Bel istirahat di Baines berbunyi begitu nyaring, anak-anak berhamburan keluar kelas. Hero berjalan santai menuju belakang perpus, ya lima bulan belakangan ini ia memang suka mengintili Tara jadi bisa tahu Tara ada dimana dan sedang apa, tak lupa ia membawa dua jus di tangannya. Sungguh Tara terkejut bukan main, ia ingin pergi tapi kemana? selama bersekolah disini ini tempat aman Tara bersembunyi dari orang-orang bermulut cabai.
"Hai," sapa Hero sambil duduk di dekat Tara.
"Pergi," ketus Tara tanpa menoleh.
"Gue yakin lo penasaran sama rasa jus di kantin," ucap Hero yang tahu kalau Tara tak pernah pergi ke kantin, ia selalu membawa botol minum dari rumah dan menahan laparnya. Malang sekali bukan?
Tara terdiam menatap lurus ke depan. "Kalau lo mau gue pergi satu syarat," kata Hero. Apalah syaratnya Tara tak peduli.
"Kalau nggak jawab artinya lo nyaman deket gue-"
"Apa?!" sekat Tara dengan nada meninggi. Hero terkekeh mendengarnya.
"Jawab pertanyaan gue, kenapa kemarin lo nggak kabur saat Novia CS deketin lo?" tanya Hero penasaran. Ternyata Hero masih mengingatnya.
Bingung untuk menjawabnya, Tara menggigit bibir bawahnya. Hero menoleh pada Tara. "Tara?"
"Mata gue bermasalah, pergi," balas Tara jujur. Hero melongo mendengarnya, pantas saja selama ini saat Hero terciduk mengintili Tara terlihat biasa saja ternyata pandangnya buram.
"Kenapa nggak pakai kacamata atau lensa dan yang lainya?" Tara berdecak kesal.
"Ya nggak mau," balas Tara.
"Karna?" tanya Hero penuh penekanan.
"Karna nggak ada princess yang pakai kacamata, yang gue lihat biasanya si cupu dan kutu buka, gue bukan keduanya," balasan Tara membuat Hero ternganga.
"Dan nggak ada ceritanya pangeran mencintai princess berkaca, right?" tanya Hero membuat Tara terdiam mengiyakan. Sesudahnya Hero tertawa kecil. "Tapi ayolah ini dunia nyata bukan cerita si tuan putri dan kutu bukunya, lo cantik kok pakai apapun itu," lanjut Hero jujur.
"Nggak," gumam Tara yang masih terdengar oleh telinga Hero.
"Gini deh, kalau nggak ada cerita pangeran mencintai princess yang berkacama, gimana kalau kita buat aja, gue jadi pangerannya. Besok lo jadi princess yang berkacamata itu, dengan begini kita jadi bisa merubah alurnya kan?" tanya Hero yakin.
Tara berdecak kesal, laki-laki di sebelahnya ini benar-benar gila sudah punya pacar sikapnya malah seperti ini pada gadis lain. "Tapi cerita yang lo buat itu nggak nyata," balas Tara ketus.
"Lo suka yang nyata?" Tara mengangguk dan membuat Hero tertawa renyah, Tara menoleh bingung ke arah laki-laki setengah waras itu. "Lo suka yang nyata tapi percaya dongeng."
Jawaban Hero benar dan membuat Tara membeku di tempat. "Pergi Varo!"
Tawa Hero langsung terhenti ia melihat wajah Tara yang merah akibat malu, ia senang melihatnya. "Varo ... nama itu, lo bisa panggil gue Hero aja nggak? soalnya Varo asing banget di telinga gue," kata Hero.
Mata tajam Tara menatap Hero. "Nggak!"
"Plis lah Tara." Ucap Hero memohon.
"Nggak akan karna lo bukan pahlawan!" setelah mengucapkan itu keduanya sama-sama terdiam membisu. Hero artinya memang pahlawan.
Hero tersenyum manis dengan mata teduhnya. "Oke mulai detik ini gue bakalan jadi pahlawan lo," ucapnya tanpa ragu sedikitpun. Tara tersenyum kiri mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overthinking [END]
Ficção AdolescenteOverthingking adalah keadaan dimana manusia berpikir secara berlebihan sehingga bisa menyebabkan takut akan masa depan yang belum terjadi, hanya orang kuat lah yang bisa tidak meragukan hal itu dan aku bukalah manusia kuat tersebut, sialnya lagi ak...