingin merepotkan Vandra. Karena itu, Vandra akan bersikeras mengatakan bahwa ia tidak pernah merasa direpotkan yang alhasil Adiba tidak akan bisa menolak lagi.
Seperti sekarang ini, Vandra mengajak Adiba pulang bersama sesaat setelah pengumuman bahwa sekolah dibubarkan lebih awal karena ada rapat para guru. Sempat menolak, tapi akhirnya Adiba mengiyakan.
"Nggak ke perpustakaan dulu?"
Adiba menggeleng. "Kata Bu Ika nggak usah soalnya tadi pagi udah dibersihin."
Vandra mengangguk mengerti. Setelah Adiba membereskan semua alat tulisnya, kedua remaja itu menata langkah keluar dari kelas. Jika ditanya di mana Shakeela dan Abella, maka jawabannya kedua cewek itu sudah keluar duluan atas permintaan Vandra.
Kata Vandra, ia tidak ingin terganggu oleh suara cempreng Abella, yang mana kalimatnya itu sempat membuat Abella dan dirinya beradu mulut dulu sebelum akhirnya Abella memilih pergi setelah mengatakan kepada Adiba untuk menghubunginya kalau Vandra berbuat macam-macam.
"Sorry nggak bisa ngumpul bareng kalian," ujar Vandra sembari menepuk pundak Gilang yang sedang bersandar di salah satu tiang yang ada di koridor kelas sepuluh.
"Nggak apa-apa, Bro. Inget, hari ini harus berhasil, jangan malu-maluin gue lo."
Vandra terkekeh renyah. "Doain aja. Gue sama Adiba duluan, ya."
"Hati-hati bawa anak orang, Van." Mahesa berujar.
"Siap."
Adiba tersenyum kecil kepada empat cowok itu sebelum akhirnya berlalu bersama Vandra. Kedua remaja itu berjalan menyusuri koridor kelas 12. Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir, dapat mereka dengar bisik-bisik dari beberapa kakak kelasnya.
Kejadian saat Vandra dan Gilang baku hantam waktu itu masih saja jadi gosip beberapa orang yang tidak punya kerjaan, termasuk tiga cewek yang baru saja mereka lewati.
Lebih parahnya lagi, mereka dengan terang-terangan menunjukkan tatapan tidak sukanya pada Adiba, yang mana hal tersebut membuat Vandra ingin sekali menghampiri mereka lalu mengatakan dengan lantang supaya jangan membicarakan itu lagi jika tidak ingin berurusan dengannya kalau saja Adiba tidak menahannya.
"Udah, Van. Nggak apa-apa," kata Adiba menyadari perubahan raut Vandra. Adiba ingin memegang tangan Vandra agar cowok itu lebih tenang, tapi ia malu. Ia harap kalimatnya tadi cukup untuk menenangkan Vandra.
Kembali berjalan, kedua remaja itu bertemu Alden dan sahabat-sahabatnya.
"Hem udah baikan nih, ceritanya." Itu suara Gerald, cowok gila yang persis Vandra.
Vandra memperlihatkan deretan gigi putihnya kepada kakak kelasnya itu. "Iya nih, Kak."
Gerald yang tadinya bersandar pada tiang koridor menegakkan badan. Ketiga kakak kelasnya itu sedang ada di koridor kelas 12. Entah apa yang mereka lakukan di sana.
"Sekarang udah jadian?" tanya salah seorang cowok. Ambar namanya.
"Belum, Kak. Doain deh biar cepet," balas Vandra sembari menyengir ke arah Adiba.
Adiba tidak ikut merespon, hanya menampilkan senyum canggung. Berhadapan dengan kakak-kakak kelas yang katanya most wanted SMA-nya membuat Adiba malu.
"Pulang sana, cewek lo nggak nyaman," kata Alden angkat suara. Nada cowok itu terdengar datar.
"Tumben peka, Pak," sindir Gerald.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra [Completed]
Teen FictionBlurb : Vandra tak pernah menyangka jika ia akan menaruh hati pada Adiba. Taruhan konyol yang ia lakukan bersama sahabat-sahabatnya justru berujung suka. Adiba, gadis kaku yang katanya tak mengenal cinta. Akankah Vandra mampu 'tuk memenangkan hatin...