Adelio yang sedang melipat sajadahnya mengingat kembali perkataan Senja padanya. "Jangan kecewain papa yo, jangan sampe perkataan orang-orang ke kita itu jadi benar. Bahwa papa gak bisa ngedidik anak-anaknya tanpa mama"
Kalimat terakhir yang diucapkan Senja kembali terngiang-ngiang di dalam otaknya. Ia tau yang ia lakukan ini tidak benar, perasaannya saat tawuran pun tidak tenang. Tetapi Bara adalah teman baiknya setelah Sean.
Adelio duduk di pinggir kasurnya dengan bimbang, ia melihat ponselnya yang tergeletak begitu saja di sana. Apa ia harus terus mengikuti Bara? Atau ia harus mendengarkan Senja. Lio menggigit kuku jarinya bimbang.
Jika ia mengecewakan Kay, Alisya akan sedih juga ayahnya. Jika ia meninggalkan Bara, ia akan dianggap mengkhianati temannya. Tapi apa yang dilakukan Bara itu salah dan ia tidak mau melihat Alisya kecewa juga Kay.
Adelio menyambar ponselnya dan langsung menelepon Bara.
"Iya, ada apa Yo?"
"Gw berenti!" ucap Lio langsung.
'Maksudnya?"
"Gw gak ikut tawuran lagi"
"What?! Yo, what's wrong with you?"
"Gw gak mau bikin papa gw kecewa!"
"Come on, boy. Lo tinggal bilang kayak apa yang gw suruh?"
"Gak, Bar. Semua ini gak bener, gw gak tega ngomong kayak gitu sama Papa!"
"Yo, Rayon meninggal gara-gara mereka! Dan lo gak mau balas dendam untuk Rayon?"
"Balas dendam itu gak ada habisnya, Bar. Kalo terus terusan kayak gini satu persatu dari kita pasti bakal jadi korban selanjutnya. Alex contohnya, kelingkingnya putus gara-gara di bacok anggota lain, lo gak mikirin perasaan dia apa!"
"Lo penghianat Yo!"
"Maaf, Bar. Tapi dari awal gw gak ada niat buat tawuran. Gw gak mau ngelanjutin ini. Apa yang kita lakuin itu gak bener, Bara!"
"Lo bukan temen gw, gw kecewa sama lo!"
Sambungan telepon terputus secara sepihak. Akhirnya Adelio sedikit merasa lega karena ia tidak melakukan hal yang bertentangan dengan hatinya. Sekarang ia harus meminta maaf pada Kay tentang kata-katanya tadi. Lio melangkahkan kakinya menuju ruangan Kay, saat sudah berada di depan pintu Lio sedikit ragu untuk membuka pintu tersebut.
Apa Kay sedang sibuk? Atau Lio menyampaikan permintaan maafnya lain kali saja? Sepertinya Kay marah besar padanya tadi, itu lah segelintir pikiran Lio. Lio kembali menurunkan tangannya dari knop pintu dan ingin beranjak pergi. Namun, pintu sudah duluan terbuka menampilkan sosok ayahnya yang gagah dan tampan.
"Wanna say something, dear?" tanya Kay dengan suara berat. Apa papanya ini adalah seorang raja dulunya? Kenapa wibawa dan karismanya sangat terasa? Dan juga papanya ini seakan tak pernah hilang ketampanannya. Lio sampai terpesona pada karisma papanya.
Lio mengusap belakang lehernya sebentar. "Yeah, i do." jawab Lio sembari melihat kemana lain tak berani beradu tatap dengan Papanya.
"Sebelum itu, boleh ambilin air minum untuk papa? Jangan dicampur racun ya?" Kay kembali masuk kedalam ruangannya. Lio berjalan mendekati lift dan turun ke lantai bawah menuju dapur. Setelah itu ia naik kembali dengan membawa segelas air.
"Gak dicampur racun kan?" gurau Kay sembari menerima gelas dari anaknya. Lio menggeleng sebagai jawaban tidak.
"Mau ngomong apa?" tanya Kay lalu meneguk airnya. Kay melihat Lio yang menunduk.
"Lio?" panggil Kay.
"Maafin Lio, pa," ucap Lio lirih. "Lio ikut tawuran karena paksaan Bara, dia bawa-bawa nama Rayon buat bales dendam. Kalo Lio gak ikut, Lio dianggap penghianat," ujar Lio pelan.
"Maafin Lio juga karena bilang kayak tadi sama papa."
Kay terdiam sejenak sembari menatap putranya. "Anak cowok papa ternyata masih polos ya?" ucap Kay selanjutnya. Lio menatap ayahnya. Kay bangkit dari kursi kerjanya dan menarik pelan tangan Lio menuju sofa lalu menyuruhnya untuk duduk.
"Berapa umur kamu?" tanya Kay.
"Lima belas." jawab Lio.
"Anak baik, Papa yakin Lia gak selugu kamu." Kay mengusap surai hitam putranya.
"Maksudnya?" tanya Lio bingung.
"Dengerin papa ya? Kita itu harus berani menolak sesuatu yang berlawanan sama kemauan kita. Jangan ikut-ikut orang, itu namanya gak ada pendirian," ucap Kay.
"Walaupun itu temen baik kita?" tanya Lio.
"Walaupun itu temen baik kita, kalau dia menjerumuskan kita ke lubang hitam tinggalkan dia atau ajak dia keluar dari lubang hitam itu," jawab Kay.
"Terus gimana kalo Lio dianggap penghianat?"
"Apa memilih pilihan sendiri adalah penghianat? Kalo iya, berarti semua manusia di dunia ini penghianat."
"Bukan, masalahnya mereka udah percaya sama Lio, pa," ucap Lio.
"Penghianat itu sama kayak orang yang main belakang, nusuk dari belakang. Apa kamu nusuk mereka dari belakang?" tanya Kay lagi.
"Enggak, Lio bilang terang-terangan sama Bara kalo Lio mau berenti."
"Yaudah, berarti kamu itu bukan penghianat. Terserah mereka mau ngomong apa. Selama kamu gak ngelakuin hal-hal yang nusuk mereka dari belakang ya kamu bukan penghianat," ujar Kay sembari menatap manik Lio. Lio terdiam cukup lama sembari meresapi ucapan papanya.
"Pa, kenapa papa bilang Lia gak selugu Lio?" tanya Lio penasaran.
"Sebelum kamu, Rajendra sama Lia udah duluan ngadu ke papa, soal masalah mereka masing-masing." jawab Kay.
"Masalah?" tanya Lio.
"Iya, Senja waktu umur tiga belas pernah di buli sama temen sekelasnya karena terlalu pintar juga terlalu ganteng. Kamu tau kan tatapan kakak kamu itu kayak ngajak orang buat baku hantam? Hari itu Senja pulang kerumah dan buka pintu ruangan papa kasar banget. Papa kaget pas liat dia babak belur, bibirnya sobek, pelipisnya lebab bajunya lusuh. Tapi papa salut sama dia karena dia gak nangis."
"Lalu?"
"Lalu, dia bilang sama papa buat ngajarin dia bela diri, selama sebulan dia gak sekolah karena papa latih buat bela diri. Sejak itu Senja gak pernah diganggu sama yang lain lagi," ujar Kay.
"Kalo Lia?"
"Gadis papa yang satu itu hampir sama tapi bedanya Lia digangguin sama anak cowok kelasnya karena kecantikannya. Waktu itu Lia umur tiga belas tahun juga. Kalian pisah sekolah waktu SMP."
"Lia pulang ke rumah terus dateng ke papa dan langsung meluk papa sambil nangis, papa tanya dia kenapa dan dia jawab anak laki-laki dikelasnya hampir aja mau lecehin dia. Waktu itu papa marah dan langsung pindahin Lia ke sekolah yang sama sama kamu."
"Jadi karena itu Lia pindah?"
"Heem, dan papa juga ngajarin Lia bela diri, makanya kembaran kamu itu lincah," jawab Kayden. Lalu suasana kembali diam.
"Makanya papa juga latih Lio?"
"Iya, papa berusaha jadi papa sekaligus mama buat kalian. Dan papa harap kalian gak kecewa sama papa," ujar Kay yang membuat Lio semakin merasa bersalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rajendra
Novela JuvenilSQUEL dari YOUNG MOM. ☜☆☞ Tawa yang ia nampakkan adalah luka yang ia pendam.