29.Rigel mendekat

161 14 0
                                    

Jujur dari hati sekarang Acel merasakan penyesalan mendalam, ia memang jahat ya ia sadar itu. "Sekarang gimana?" tanya Acel membuat Rigel menendang barang yang ada di dekatnya, salah siapa dan jadi siapa yang berpikir.

"Lo harus tanggung jawab!" balas Rigel ketus.

"Terus?" tanya Acel.

"Gue keluar dari sini dan akhiri semuanya tak terkecuali urusan si Novia, gue udah enek setengah mati," ucap Rigel.

"Nggak bisa, bukti ada di dia semua, lo bilang gue pelakunya juga masih nggak bisa ngubah apapun, lo yang Calvin incar dengan berbagai cara," jawab Acel.

Rigel tersenyum kiri mendengarnya. "Lo pikir gue peduli?"

"Gue bakalan tanggung jawab, bokap pasti luluh kalau liat bayinya, asal lo masih disini dan satu lagi ... jadian sama Tara buat ngebuktiin kalau dia cinta pertama lo ke Primily dengan begitu dia bisa ikhlasin lo," kata Acel, Rigel terdiam merasa ada yang aneh. "Gue denger percakapan lo sama Tara hari itu dan gue ngerti lo Gel, lo suka dia."

"Bukannya Primily suka sama lo, jadi ngapain harus nggak ikhlas gue pergi?" tanya Rigel, hatinya sakit saat mengatakan itu.

"Rasa ke lo dan ke gue sama besarnya," kata Acel.

Terjadi hening beberapa detik, semua hanyut dalam pikiran masing-masing. "Oke gue bakalan dapetin Tara dan tetep disini, asal satu awasin Novia, deal?" Rigel sudah merasa nyaman dalam geng ini, jadi tak masalah yang penting Acel harus tanggung jawab pada anak dalam perut Primily.

"Gampang, Calvin yang urus," balas Acel.

"Dan satu lagi," ujar Rigel. Alis Acel bertautan, "Jangan bilangin apapun ke Primily sampai bayinya lahir, gue nggak mau Primily stress dan ganggu kandungannya," lanjut Rigel membuat Acel sedikit terharu, bahkan sudah dikhianati saja Rigel masih peduli pada Primily dan anak yang tengah di kandungnya.

Setelah mengucapkan itu Rigel pergi menuju mobilnya untuk mencari tempat pereda amarah, Rigel berpikir ini juga salahnya membawa Primily ke tongkrongan. Ya walau begitu tetap saja salah mereka lebih besar, jujur Rigel kecewa sekali. Dan Tara? bagaimana ia bisa mendapatkan gadis itu sedangkan Hero saja mengincarnya, tapi sebentar. "Akhir-akhir ini gue nggak pernah liat Hero nempelin Tara lagi," kata Rigel mengingat hari-hari kemarin.

What? apa yang terjadi. Mungkinkan Abang gilanya itu menyerah dan sadar bahwa Nasa lebih penting dari apapun. Harusnya begitu.

Sebenarnya Acel sengaja meminta persyaratan Rigel harus mendapatkan Tara, karena itu tak mungkin. Tara bukan lah gadis yang mudah untuk di dapatkan dan Ayah Acel tak mungkin luluh hanya karena melihat bayi, intinya Acel tetap tak ingin tanggung jawab. Pikir Acel.

Sudah terhitung tujuh hari Hero menjauh dari Tara, harusnya Tara senang tapi ini malah lesu dan semakin tak semangat hidup, sebegitu berpengaruhnya Hero di hidup Tara.

Cara berdebat Hero, bicara, tertawa, membuat kesal itu sebagian hal-hal yang Tara rindukan dari laki-laki gila itu dan ya, sebutan pemaksa dan Hero akan menjawab keras kepala. Otak Tara bahkan sudah hafal suara Hero bila menyebutkan kata itu.

"Duuhhh apa si Tara!" ucapnya pada diri sendiri lalu bangkit untuk keluar kelas sebab sudah sepi.

Bruk!

Tara menabrak seseorang. "Eh maaf Tara." Kata Hero membuat jantung Tara berdetak kencang. Sesudah mengatakan itu Hero pergi begitu saja meninggalkan Tara yang melamun sendirian.

Ya Tuhan rasanya kenapa sakit sekali, padahal dia sendiri yang minta untuk Hero berubah kembali menjadi orang asing.

Ketika Tara sudah duduk di halte tiba-tiba saja Rigel datang dan ikut duduk di sebelah Tara. Banyak pertanyaan di benak Tara. Walau begitu keduanya tetap saling diam.

Bus datang, Rigel dan Tara pun naik, hanya ada satu yang bangku yang tersisa, terpaksa Rigel dan Tara yang menggunakannya, sedekat ini dengan Rigel rasanya biasa saja, Tara bingung sendiri apakah rasanya pada Rigel hilang?

Berbeda dengan Rigel yang merasa tengah kasmaran, pesona Tara membuat Rigel dengan mudah terhanyut untuk mencintai gadis di sebelahnya ini.

Tiba-tiba saja ada laki-laki yang mendorong Rigel sehingga tubuh Rigel refleks lebih dekat dengan Tara.

Mata Tara menoleh pada Rigel begitupun sebaliknya. "Apa?" tanya Rigel ketus. Tara terdiam.

"Maaf dek," ucap laki-laki yang menabrak Rigel dan Rigel membalas dengan anggukan kecil.

"Ngapain lo naik bus?" tanya Tara tanpa menoleh lawan bicara.

"Biar bisa deket lo," balas Rigel.

Blush....

Pipi Tara merah merona mendapatkan rayuan dari batu es. "Lo berharap gue jawab gitu?" lanjut Rigel.

Dasar!

Dengan cepat Tara menggeleng. "Nggak!"

Rigel berdecih. "Gengsi amat," balasnya.

Tara menelan saliva di mulutnya, ah sial Rigel tak mudah dibohongi. "Gr banget sih," ketus Tara.

"Gue ini first love lo," ucap Rigel membeo suara Tara kala itu.

"Gue salah orang," balas Tara cepat.

Rigel tersenyum tipis. "Salah orang atau ngarang supaya deket gue?"

"Salah orang!" kata Tara dengan penuh penekanan. Terjadi kehingan setelahnya, Tara merasa bersalah karena ucapannya yang terlalu tinggi. "lagian lo kan udah punya Kak Novia." Lanjut Tara.

"Iya dia pacar gue," kata Rigel membuat Tara emosi.

"Oh," ketus Tara.

Rigel diam kembali, ia tahu Tara tengah cemburu. "Oh pacar, gue kira gosip," lanjut Tara tak terima.

Mata Rigel menoleh pada Tara, cara bicara dan wajah cemburu itu menggemaskan. "Suka denger gosip?" tanya Rigel, Tara menoleh pada Rigel.

"Nggak! kebetulan aja denger," jawab Tara dengan wajah sinis.

"Kebetulan atau emang nyari tahu?" tanya Rigel memojokan Tara. Menyebalkan.

"Pede banget sih, buat apa gue nyari tahu lo," kata Tara.

"First love," balas Rigel, wajah Tara kembali memerah. Kata itu sepertinya senjata untuk Rigel mengejek Tara.

"Bohong, lagian nama belakang Canis Majiros bukan cuma lo," ucap Tara mengelak.

Rigel tersenyum tipis, asik juga berdebat dengan Tara. Mungkin ini alasan mengapa Hero betah. "Oh, berarti luka di leher gue juga kebetulan."

Tara langsung menoleh pada wajah Rigel yang memandang lurus ke depan, Tara tahu laki-laki ini tengah menggodanya. "Ya!" ketus Tara. "Udah deh jangan bahas first love."

"Lo duluan," kata Rigel.

"Kapan?!" tanya Tara kesal.

Wajah Rigel memandang dekat wajah Tara, mereka duduk paling pojok jadi aman, Tara menahan nafas sedekat ini dengan Rigel. "Hari itu sampai lo pegang tangan gue," kata Rigel.

Tatapan Rigel membuat Tara kembali jatuh cinta, ah payah dasar.

"Ngapain ikut turun depan rumah gue?" tanya Tara saat bus terhenti.

"Rumah lo?" tanya Rigel sambil melihat rumah besar tersebut.

"Iya, kenapa?" tanya balik Tara.

"Pantes jadi tempat dedemit kaya lo," ucapnya seenak jidat lalu memasukinya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Lo nggak sopan tahu nggak!" bentak Tara.

"Ya karna lo yang harus sopan," balas Rigel.

Tara menghela nafas, masih mending Hero dari pada Rigel. Lihat sepanjang percakapan raut wajahnya tak berubah, selalu datar tanpa ekspresi. "Lo nggak boleh masuk!" kata Tara saat mereka berjalan menuju pintu.

Rigel mendekati wajah Tara. "Kenapa?" tanyanya dingin.

                           *********

Overthinking [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang