24.Kesempatan

153 17 0
                                    

Lagi dan lagi Hero melihat ke jam yang ada di pergelangan tangannya, ini sudah satu jam lebih Adiknya itu masih belum pulang, Hero sabar sekali menunggu, kalau Rigel mungkin dari lima puluh sembilan menit yang lalu sudah meninggalkan Hero. Menunggu Hero satu menit saja rasanya tak sudi.

"Et dah kemana si tu bocah!" kesal Hero.

Kepala Rigel mengeluarkan banyak darah, matanya sangat sayu dari tadi ia menhan nyeri, sedangkan mata Tara berkaca-kaca melihat itu. Ia sangat panik dan bingung. "Eu-eu-eu ... gue harus apa?!" tanya Tara panik.

Melihat wajah panik Tara membuat Rigel tersenyum tipis padahal sedang sekarat. "He-he-ro," balas Rigel terbata-bata, dari tadi ia mencoba bangkit tapi selalu gagal.

"Ya, dimana anak itu?;atau ponsel lo mana? gue telpon cepet, lo bisa semakin kehilangan banyak darah," kata Tara yang sudah duduk di sebelah Rigel.

"Parkiran," jawab Rigel lalu matanya tertutup.

"Hah? parkiran?" tanya Tara lemot. "Eh kok malah tidur," ucap Tara ia linglung dan panik sendiri, ia baru sadar Rigel pingsan. Tara menepak keningnya sendiri. "Bodoh, Hero!" sambungnya lalu berlari menuju tempat parkir mencari mobil Hero.

Dan disana hanya tersisa satu mobil. Tara yakin itu Hero. Kaca mobil itu Tara tepak-tepak, Hero membukanya dan terkejut saat melihat Tara, mata Hero langsung fokus pada mata bulat Tara. "Rigel!"

Tak menjawab, Hero benar-benar langsung terpaku dengan wajah gadis yang sangat ia rindukan ini. "Rigel!" kesal Tara karena Hero malah memperhatikan wajahnya.

Tara menarik nafas dalam-dalam karena tak mendapatkan respon dari Hero. "Stop tatap gue dengan pandangan mesum, mau gue tabok lagi?!" ketus Tara. Hero mendengus geli dan keluar dari mobil.

Ia menatap wajah Tara. "Apa, kangen kan sama---"

"Rigel kecelakaan di belakang perpus," sekat Tara. Mata Hero langsung membulat.

"Hah?" respon Hero yang juga terkejut, Tara berdecak kesal. Ia mengambil pergelangan tangan Hero dan berlari membawanya ke belakang perpus.

Pegangan itu berefek besar bagi Hero, ada rasa senang yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. Ah satu lagi, ke khawatiran Tara membuat Hero sedikit cemburu, ralat. Banyak.

"Rigel!" kata Hero sambil membopong adiknya itu dan membawanya ke mobil.

"Lo ikut sama gue!" ucap Hero tak terbantahkan. Tara duduk di belakang bersama Rigel.

Sepertinya apa yang Rigel katakan hari itu bukan sebuah kebohong, Tara cinta pertamanya dan mungkin juga Rigel cinta pertama Tara, sialan. Ini akan mempersulit Hero.

Sampainya di rumah sakit para tim medis segera melakukan pertolongan pertama pada Rigel. Hero dan Tara duduk di kursi tunggu, jantung mereka masih berdetak kencang dan banyak pertanyaan tentang kondisi Rigel yang sangat kacau itu.

Bagi Tara mungkin sangat mengejutkan, tapi Hero nampak terlihat biasa saja, Rigel bahkan di Bandung dulu pernah lebih parah dari ini, anak itu senang dengan keributan seakan memiliki banyak nyawa.

"Seandaikan tadi yang di posisi Rigel itu gue, apa reaksi lo bakalan sekhawatir tadi?" tanya Hero tiba-tiba sambil melihat wajah Tara.

"Maksud lo?" tanya Tara.

"Lo suka Rigel?" tanya balik Hero membuat Tara membeku di tempat.

"Urusan lo?" ketus Tara dengan mata tajam yang menatap Hero.

Hero terkekeh kecil mendapatkan tatapan setajam elang, sudah terbiasa. "Ya atau tidak?"

Tara diam tak merespon, ah diamnya Tara artinya iya dan sial Hero semakin cemburu. "Nggak," kilah Tara. Entah kenapa Tara memikirkan perasaan Hero, kan seharusnya ia membuat laki-laki ini benci agar menjauh.

Overthinking [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang