Seperti biasa sepulang sekolah, Senja dan Zaki membimbing anak-anak yang akan mengikuti olimpiade. Tetapi hari ini berbeda seperti hari biasanya, banyak yang tidak mengikuti bimbel terutama siswa laki-laki.
"Kemana yang lain?" tanya Senja saat memasuki kelas.
"Gak tau, Kak. Tapi tadi mereka sekolah." jawab seorang gadis berkacamata yang bernama Erika.
"Mungkin mereka gak ikut bimbel hari ini."
"Ya sudah, kita mulai pelajarannya," ucap Senja yang mulai mencoret papan tulis dengan rumus matematika. Sedangkan di tempat Zaki, anak laki-laki yang mengikuti bimbel belakangan ini juga tidak masuk.
Saat jam bimbel telah selesai, Senja menghampiri Zaki untuk mengajaknya menuju kantin. Sebelumnya mereka sudah mengganti baju mereka. "Lo denger berita tadi pagi?" tanya Zaki yang sedang menyesap susu kotak rasa stoberi.
"Enggak, gw kan telat mana sempat liat tv?" jawab Senja sembari menyuap burger ke dalam mulutnya. Zaki mangut-mangut sembari memutar-mutar garpu di piringnya.
"Emang kenapa?" tanya Senja saat mengamati Zaki yang mulai menyuap mi goreng ke dalam mulutnya.
"Lo gak muak apa makan mi sama stoberi? Iyuuh stroberi," ucap Senja sembari menatap jijik pada susu kotak stoberi milik Zaki. Senja memang tidak suka dan anti pada strowberi, pernah sekali ia mencoba mencicipi susu strowberi dan kembali ia muntahkan lagi.
"B aja. Tadi pagi ada berita katanya kemaren malem itu ada yang tawuran, anak sekolah. Tapi belum tau sekolah mana soalnya gak ada yang ketangkep dan juga polisi nemuin ada jari kelingking yang putus di tkp." jelas Zaki.
"Jari kelingking? Tawuran pake golok?" tanya Senja.
"Iyalah, masa pake karet," jawab Zaki.
"Untungnya tawuran apasih njir, hadueh ... Gimana mau maju kalo anak-anaknya kayak gini terus?"
"Bisa jadi salah satu anggota pihak pertama mati gara-gara pihak kedua kan? Dan itu berlanjut terus sampe habis atau juga bisa karena saling hina satu sama lain? Yang pasti sih hasutan Setan," ujar Zaki.
"Udah maghrib loh bang!"
"Yang bilang masih pagi siapa?"
"Btw, anak kelas gw gak lengkap tadi kalo lo?" tanya Zaki pada Senja.
"Sama, dan itu rata-rata anak cowok," jawab Senja. Kemudian kembali hening, hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring. Namun, sedetik kemudian Zaki dan Senja saling tatap.
"Atau jangan-jangan yang tawuran itu anak sekolah kita?" tanya mereka kompakan.
"Di mana tempat kejadiannya?" Senja mulai membuka laptop miliknya. Sudah tau bahwa Senja bisa meretas bukan?
"Jalan melati perempatan ... Ah pokoknya ada toko donat didekat sana," jawab Zaki yang mulai berpindah duduk di samping Senja. Senja mulai mencari lokasinya dan melacak cctv di sudut toko donat itu.
"Ini wajah Bara, ini motor Lio!" Senja memperbesar videonya. Ia melihat motor yang sering dipakai adiknya terlihat jelas di sana, juga wajah Bagaskara.
"Ni anak ngelunjak, bahaya kalo papa gw tau!" Senja melenyapkan video tersebut dan menutup laptop dengan segera dan menyambar tas miliknya.
"Kemana Jen?!" tanya Zaki sedikit berteriak.
"Pulang, tolong kabari sama anak-anak geografi kalo hari ini gak bimbel," ucap Senja sembari mendorong pintu kantin.
"Hee... Seenaknya." gumam Zaki dan ikut beranjak dari sana.
***
Sesampainya Senja di pintu utama rumahnya, ia melihat keadaan rumah yang hening. Senja membuka pintu dan menutupnya kembali.
"Jawab papa!" Senja mendengar suara papanya dari ruang kerja Kay. Senja berjalan cepat menaiki tangga dan menghampiri ruangan Kay."Pa?" Senja membuka pintu dan melihat papanya yang sedang berdiri sambil melipat tangannya di depan dada dengan Lio yang ada di depannya sembari menunduk. Kay tidak terlalu memperhatikan kehadiran Senja.
"Apa untungnya? Mau balas dendam sama siapa? Dari mana motivasi kamu untuk ikut tawuran Adelio Zaferino!?" tanya Kay sedikit membentak.
"Pa..." panggil Lio.
"Papa butuh jawaban!" tukas Kay dengan wajah datar. Senja takut melihat ayahnya saat marah seperti ini.
"Memangnya papa gak pernah muda!" teriak Lio sambil menunduk dan menutup matanya kuat-kuat. Senja terkejut mendengar jawaban itu begitu juga dengan Kay.
"Hah..." Kay membuang napas tak percaya, ia melihat ke atas lalu kembali melihat Adelio dan Senja. Sedetik kemudian Kay bersandar pada meja kerjanya. "Apa papa gagal didik kalian?" kalimat yang meluncur dari mulut Kay, Senja bisa membayangkan betapa terpukul hati papanya.
"Apa papa kurang perhatiin kalian? Apa semua yang papa ajari, semua yang papa beri masih kurang, Adelio?" lirih Kay menatap nanar anaknya itu.
"Balik ke kamar kamu!" titah Kay. Adelio dengan segera keluar dari ruangan papanya sedangkan Senja menatap sedih papanya sebelum akhirnya keluar dari sana menyusul adelio memasuki kamarnya.
"Kenapa?" tanya Senja pada Adelio. Adelio berbalik dan menatap kakaknya.
"Apa?" tanya Lio tidak enak didengar.
"Tawuran?"
"Ya terserah gw, apa urusannya sama lo?"
"Ngelunjak lo ya?"
"Jangan campuri urusan gw!" sarkas Lio. Mendapat jawaban seperti itu, Senja tak bisa menahan diri untuk tidak melayangkan tinjunya pada wajah tampan adiknya ini.
"Gw gak akan ikut campur kalo lo bukan adik gw!" bentak Senja pada Lio yang sudah tersungkur di lantai.
"Cih." Lio mengusap sudut bibirnya yang sobek.
"Kenapa lo ikut tawuran?" tanya Senja lagi.
"Karena temen-temen gw terus mojokin gw terkhusus Bara! Mereka gak bakal mau temenan sama gw kalo gw gak ikut dan gw bakal dianggap penghianat! Puas lo?" teriak Lio sembari menatap Senja berang. Senja menghela napas dan berjongkok di depan adiknya.
"Itu? Cuma itu, cuma karena alasan itu dan elo dengan bodohnya ikut tawuran? Pake otak lo, jenius! Percuma pinter pelajaran tapi pikiran lo sempit!" Senja mendorong sedikit kepala adiknya yang membuat Lio menggeram.
"Lo gak mikirin papa? Dia udah mati-matian didik kita tanpa mama, lo tau gak sih seberapa capeknya dia hah? Kadang dia gak tidur cuma buat kita dan lo gak ada rasa kasihan barang sedikit pun sama papa?" tanya Senja lirih.
"Tapi entar gw gak punya temen, Ja." mata Lio mulai berkaca-kaca. Lio mulai melembut.
"Siapa bilang lo gak punya? Papa pernah bilangkan, cari temen yang bisa ngajak lo ke jalan kebaikan bukan temen yang menjerumuskan elo kedalam lubang hitam, gw miris liat lo."
"Lo mentingin temen kayak gitu daripada keluarga lo? Lepasin mereka, sebelum lo terjerumus terlalu dalam dan minta maaf sama papa," ucap Senja.
"Papa pernah ngajarin kita sopan santun kan? Papa gak pernah nyuruh orang lain buat ngajar tata krama ke kita kan? Papa sendiri yang turun tangan. Jangan bikin papa kecewa yo, jangan bikin papa merasa gagal ngedidik kita. Jangan sampe perkataan orang-orang ke kita itu jadi nyata. Bahwa papa gak bisa ngedidik anak-anaknya tanpa mama." Senja menepuk pundak adiknya dan keluar dari sana meninggalkan Lio yang sedang mencerna ucapan Senja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rajendra
Fiksi RemajaSQUEL dari YOUNG MOM. ☜☆☞ Tawa yang ia nampakkan adalah luka yang ia pendam.