13. Canggung

1.8K 241 35
                                    

Orang bodoh selalu berada di urutan paling bawah, selalu menjadi pesuruh si pintar, sampai kapan mau di jajah?"
-Leo Alexander

••••

Himawari turun dari mobil dan melangkah memasuki pekarangan sekolahnya. Kemarin malam, perempuan itu mengajak Himawari ke rumahnya yang seperti kastil itu, ia juga mengobati luka Himawari dan mendengarkan cerita Himawari. Hima sedikit tenang saat itu, ia juga bisa tidur nyenyak di sana.

Saat sarapan tadi, Hima juga bertemu dengan suami dari wanita yang menyelamatkannya. Ia terlihat tampan, pantas saja Leo tampan ternyata keturunan ayahnya.

"Pagi Hima?" sapa Arya dari parkiran. "Sekalian dong!" panggilnya, Arya menyusul langkah Hima.

"Kepala lo kenapa?" tanya Arya saat melihat perban yang membalut kepalanya. Walaupun berbalut jilbab, Arya tetap bisa melihatnya.

"Kena vas bunga," jawab Hima terang-terangan.

"Kok bisa? Mau bunuh diri lo?"

"Tepatnya mau dibunuh," jawab Hima lagi.

"Waduh, gawat banget. Eh btw, lo kan jago matematika nih, tolong ajari temen lo ini yak?"

"Kita temen?" tanya Hima sedikit tertegun.

"Ya lo kira kita ini apa? Pacar?" celetuk Arya.

"Dih?"

"Yaa yaa, ajarin gww!" pinta Arya sedikit memaksa.

"Heh, coba ya bedain permintaan sama pemaksaan! Lo kira gw babu lo?"

"Iyaa, Himawari yang cantik, pinter, dingin, jutek, ngeselin, ajarin abang Arya ya?" mereka sudah hampir sampai di depan pintu kelas.

"Itu pujian atau hujatan?"

"Di campur."

"Temen lo mana?"

"Senja maksudnya? Tu anak sibuk." mereka sudah memasuki kelas dan duduk di kursi masing-masing.

"Ntar ke perpus," ucap Himawari.

"Siaap bos!"

Senja melihat Himawari yang juga melihatnya sekilas, ia kembali berbicara dengan Hwan dan kembali tertawa. Hima dan Senja terlihat akur hari ini. Lebih tepatnya tidak berinteraksi. Senja yang sungkan pada Hima dan Hima yang canggung pada Senja. Andai saja situasi kemarin itu tidak terjadi.

***

Saat bel istirahat berbunyi, Hima langsung menuju perpustakaan bersama dengan Arya yang membawa buku matematikanya. Arya juga sempat pergi ke kantin dan balik lagi ke perpustakaan dengan membawa sebungkus roti untuk Hima.

"Jadi ini itu, kolom pertama dikali baris pertama, ini pelakaran kelas dua loh Ar, masa gak tau?" Hima mulai memebolak balik buku matematika itu.

"Gw gak bisa terlibat sama angka, lambat tangkap gw," keluh Arya.

"Usaha dong Ar, keberhasilan itu bukan dari kepintaran tapi dari usaha, percuma juga pinter kalo males," ucap Himawari.

"Iyaaa nyai, eh tapi tumbenan hari ini lo sama Senja gak ngeluarin satu katapun. Biasanya kalian kan selalu rame tuh, walaupun cuma sapa-sapa?" tanya Arya.

"Jadi ini itu begini." Himawari tak menjawab pertanyaan Arya ia malah mengajari Arya hal inj dan itu tentang matematika.

Sampai jam istirahat habis, Arya sudah duluan kembali ke kelas meninggalkan Hima di perpustakaan. Saat melewati lantai dua, Hima berpapasan dengan Senja. Mereka berhenti sejenak dan menatap satu sama lain. Ingin bicara tapi canggung.

"Hati-hati sama Toro," ucap Senja sembari menepuk bahu Hima lalu berlenggang pergi. Hima sedikit terkejut saat mendapati tangan Senja menepuk ringan bahunya, ya ampun ia seperti terkena sengatan listrik.

"Miraa~" sapa Senja pada gadis berambut lurua sepinggang yang baru saja berpapasan denganya. Ingat Mira yang itu kan?

"Apa Senja?" tanya Mira ramah.

"Gak, cuma sapa aja. Gimana kabarnya baik? Masih baper sama Senja?" tanya Senja usil. Himawari yang melihat interaksi antara Senja dan Mira merasakan rasa tidak enak dihatinya.

"Senja dari kecil ngeselin!" teriak Mira marah. Himawari memutuskan untuk segera memasuki kelasnya sebelum rasa panas itu semakin menjadi-jadi. Waduh apa nih, Hima cemburu?

***

S

aat bel pulang sekolah berbunyi, Hima menunggu jemputannya di luar gerbang sekolah. Bertepatan dengan itu, mobil Senja berhenti di sampingnya.

"Laura!" panggil Senja pada adik kelasnya yanh berada di samping Hima.

"Iya kak?" jawab adik kelas itu tersipu.

"Mau gw antar?" tanya Senja. Tentu saja ada maksud dan tujuannya, Laura adalah mantannya Toro. Senja ingin menanyakan beberapa hal tentang Toro. Karena sepertinya anak itu tidak akan pernah diam sampai Senja membuatnya terdiam.

"Gak ngerepotin kak?"

"Gak, ayok?" Laura mengangguk dan memasuki mobil Senja. Senja tadinya tidak memperhatikan ada Himawari di sana.

"Hima, mau bareng?" tanya Senja polos.

"Gak," jawab Hima. Hima kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan papper bag lalu menyodorkannya pada Senja. "Titip baju adek lo, makasih!" setelah memberikan itu Hima memasuki mobil jemputannya.

"Siapa kak?" tanya Leo yang berada di dalam mobil bersama dengan supirnya.

"Temen kakak?" tanya Leo lagi.

"Mungkin? Leo kelas berapa sih?" tanya Hima penasaran. Pasalnya kemarin Hima sempat melihat Leo yang sedang latihan beladiri dengan pengawal ayahnya.

"Kelas sembilan, Leo loncat kelas sebenarnya Leo kelas tujuh," jawab Leo polos.

"Wow, Senja dulunya juga mau loncat kelas pas kelas sembilan, tapi katanya dia maj menikmati masa-masa sekolahnya kayak orang normal." celetuk Himawari tanpa sadar.

"Senja siapa kak?" tanya Leo bingung.

"Oh? Itu temen aku," jawab Hima kikuk.

"Oiya kak, gimana kalo nanti kit latihan bareng. Supaya kakak busa beladiri? Minimal menghindar kalo mau dipukul orang?"

"Boleh,"

"Nanti latihan sama aku aja ya?"

"Wah? Aku jadi ragu. Leo kan jago beladiri."

"Aku gak bakal nyakitin kakak kok."

"Mohon bimbingannya kalo gitu."

"As you want, baby."

"Hey," Hima sedikit terkejut dengan jawaban anak kecil ini. Ya ampun jawabannya tidak sesuai ekspetasi.

"Sekarang jaman apa kak? Yang pintar bisa melakukan apa pun walaupun itu anak kecil. Kalo aku bodoh, baru menggelikan mendengar jawaban yang keluar dari mulutku barusan!" ucap Leo percaya diri.

"Maksudnya yang bodoh selalu berada di bawah?"

"Bukankah, aturan dunia selalu begitu? Yang bodoh dan tidak memiliki pendirian itu seperti kerbau dicolok hidungnya. Mau melakukan apapun yang disuruh si pintar, termasuk yang cepat termakan berita hoax."

"Lagi pula siapa sih yang mau jadi pesuruh? Pintar, memiliki skill, dan berakhlak adalah anak muda yang sebenarnya! Apalagi yang jago bicara di depan umum,"

"Orang lemah dan bodoh tidak dianggap oleh dunia, makanya kita harus pintar, sampai kapan mau dijajah? Jika negeri ini kembali terjajah aku mau pindah aja deh,"

"Heh? Bukannya barusan kamu ngomong sesuatu yang terdengar cerdas?"

"Soalnya aku gak sanggup sama masyarakatnya, tapi kenapa kita jadi ngomongin ini?"

"Pembicaraan kita random ya?"

"Ahaha, gak apa-apa terkadang yang terlalu teratur itu tidak seruu!"

RajendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang