36. Rujak

352 68 6
                                    

Senja menutup pintu mobil Gin saat sudah sampai di halaman rumahnya. "Gak masuk dulu?" tanya Senja pada Gin.

"Gue gak mau di amuk sama Bunda Icha, udah cukup uang gue terkuras buat lo," jawab Gin.

Senja berdiri diam sejenak sedang memikirkan sesuatu. "Yaudah deh gue ikut lo aja, takut gue," ucap Senja yang sudah ingin meraih gagang pintu mobil namun Gin sudah lebih dulu menjalankan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Senja. Senja mematung untuk beberapa saat dan kembali menelan umpatan terkasar yang ia ketahui.

"Sabar... sabar... itu temen Senja bukan temen da... ekh itu anak!" Senja mengelus dada dengan sabar. Senja berbalik dan berjalan menuju pintu rumahnya.

Sebelum benar-benar masuk, Senja berkaca sesaat di kaca jendela depan rumahnya dan melihat betapa berantakannya dia.

Senja menyisir rambutnya hingga terlihat rapi kemudian merapikan seragam dan dasinya. Tentang kaos putih yang terkena darah tadi sudah Senja buang di tong sampah rumah sakit. Luka-luka memarnya juga sudah di obati di rumah sakit, terdapat beberapa plester luka yang menempel di pelipis dan ujung bibir Senja.

Senja dengan pelan membuka pintu rumahnya dan mengintip ke dalam rumah. Alangkah kagetnya ia saat mendapati wajah sang ayah di depan pintu membuat belakang kepala Senja terbentur daun pintu yang satunya.

"Aw... papa kok muncul tiba-tiba sih?" tanya Senja sedikit meringis.

Kay tak menjawab, ia malah memperhatikan wajah pucat anaknya yang tertempel plester luka di sana. Kay memegangi dagu Senja dan memutar wajah Senja ke kanan dan kiri.

"Berantem lagi?" tanya Kay dingin membuat Senja diam di tempat.

"Papa nanya!" tegas Kay.

"Iya pa," jawab Senja sembari merunduk.

"Kenapa lagi?" tanya Kay.

"Bukan apa-apa sih Pa, main-main aja," jawab Senja memberikan alasan. Kay nampak menghela napas panjang dan memijit pangkal hidungnya.

"Yaudah masuk sana, sebelum mama liat," ucap Kay lalu berjalan keluar dari rumah.

"Papa mau kemana?" tanya Senja.

"Mau ambil jambu di depan, mau ngerujak," jawab Kay sembari berjalan menjauh mendekati pohon jambu.

"Senja bantu manjat ya?" tawar Senja yang sudah menaruh tasnya di depan pintu.

"Boleh, bawain keranjang buah di belakang dulu," jawab Kay sedikit berteriak. Senja dengan cepat mengait tasnya dan melemparkan tas itu di sofa ruang tamu lalu berlari ke dapur untuk mengambil keranjang buah.

Saat Senja sedang mencari-cari dimana letak keranjang itu, mamanya datang dari belakang dan bertanya padanya sedang mencari apa.

"Keranjang buah dimana ma?" tanya Senja.

"Di dalam lemari," jawab Alisya.

"Okeh makasih ma," ucap Senja yang kemudian berbalik sembari menutup wajahnya dengan keranjang buah tersebut.

"Kamu berantem lagi?!" tanya Alisya saat tak sengaja melihat plester yang melekat di siku Senja. Senja menghentikan langkahnya dan terdiam di tempat.

"Eng... itu..."

"Kan... tau ah mama capek ngoceh teruuss dari kemaren. Gak masuk-masuk tuh di kepala kamu. Baru sembuh udah luka lagi. Jangan-jangan pas mama gak ada kamu tiap hari gini ya hueeee!" tangis Alisya pecah. Senja meringis di tempat lalu berbalik menghadap mamanya. Kenapa ibunya ini jadi sensitif begini? Biasanya ia hanya akan marah, tetapi sekarang menangis?

RajendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang