40. Kelulusan

157 25 0
                                        

Seiring berjalannya waktu, anak-anak kelas dua belas semakin disibukkan dengan segala tetek bengek menuju kelulusan. Mulai dari mengerjakan berbagai macam soal, mengikuti berbagai macam les, dan juga bimbel sana-sini agar dapat diterima di perguruan tinggi yang mereka tuju.

Senja, sejak saat cekcok kecil dengan Hwan, ia tak lagi memperdulikan Himawari. Begitu juga dengan Hwan, ia tak lagi peduli tentang bagaimana keadaan mantan pacarnya. Beban pikiran mereka terlalu banyak sekarang.

Namun akhirnya semua beban pikiran mereka sedikit terangkat saat hari kelulusan tiba. Terlihat wajah remaja-remaja yang akan beranjak dewasa itu berseri-seri saat menerima berbagai macam penghargaan.

"Akhirnya Ya Allah, akhirnya lulus jugaaa," ucap Arya dramatis sembari memeluk topi toga miliknya.

"Jangan seneng dulu lo, masih ada kuliah, masih ada sks, masih ada skripsi, masih ada proposal, banggain ortu, kerja, nikah, punya anak, ngurus anak, jadi ayah, tua, sebelum mati. Perjalanan masih panjang," ucap Zaki panjang lebar yang membuat senyum diwajah Arya luruh seketika.

"Ya itu kalo gak ketabrak motor trus meninggal ditempat Jek!" celetuk Arya yang dibalas kedikan bahu oleh Zaki.

"Hidup emang berat, kitanya aja yang terlalu santai, dibawa hepi, yang pait pun dimanisin aja!" celetuk Hwan yang sedang mengunyah makanan dari acara kelulusan itu.

"Apa kabar, Jen?" tanya Gin saat melihat Senja yang terkulai lemas di atas kursinya.

"Terguncang, guys. Gue heran mau banggain ortu gue pake apa. Mereka punya banyak duit, mama gue pinter, papa gue pinter. Rumahnya gede, mapanlah. Mau gue naikin haji, mereka udah kesana, jadinya gue harus apa?" tanya Senja putus asa.

"BWAHAHA masya Allah, gajadi jadi anak sholeh!" tawa Hwan pecah.

"Ciee yang mau banggain ortu tapi bingung!" ejek Hwan.

"Sifat lo aja. Mama gue selalu bilang gini. Mama gak minta apa-apa cukup sikap Zaki aja yang baek, yang hangat, yang ramah, gak bentak-bentak, gak marah-marah, akur sama adeknya. Mama udah seneng. Gitu kata mak gue," ucap Zaki.

"Gue akur kok sama si kembar, gue juga gak bentak, gak marah-marah," ucap Senja memberi jeda sejenak. "kayak lo." lanjutnya bergumam.

"Ooh... mungkin, lo harus lebih kalem. Papa lo kan sering ngeluh lo itu cerewet?"

"Udah lah, Jen. Lo tinggal belajar, sikap yang baik, ibadah, jadi anak yang soleh, berguna buat banyak orang. Ortu lo pasti udah bangga punya anak kek elo. Kalo kayak Zaki, baru..." ucap Hwan sembari melihat Zaki dari atas ke bawah.

"Gue kenapa?" tanya Zaki menatap nyalang pada Hwan.

"Ini, suka marah-marah, jutek, bikin sakit hati. Baek in sikap lo, Jek!" celetuk Hwan.

"Gue juga udah usaha!" ketus Zaki yang terlihat lucu dimata mereka.

"Kasih jarak dong sama alis lo, ntar keriput loh, jangan sama dia mulu dikasih jarak," ucap Senja sembari mengusap kasar wajah Zaki.

"Hahaha, udah-udah hargai Zaki yang gak ngebanting meja," ucap Arya kemudian.

"Kapan gue pernah banting meja? Elo tuh jangan keseringan nyuri internet punya orang, beli dong kek gada modal!" ketus Zaki.

"Ya ya ya....."

"Mules perut gue denger lo ngoceh," ucap Arya sembari mengusap perutnya dan berjalan menjauh dari sana.

"Dih, ada acara begini sempat-sempatnya dia boker?" celetuk Hwan lagi.

"Udah, sekarang kasih tau gue kalian pada kuliah dimana?" tanya Senja pada teman-temannya. Saat ujian semester akhir dimulai, mereka sepakat untuk tidak memberitahu satu sama lain di universitas mana mereka akan diterima.

"Coba tebak gue dimana?" Hwan mengedipkan matanya usil. Senja berdecak kesal sembari menatap Hwan malas.

"Oxford," ucap Gin begitu saja, yang membuat Senja membelalakkan mata. Ia pikir teman-temannya hanya akan kuliah di dalam negeri saja. Senja mencoba tenang, mungkin hanya Gin yang keluar negeri, pikirnya.

"Gue di China," ucap Hwan kemudian. Baiklah, mungkin saja mereka berdua sepakat untuk keluar Negeri, sekarang saatnya bertanya pada Zaki.

"Lo?" tanya Senja.

"Harvard," jawab Zaki begitu saja. Lagi-lagi mata Senja membola. Ia pikir teman-temannya hanya akan menetap di sini, itu sebabnya Senja tidak berencana mendaftar kuliah di sana. Ternyata mereka ingin merantau cukup jauh, dan hanya Senja sendiri yang kuliah di sini?

"Lo pada serius?" tanya Senja masih tak percaya. Jika ia tahu begitu, ia juga ingin mendaftar kuliah di luar negeri.

"Iya, lo dimana? Eropa, Inggris?" tanya Gin berusaha menebak, Senja pasti lulus di salah satu universitas luar negeri, pikirnya. Secara, nilai Senja lebih tinggi dari pada mereka.

"Kanada!" jawab Senja ketus. Gin dan Zaki membeo ucapan Senja.

"Ooo Kanada," beo mereka kompak. Senja langsung menatap mereka nyalang lalu berganti dengan ekspresi seakan-akan ingin menangis.

"Terus, lo pada percaya gitu?!" tanya Senja sedikit ketus.

"Yah, terus? Kata lo Kanada kan?" tanya Zaki balik.

"Enggak..." Senja memasang wajah memelas. "Gue kira kalian stay di sini, jadi gue gak ambil di luar," ucap Senja.

"Ya?" Zaki dan Gin saling beradu tatap mendengar itu.

"Gue kira lo juga ambil di luar, Jen."

"Kalian mah, pokoknya pas pulang balik kalian wajib bawain gue oleh-oleh gak mau tau!" tuntut Senja.

"Lo beli aja sendiri uang lo kan banyak!" ketus Hwan.

"Yee, gak bisa gitu. Kalian sepakat kuliah keluar negeri tapi gak ngajak gue!"

"Yah kan katanya disembunyiin? Gue juga gak tau kalo yang lain juga bakal keluar, gue kira lo juga!"

"Hee udah-udah, mending sekarang nikmati pesta dulu aja, ya?" lerai Gin saat Senja ingin kembali menyahut Hwan.

"Hiks... tega banget gue ditinggal sendiri. Awas ya lo pada, ntar gue punya temen baru dikuliahan!"

"Emang lo doang, kita juga kali!"


RajendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang