43.Berani

163 14 2
                                    

Hero sendiri tengah duduk di tepi rooftop dengan mata kosongnya, mata yang selalu bersinar menunjukan aura positifnya itu sekarang sudah berubah menjadi gelap dan hampa. Bahkan wajah Hero lebih dingin dari Rigel, menyeramkan sekali.

Nafas Tara terengah-engah saat ia sudah sampai di rooftop, matanya yang buram itu melihat seseorang di seberang sana, ia yakin itu Hero. Tara pun berjalan untuk lebih dekat pada Hero.

Langkah Tara terdengar jelas di telinga Hero, ia masih diam tak menoleh. Dengan pelan Tara menepak pundak Hero. "Varo...."

Hero menoleh dan air mata Tara langsung pecah, ini bukanlah Hero yang Tara kenal. Jujur hati Tara sedih, Tara juga merasa ia sudah keterlaluan pada Hero padahal anak ini sudah banyak berkorban untuknya. Hero bangkit dari duduknya dan mengajak Tara duduk di sebelahnya. "Varo gue minta maaf," kata Tara seraya terisak.

Melihat Tara menangis Hero jadi merasa bersalah, perlahan tangan Hero mengusap air mata Tara. "Nggak papa Tara," balasnya lirih.

"Nggak papa? gue ini salah besar sama lo berdua, tentang hari itu gue ... gue---"

"Semuanya udah berlalu, buat apa lo nangis?" tanya Hero.

"Lo sendiri kenapa nggak nangis? dia pacar lo Hero!" omel Tara.

Mendengar itu Hero berdecih, ia bukan tak mau sedih tapi Nasa melarangnya. "Nasa pergi dalam keadaan bahagia, lantas gue harus sedih?"

Mata Tara membulat mendengar ucapan Hero. "Lo yang paling deket sama dia, lo pacarnya, gue dari semalem bener-bener khawatir sama lo tapi lo malah biasa aja, lo harusnya lebih nangis dari gue Varo!" bentak Tara kesal pada Hero.

"Terus sekarang gue harus nangis bareng lo?" tanya Hero dengan kekehan kecilnya.

Kepala Tara menggeleng tak percaya, "gue sedih Hero kalau lo nggak nangis, lihat lo pura-pura kuat itu lebih nyakitin dari pada liat lo nangis."

Hero mengangguk kecil. "Iya, nanti gue nangis. Sekarang apa yang mau lo bicarain ke gue?"

"Penyakit Nasa." Balas Tara.

Senyum Hero terukir kala mendengar jawaban Tara. "Kenapa lo nggak bilang kalau dia punya penyakit, setidaknya gue bisa maafin dia dan perlakukan dia dengan baik Varo, kenapa?!!" bentak Tara.

"Dia yang minta," balas Hero.

Alis Tara bertautan, "minta?" Hero mengangguk.

"Minta buat nggak bilang sama lo, dia mau dimaafin dari hati ke hati bukan karna rasa kasihan," ucap Hero mengingat ucapan Nasa.

Ah sial, Tara kembali menangis. "Dan dia juga bikin gue ada rasa sama lo bukan semata biar mendapatkan maaf dari lo, tapi karena dia yakin gue cowok baik yang bisa terus jagain lo, selain itu dia juga yakin lo cewek baik yang bisa jaga gue saat dia pergi ... awal mikir gue nggak tahu dia pergi kemana dan sekarang terjawab," lanjut Hero dengan mata memerah. "Nasa ... Nasa sayang sama kita berdua Ra."

"Varoooo...." rengek Tara karena ucapan Hero benar-benar terdengar tulus.

"Maafin Nasa ya Tara, dia salah sama lo dan gue juga salah sama lo," kata Hero. Tara menggeleng.

"Gue udah maafin lo berdua, tanpa sepengatahuan lo berdua gue sering liat lo berdua ketawa dan bahagia bareng secara diem-diem, jujur gue senang Nasa bisa bertemu sama cowok sebaik lo," jawab Tara dengan suara parau. "Makasih Ro, makasih udah jagain Nasa, dia sahabat gue."

Senyum Hero terukir lebar, akhirnya Nasa mendapatkan maaf dari Tara walau anak itu telah tiada. Perlahan Hero memeluk tubuh Tara merasakan jika gadis ini adalah Nasa, air mata Hero kembali jatuh. Hero mungkin terlalu memikirkan Tara sampai lupa bahwa ada Nasa yang terluka dan sekarang ia menyesali itu, Tara mengeratkan pelukannya pada kekasih sahabatnya yang merupakan mantan gebetannya ini, mereka saling menyalurkan energi kekuatan.

Overthinking [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang