"Makasih, Atalas." Ucap Tara saat mereka sudah di depan rumah Tara.
Atalas yang merupakan Acel itu mengangguk. "Bisa bantu gue?" tanya Acel.
"Apa, sekalian buat gue balas budi," balas Tara.
Acel tersenyum tipis. "Lupain nama gue," ucapnya yang sempat mendengar Tara mengucapkan namanya. Kening Tara bertautan.
"Hah?"
"Jangan inget atau cari gue dimana pun walau kita satu sekolah, gue pulang dulu, luka lo jangan lupa diobatin," ucapnya.
"Luka lo?" tanya Tara. Acel terkekeh kecil, pantas saja Rigel langsung terhipnotis.
"Gue bisa obatin sendiri," balasnya lalu memasuki mobil. Sampai mobil itu sudah tak terlihat Tara masih terdiam dengan tanda tanya besar di kepalanya.
"Ya ampun Tara kamu kenapa? ayo masuk Bibi obati luka-mu," ucap Stela perhatian. Saat diobati pikiran Tara melayang-layang pada Acel, mengapa harus laki-laki itu yang menolongnya.
"Kamu dari mana?" tanya Stela. Kecemasan itu membuat Tara tersenyum tipis.
"Ya biasa bi," ucapnya.
Stela hanya bisa tersenyum sedih mendengar jawaban dari Tara, seharusnya ia tak usah bertanya sebab ini bukan yang pertama kalinya. "Hm, besok kamu jangan sekolah ya? badan kamu juga terasa panas."
Tara mengangguk, dalam keadaan kaki yang keseleo mana mungkin Tara pergi kesekolah.
Malam harinya terjadi lagi overthinking yang berkepanjangan, ini lebih panjang dari malam-malam sebelumnya. Banyak pertanyaaan yang sangat membuat pikiran Tara kalang kabut, kejadian tadi itu membuat Tara berpikir penolongnya hari itu bisa saja Acel. "Tapi apa tujuannya?!" kesal Tara sambil mengacak rambutnya. Tara memeluk kakinya dan menangis sedih, apa jadinya bila tadi Acel tak membantu.
Masa depannya mungkin bisa saja semakin hancur, bukan membenci Novia cs Tara malah semakin membenci dirinya sendiri, menyalahkan semua padanya. "Hiks ... hiks .. hiks...."
Ia ingin kegiatan semacam ini bisa hilang dari hidupnya, harapannya saat tengah malah ingin bisa tersenyum membayangkan hal-hal menyenangkan yang pernah terjadi. Tapi itu selalu nihil bagi Tara untuk melakukannya sebab tak ada hari terindah untuknya.
"Bunuh gue," lirih Tara di sela-sela isakan tangisnya. Bibirnya pucat dengan mata yang semakin sembab.
"Gue nggak bisa bohong Hero emang memberi sedikit warna dalam hidup gue, tapi itu harus gue akhiri ... gue capek," lanjutnya dengan suara serak.
Jika ada tombol berhenti mungkin Tara adalah orang pertama yang memencet itu dengan senyuman paling bahagianya. "Rigel, Hero gue harus jauh dari mereka biar hidup gue nggak semakin hancur," ucapnya.
Sedih sekali padahal Tara sudah sangat yakin yang menolongnya saat terkena lemparan telur itu salah satu dari mereka, harapan itu seketika jadi ikut hancur bersamaan dengan kepala Tara yang sebentar lagi akan meledak.
"Awww," ringis Acel saat dirinya tengah diobati oleh Primily.
Kaget? satu penjelasan. Mereka memiliki hubungan gelap di belakang Rigel, dan anak itu bukan anak Rigel melainkan anak Acel, dan Rigel yang menanggungnya. Ini memang gila, tapi Acel tak punya pilihan lain begitupun Primily, itulah mengapa Acel selalu menghindari Rigel, ia takut dan juga merasa bersalah. Saat itu Rigel dan Primily merencanakan semuanya, membuat Rigel mabuk dan meninggalkannya berdua tanpa busana dengan Primily. Salah Rigel juga mengapa saat pacaran Rigel selalu membawa Primily ke tongkrongan bardolf yang disana ada Acel, dari situ gadis nakal itu berselingkuh dan bermain gila sampai kelewatan.
![](https://img.wattpad.com/cover/227480874-288-k547630.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Overthinking [END]
Fiksi RemajaOverthingking adalah keadaan dimana manusia berpikir secara berlebihan sehingga bisa menyebabkan takut akan masa depan yang belum terjadi, hanya orang kuat lah yang bisa tidak meragukan hal itu dan aku bukalah manusia kuat tersebut, sialnya lagi ak...