25.Pilih kasih

166 19 0
                                    

"Saya di Rs--"

Tara langsung merampas ponsel laki-laki sialan ini. "Maaf pak tadi salah sambung!" ucap Tara lalu mematikan sambungannya.

Ya Tuhan demi apapun muka panik Tara menggemaskan, Hero ingin tertawa puas tapi pasti akan terkena amukan.

"Yang penting jangan panik," ucap Hero menyindir. Tara celingak-celinguk memastikan tak ada orang, kening Hero berkerut melihat Tara.

Tiba-tiba saja Tara memegang tangan Hero dengan wajah memelas, sialan jantung Hero langsung berdetak tak karuan. "Bunuh gue Varo bunuh, lo sumpah ya udah bikin nama gue makin jelek!" ucap Tara nelangsa.

Sontak Hero langsung tertawa puas sampai perutnya sakit, ia tak tahu saja polisi tadi siapa. Ya, Tara sadar pasti tanggapan Hero akan seperti ini. Tara menghela nafas lelah. "Ini bukan posisi yang pas buat ketawa saat adik lo lagi dalam posisi yang nggak baik-baik aja," kata Tara tanpa menoleh.

"Adik gue sekaligus cinta pertama lo?" tanya Hero coba menggoda.

"Gue mau pulang!" ketus Tara.

Sebelum keluar dari mobil Tara menatap wajah Hero. "Besok seperti Minggu kemarin, jauhin gue jangan lo pikir karena hari ini lo bisa seenaknya nempelin ke gue," kata Tara memperingati.

"Apa? gue bukan setan atau tuyul yang suka nempel di tubuh seseorang," balas Hero bergurau.

"Sumpah gue mau bunuh lo," ucap Tara dengan mata memecing. Hero tertawa kecil mendengar itu, benar. Ia juga sadar kalau selalu membuat Tara kesal sampai berniat membunuhnya.

"Nggak bisa gitu Ra, kita damai aja deh," ucap Hero dengan wajah memelas, ia tak mau Minggu ini kembali galau akibat Tara menghilang.

Tara berdecak kesal. "Buat apa si?"

"Mewujudkan cita-cita," balas Hero yakin.

"Cita-cita apa hah? oh, punya dua cewek di kehidupan lo itu termasuk cita-cita yang harus digapai?" tanya Tara kesal.

"Bukan itu, tapi cita-cita memperpenuh catatan gue yang berniat membuat buku tentang cara dapetin lo. Lupa? gue baru tulis beberapa dong hari itu," ucap Hero.

Heran, selalu saja ada jawaban. "Terus buku itu buat siapa nantinya?" tanya Tara.

Seketika Hero terdiam, mungkin jika bukan untuk dia, Hero akan menyerahkan pada orang yang lebih pantas mendapatkan Tara. "Buat gue, lo itu salah satu cewek yang harus dipelajarin," kata Hero dengan mata teduhnya sampai Tara terpesona.

Tara menunduk sedih. "Dipelajari dan dilupakan, because gue itu sampah dari anak narapidana dan...." Tara diam membayangkan Ibunya yang mengalami depresi berat.

Hero mengusap lembut puncuk kepala Tara. "Nggak ada manusia yang dilahirkan untuk menjadi sampah, mulut mereka cuma iri sama kecantikan lo," ucap Hero tulus untuk menenangkan.

Ucapan Hero membuat Tara senang sekaligus salting, ia mencoba bisa saja dengan wajah dinginnya lalu menepis tangan Hero. "Jauhin gue!" bentak Tara.

"Apa? oke nanti gue sampaikan ke Rigel kalau udah sadar lo titip salam," jawab Hero.

"Isshhh, dasar pemaksa!"

"Dasar keras kepala," kata Hero lalu menjulurkan lidahnya seolah ia puas meledek Tara.

"Cepet sembuh!" ketus Tara seraya membuka sabuk pengaman mobil.

"Iya nanti gue sampaikan," kata Hero yang tersenyum manis.

"Makasih," lanjut Tara. Ia masih ingin terus berdebat dengan Hero, entah lah ia merasa itu menyenangkan walau menguras emosi, pikiran dan tenaganya.

Overthinking [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang