25. Arunika

515 91 7
                                    

Sepulang sekolah, Senja memutuskan untuk menjenguk gadis yang belum ia ketahui namanya itu di rumah sakit. Bertepatan dengan itu Toro juga berniat untuk pergi ke rumah sakit untuk mengecek luka tubuhnya.

"emang lo butuh obat?" tanya Hima malas.

"iyalah lo kira gw apaan?" jawab Toro sembari memutar setirnya.

Mobil Toro memasuki pekarangan rumah sakit kota, Toro langsung mengarah ke parkiran untuk memarkirkan mobilnya. Toro turun terlebih dahulu dari dalam mobil diikuti oleh Hima.

"Mau sekalian gw tanyain obat penenang lo gak?" gurau Toro pada Hima yang berjalan beriringan dengannya.

"Apaan!" kesal Hima mendelik ke arah Toro.

"Ya siapa tau lo kumat kayak kemaren?"

"Jalan lo sana, buruan. Obatin luka lo, terus sekalian minta obatin juga otak sama hati lo. Mana tau keganjel batu di sana!" sarkas Hima. Toro menatap tenang ke depan mendengar sarkasme dari Hima, lalu saat melewati taman rumah sakit. Toro menangkap sosok Senja yang sedang berbicara dengan seorang gadis.

"Hima, Rajendra punya adik?" tanya Toro yang masih menatapi punggung Senja dari kejauhan.

"Tau tuh," jawab Hima yang masih berjalan sembari menatap lurus ke depan. Tiba-tiba Toro berhenti,  membuat Hima ikut berhenti dan berbalik.

"Buruan," ucap Hima sembari membetulkan letak ranselnya. Menyadari keanehan pada Toro, Hima segera mengikuti arah pandang Toro.

"Lo liat apa sih?" celetuk Hima.

"Itu, Jendra kan?" gumam Toro.

"Jendra siapa? Rajendra?" tanya Hima.

"Hooh, liat tuh. Gw kira Jen sukanya sama elo?" Toro menunjuk Senja yang duduk dibangku taman dengan seorang gadis.

"Atau dia gak suka elo? Gw culik cewek itu aja kali ya?" tanya Toro pura-pura serius, yang aslinya hanyalah candaan. Mana mungkin ia melepaskan Hima begitu saja.

"Samperin yuk?" Toro menarik paksa tangan Hima.

"Eeh lepasin! Apaan sih pegang-pegang!" Hima berusaha melepaskan cekalan Toro.

"Jendra?" Toro menepuk punggung Senja. Senja sedikit terlonjak kaget saat mendapati tepukan di punggungnya.

"Siapa nih, cewek baru?" tanya Toro pada Senja. Senja mengabaikan pertanyaan Toro dan melihat orang di samping Toro.

"Hima?"

"Apa yang Hima-Hima? Gw ke sini sama Hima mau ambil obat. Lo ngapain di sini?" tanya Toro.

"Gak nanya tuh, gak mau jawab juga," ujar Senja santai yang membuat Toro ingin menendangnya sekarang juga. Senja menaruh mangkuk bubur yang ada ditangannya tadi di atas meja dan mengabaikan si gadis.

"Polos, penurut, pinter," gumam Hima tanpa sadar yang kembali mengingat percakapannya bersama Senja dahulu, sembari menatap lekat si gadis disamping Senja. Lalu tanpa ia sadari bibirnya terangkat memperlihatkan senyum miris.

"Bodoh," Himawari pikir gumamannya tidak didengarkan oleh orang di sekitarnya, tetapi dari saat pertama Hima membuka mulut semua mata dan telinga mereka sudah tertuju padanya.

"Lo kenapa Hima?" tanya Toro merasa aneh, Toro mengibaskan tangannya di depan Hima membuat Hima tersadar dan memandanginya.

"Maaf, tadi kakak ngatain saya?" tanya si gadis disamping Senja tiba-tiba. Hima hanya menatapnya sebentar tanpa memberi jawaban.

"Cewek lo?" tanya Hima pada Senja. Senja menggeleng pelan.

"Doain aja kak!" celetuk gadis itu lagi yang membuat Hima saling bertatapan dengan Toro, geli rasanya.
"Tuh kak, doain doinya jadian sama cewek lain." ejek Toro pada Hima.

"Rumah lo gw ledakin, mau?" kesal Hima pada Toro, yang membuat Toro tertawa hambar.

"Kok marah? Berarti bener dong lo suka sama Jendra?" usil Toro.

"Akrab ya?" celetuk Senja tiba-tiba. Toro dan Hima reflek menatap Senja.

"Oh iya, udah serumah ya pantes akrab." Senja memaparkan senyum paksa.

"Oh jelas dong, kenapa? Marah?" tantang Toro menatap nyalang pada Senja.

"Arunika, lo bisa masuk ke dalam sendiri gak?" tanya Senja yang mendapat gelengan dari gadis di sampingnya.

"Ooh namanya Arunika, Hima," ucap Toro memberitahukan Hima. Hima sudah ingin berbalik meninggalkan mereka bertiga tetapi tangannya dicekal Toro, lagi.

"Gw saranin obatin luka lo dulu," ucap Hima sembari menepis tangan Toro.

"Gw saranin selesain masalah ini dulu!" Senja sudah berdiri dari kursi.

"Gw pikir, masalah ini makin berbelit. Toro yang mau gw mati, lo yang terus menjauh dan kalian yang makin lama makin akrab. Lo lagi main trik apa lagi?" tanya Senja tajam ke arah Toro.

"Sekarang,  sekali lagi gw tanya sama lo. Sebenarnya masalah lo sama gw itu apa?" tanya Senja yang sudah sepenuhnya menatap Toro.

"Kalo emang lo mau gw mati. Tembak aja gw sekarang,  permintaan dari klien lo kan?" tanya Senja lagi.

"Gw heran, tiap kali gw tanya lo pasti diam. Bener apa yang gw omongin? Dan juga, sejak saat lo culik Hima,  gw liat lo makin jarang bikin masalah. Sebenarnya permainan lo ini apa sih? Mau bunuh gw dan dapetin hatinya Hima?" Toro seperti tertembak tepat oleh perkataan Senja. Benar apa yang dikatakan Senja, Toro sudah jarang berulah dan Toro juga seperti merasakan suatu perasaan yang aneh pada Hima.

"Ayok." Toro menarik tangan Hima dan ingin pergi dari sana. Toro tak bisa melanjutkan perdebatan ini lagi,  bisa-bisa ia hilang kendali dan menghajar Senja,  tak apa jika ia yang menang tapi bagaimana jika Senja yang menang dan berhasil membawa Hima darinya,  walau Toro tau Hima tidak akan pergi karena Toro sudah mengancam Hima dengan perkataan akan membunuh Senja secepatnya.

"Lo juga Hima!" Senja sedikit meninggikan suaranya.

"Sebenernya lo itu mau lari atau enggak sih dari Toro? Tante Ruhi khawatir loh sama lo Hima." lanjut Senja, Hima tau Ruhi mengkhawatirkannya. Hima juga ingin lari dari Toro, tetapi Senja tak tau bahwa Hima memikirkan ia yang akan kehilangan nyawa jika Hima pergi dari sisi Toro. Hima juga sedang berusah untuk melunakkan hati Toro dan membujuk si berandal ini untuk tidak membunuh Senja. Walau caranya tidak lembut.

"Kok gw liat lo kayak nyaman gitu ya sama Toro? Kenapa lo gak berusaha lari? Kayaknya percuma aja gw khawatirin elo ya?"

Ucapan Senja masih tak mendapat sahutan dari Hima membuat Senja menjadi geram.

"Toro ngasih apa aja sama lo ha?"

"Pergi aja yuk?" Toro kembali menarik tangan Hima, tetapi Hima masih tak bergeming.  "Ayok?" ajak Toro lagi.

"Toro ngasih kenyamanan apa sama lo?" Senja menampilkan smirk. Ini lah yang Hima benci dari Senja, tatapan merendahkan milik Senja.

"Lo ngapain dia, sampe dia jadi kayak gini?" tanya Senja pelan pada Toro, pelan namun menekan. Toro tau maksud dari ucapan Senja, Toro bergerak mendekati Senja dan reflek melayangkan sebuah pukulan. Toro melakukannya tanpa sadar, kaki dan tangannya bergerak dengan sendirinya saat melihat tatapan Senja. Kenapa ia marah?

"Toro!" Hima langsung menghampiri Toro dan menariknya dari Senja. Hima sempat melirik Senja khawatir sebelum akhirnya benar-benar menyeret Toro pergi.

"Lo ngapain pukul anak orang?" ketus Hima sembari memukul Toro

"Ya habisnya dia ngomong gitu sama Lo! Gak sopan!"

"Emang lo sopan? Kenapa juga lo harus marah,  inget ya kita ke sini itu mau ambil obat lo bukan mau ikut MMA dadakan, dasar, doyan banget baku hantam!"

Toro mengangkat alisnya menatap Hima yang terus mendumel. Tetapi, benar juga,  untuk apa dia marah? Kenapa juga dia harus marah? 

RajendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang