20.Bersembunyi

226 20 0
                                    

Nasa tahu siapa yang akan Hero bahas. Ia masih diam menunggu kelanjutan ucapan Hero. "Tara ... dia sakit dan aku khawatir."

"Mana ada aku sakit, khawatir? bagus-"

Hero segera menyekatnya. "Tapi itu rasa khawatir sebagai teman."

"Sebagai apapun itu aku senang kok Ro, ya setidaknya sekarang ada satu orang yang peduli sama Tara." Ucap Nasa.

"Maaf," ucap Hero dan Nasa tersenyum manis sambil memegang pipi Hero.

"What for?" tanya Nasa.

"Untuk rasa yang kamu sembunyikan, aku tahu apapun bahasan tentang Tara bikin kamu sakit Nasa." Jawab Hero jujur.

Nasa mengangguk mantap. "Terima kasih," ucapnya membuat kening Hero berkerut.

"Untuk apa?" tanya Hero.

"Nurutin semua kemauan aku dan jujur tentang yang kamu rasa, kamu seolah nggak takut aku sakit hati," balas Nasa. Jujur ia sama sekali tak marah.

"You are mad?" tanya Hero dengan mata memerah.

"Marah pada hal yang aku mau, what for? ayolah Hero, kamu tahu aku kan?" tanya balik Nasa membuat Hero tersenyum manis.

"Aku jujur sama kamu sebab aku sadar, cinta itu nggak melulu bahagia pasti ada kesedihan dan air mata di dalamnya untuk memperkuat hubungan kita kedepannya," kata Hero.

Nasa mengangguk dengan senyum manisnya. "Lagi pula hubungan tanpa kejujuran hanyalah sebuah status tanpa rasa cinta," kata Nasa.

"Hm, kita kayanya tadi salah makan apa gitu sampai jadi bijak gini...." Ucap Hero membuat kecanggungan itu hilang dan Nasa tertawa lepas.

Mata Hero tertuju pada bibir pucat Nasa, ia belum pernah mencobanya sama sekali, bagi Hero melihat Nasa bisa tersenyum saja sudah cukup, untuk apa merasakannya? mungkin nanti bisa ketika menikah.

Di peluknya dengan sayang sebelum Nasa memasuki ruangan operasi. Ada rasa sedih bercampur bahagia di hati Nasa saat Hero mengatakan tentang Tara, tapi ini jauh lebih baik, Hero ternyata mulai menemukan titik terang tentang arti rasanya pada Tara. "Kamu kuat dan cantik," bisik Hero pada telinga Nasa. Selalu itu yang Hero bisikan pada Nasa sebelum kemoterapi.

"Berhenti menggoda ku," balas Nasa sambil melepaskan pelukan hangat yang akan hilang itu.

Jeje datang untuk menjenguk Tara, ia tahu anak ini tengah sakit sebab sudah lama tak berkunjung ke warung Ibunya. "Makasih Je, bawa lagi aja makannya atau kita makan bareng-bareng aja gimana?" tanya Tara yang tak mau sahabatnya terkena repot.

"Nggak, lo harus makan banyak!" omel Jeje. "Suara serak dan wajah lo sembab, Tara...." Jeje sangat ragu mengatakannya.

Tara mendengus geli. "Ada apa sih?" tanya Tara sebab wajah Jeje jadi seperti bersalah.

"Kalau gue nggak minta lo sekolah pasti-"

Ah Tara tahu pembahasaan Jeje. "Stttt, udah ah Je ini bukan pertama kalinya kan gue gini, jadi santai, i'm okey," ucap Tara sambil memeluk Jeje dan gadis itu membalasnya sambil menangis.

Dulu Jeje pernah melihat langsung saat Tara dibully dan itu membuatnya sakit sampai sekarang, apa rasanya bila gadis ini diperlakukan seperti ini hampir setiap hari?

"Andai gue ada biaya dan bisa sekolah pasti gue temenin lo Tara, hiksss...." ucapnya sambil terisak. Mata Tara berkaca-kaca setidaknya ada Jeje yang selalu membuat Tara bersyukur.

"Cep cep lo tahu gue udah sekebal apa Je." Balasnya.

Jeje mengusap air matanya. "Tapi gue mulai tenang saat Hero jagain lo, gue tahu dia tulus kok sama lo."

"Tulus dan selingkuh? ngaco!" kesal Tara pada sahabatnya yang membela Hero. Jeje tak tahu saja lukanya ini penyebab siapa.

"Mungkin aja itu permintaan ceweknya Ra." Ucap Jeje. Sahabat Tara ini selalu saja mengatakan hal yang membuat Tara berpikir keras.

Tara berdecak kesal. "Ceweknya pasti sama-sama gila kan?"

"Husss, ngaco lo! Hm, tapi bisa jadi sih," balas Jeje sebab wanita mana yang mau diduakan?

"Besok lo sekolah?" tanya Jeje, sebagai balasan Tara mengangguk.

"Gue udah sembuh, lagian izin lebih dari tiga hari nggak boleh," ucap Tara.

"Semangat ya Tara, gue dan Ibu selalu do'a in yang terbaik buat lo, oh iya Ibu juga titip salam cepet sembuh," kata Jeje tulus.

Tara tersenyum lebar, dukungan dari mereka sangat berpengaruh besar untuk Tara. Malam ini untungnya Tara ketiduran jadi tidak harus merasakan overthinking, Tuhan tahu Tara sangat lelah.

Untuk menghindari Hero Tara berdiam diri di dalam perpus bangku pojok, Hero tak akan menemukannya disini dan saat waktu pulang Tara bersembunyi di kamar mandi kantin, ia tadi sudah memohon pada Bibi kantin untuk bersembunyi disini untungnya bibi mengerti, oh ya! Tara tadi di kira anak baru sebab wajahnya tak pernah terlihat sekalipun.

Hero menghela nafas lelah, ia sudah mencari Tara di tempat biasa gadis itu bersembunyi tapi semuanya tak ada, ia yakin Tara sengaja menjauh atau memang ada urusan mendadak.

"Udah bos jangan galau gitu, lihat deh video ini," ucap Bara coba menenangkan sambil memperlihatkan video di ponselnya.

Krik....

Tak ada kelucuan di dalamnya. "Hahaha!" tawa bara terdengar sangat lepas sekali.

"Humor lo kayanya udah sampai humor bapak-bapk deh," ucap Hero.

Bara menggelengkan kepalanya. "Nggak serius ini lucu," balasnya lagi sambil kembali memperlihatkan video di ponsel yang ia genggang. Bara lagi-lagi tertawa sampai memukul Hero persis seperti wanita.

Apa anak itu tidak sadar Hero sama sekali tidak terhibur. Hero memutar malas bola matanya.

"Nanti kirim videonya ke gue," ucap Hero.

Dengan sisa tertawanya Bara menjawab. "Tuh kan, ngakak kan?!" kesal Bara.

Hero mengangguk pasrah. "Ngakak banget sumpah sampai handphone gue jatoh lecet dikit, layar mulus, fullset, nego tipis," jawab Hero asal sampai membuat tawa bara berhenti dan laki-laki itu memasang tampang kesal.

"Setan ih malah dagang," kata Bara lalu Hero pergi begitu saja dengan wajah penuh kehampaan.

"Tara Hero beneran suka sama lo," gumam Bara yang melihat keseriusan Hero. Ia tahu betul akhir-akhir ini Hero galau sebab tak bertemu Tara, sekalinya masuk malah menghilang.

Harus diketahui tidak semua yang hilang ingin dicari tapi ada juga yang hilang karena merasa tak pantas, orang itu adalah Altara Cassandra Imanuel Luis.

Setelah perginya Hero, Tara benfas lega dan keluar. Lingkungan sekolah nampak sudah sangat sepi. "Kenapa sembunyi neng?"

Ibu kantin merasa Tara gadis yang cantik dan terlihat baik, ia tak tahu bila sebenarnya Tara ini anak napi. "Di kejar-kejar orang gila," jawab Tara seadanya. Toh memang faktanya Hero gila.

"Hahaha, ada gitu orang gila di sekolah?" tanyanya.

Banyak, bahkan mungkin hampir semua. Tara ingin menjawab itu tapi tak bisa, ia tersenyum manis. "Hehe, pulang dulu ya Bu." Ucapnya sopan.

Ia mulai berjalan menuju halte, sangat sudah sepi sebab ini sudah lebih dari tiga puluh menit waktu pulang.

Tara lelah, mungkin setiap hari ia harus bersembunyi dari Hero dan itu sangat lah sulit.

"Gue pasti bisa," lirihnya dengan wajah hampa.

                            ********

Overthinking [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang