Vandra || 04

68 16 31
                                    

Vandra melempar asal tasnya. Sampai di rumah, cowok itu langsung menuju kamar. Ia membanting tubuh di kasur king size miliknya dengan seragam sekolah yang masih melekat pada tubuhnya. Vandra lantas memejamkan mata, rasa-rasanya tubuhnya butuh istirahat setelah menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain futsal bersama sahabat-sahabatnya.

Baru saja hendak terlelap, dering ponsel dari dalam tas mengagetkannya. Vandra berdecak, ia meraih guling lalu menutup kedua telinganya. Meski terasa mengganggu, tetapi Vandra tidak berniat sedikit pun untuk mengangkat panggilan masuk--entah dari siapa itu. Hingga panggilan ketiga kali, Vandra masih membiarkannya. Cowok itu tetap bertahan pada posisi sebelumnya.

"Bangsat!" umpatnya ketika dering ponsel untuk panggilan kelima. Rupanya si penelpon tidak menyerah untuk mengganggu tidurnya.

Vandra mendengkus ketika melihat nama Gilang terpapar di layar ponselnya. Barus saja hendak menjawab, panggilan itu diputuskan secara sepihak.

"Wah, ini anak mau gue hajar kali ya," monolognya. Ia berdecak kesal. Ketika hendak meletakkan ponselnya kembali pada meja belajar, sebuah chat dari Gilang muncul.

Gilang :
Waktu di jalan tadi
gue lihat Adiba gandengan
sama cowok.

Begitulah isi pesan Gilang.

Jadi, cowok itu menelponnya berkali-kali hanya untuk memberitahunya masalah ini? Sialan, padahal Vandra benar-benar mengantuk. Namun, kalau Vandra pikir-pikir lagi, mungkinkah orang yang dilihat Gilang itu Rama?

Entahlah, Vandra mengangkat bahu acuh. Ia tidak ingin memikirkan itu sekarang. Matanya benar-benar butuh memejam. Tanpa berniat membalas chat dari Gilang, Vandra kembali merebahkan tubuhnya.

Lagi, suara ketukan pintu diikuti panggilan Bi Ratih--asisten rumah tangganya--membuat Vandra membuka mata. Cowok itu lantas bangun lalu berjalan ke arah pintu sembari mengacak rambut kesal.

"Ada apa, Bi? Vandra mau tidur."

"Aduh maaf, Den. Tapi di bawah ada Non Keisya."

"Keisya?" Vandra terlihat terkejut.

Ratih mengangguk. "Iya, Den."

Vandra menghela napas. "Iya udah, Bi. Bilangin ke dia tunggu bentar. Saya mau mandi dulu."

"Iya, Den. Kalau begitu Bibi ke bawah dulu, ya."

"Iya, Bi. Makasih."

Setelah kepergian Ratih, Vandra menutup pintu. Ia meraih handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi.

*****

Vandra menuruni tangga dengan gontai. Langkahnya kian diperlambat. Jujur, ia sedang tidak ingin bertemu Keisya. Ia tidak yakin melihat wajah manis Keisya akan membuatnya membaik. Vandra menghela napas. Kenapa kisahnya serumit ini?

"Lo ada perlu apa ke sini?"

Sesaat setelah mendudukkan pantatnya pada sofa di depan gadis manis berambut panjang itu, Vandra langsung saja bertanya dengan mata yang pura-pura fokus ke ponselnya. Keisya dibuat sedih melihat sikap Vandra. Pikirnya, Vandra benar-benar berbeda dan tidak lagi selembut dulu.

Vandra [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang