42.Efek samping

180 18 4
                                    

Nasa adalah nama ilmuan yang menyebut bahwa planet di tata Surya yang paling tercantik adalah planet saturnus. Memiliki cincin yang lebih mencolok dibanding, uranus, jupiter maupun neptunus. Tapi bagi Hero Nasa yang ia miliki adalah mahluk ciptaan Tuhan yang tak kalah cantiknya dengan planet saturnus, selain cantik Nasa juga membuat hari-hari Hero lebih memiliki banyak warna. Sekarang semua itu hanya tinggal kenangan bagi laki-laki malang yang selalu memasang wajah ceria ini, hari ini adalah kematian Nasa dan itu membuat hatinya patah berkeping-keping.

Setelah berganti pakaian milik bara Hero melamun di balkon kamar temannya ini. Memang sudah malam tapi Hero masih enggan untuk pulang, perutnya bahkan belum terisi sedari awal pengurusan jenazah Nasa hingga sekarang.

Bara memang baru mengenal Hero, tapi ia tahu laki-laki berparas tampan itu sangat baik dan mencintai Nasa. Bara mendekati Hero mencoba untuk menenangkan, "lo mau minum?" tanya Bara.

Mendengar itu Hero terkekeh kecil, minum dalam artian 'mabuk' untuk menghilangkan sedih. "Gue bukan peminum yang biasa ngilangin stres jalur itu bar, nyantai aja kali," kilahnya.

Selalu saja Hero berkata tak apa, padahal semua orang di kelilingnya tahu bahwa laki-laki ini tengah rapuh. "Gimana gue bisa nyantai saat temen gue sedih banget?" tanya Bara.

Kepala Hero menoleh pada Bara, "siapa yang sedih? Bara, Nasa pergi atas kemauannya untuk mencabut rasa sakit yang terus menggerogoti otaknya, dia bahagia dan gue harus sedih? ya nggak lah ngaco, dari dulu apapun caranya kalau Nasa bahagia jujur gue ikut seneng," tutur Hero agar Bara paham.

"Kalau gue jadi lo dari tadi udah kejer kali," balas Bara membuat Hero tertawa kecil. "Ketawa lo nyeremin," lanjut bara membuat Hero meninju pelan pundak temannya itu.

Jama sembilan malam Hero hendak pulang, dengan baik hati Bara mengantarnya sebab takut terjadi apa-apa pada Hero karena anak itu tengah dalam keadaan kacau. "Tiap hari harusnya lo perhatian gini bar sama gue," kata Hero saat mobil itu melaju.

"Geli," balas Bara.

Butuh waktu lima belas menit untuk sampai di depan rumah Hero. "Ro...." panggil Bara sedikit ragu sebelum Hero keluar.

Hero yang tengah membuka sabuk pengaman mobil berdehem sebagai jawaban. "Jangan terus dipendam, lo harus nangis biar dada lo nggak sesak," kata Bara dengan wajah yang serius. Kegiatan Hero langsung terhenti dan tak lama ia melihat pada wajah Bara, menepuk pelan pundak Bara dengan senyuman manisnya.

Ralat, senyuman palsunya.

"Thanks ya, baju lo nanti gue balikin. Nanti gue nangis kalau sempet, dah ah gue cabut," kata Hero lalu berjalan menuju rumahnya.

Bara berdecih atas jawaban palsu temannya itu dan ia segera pergi menuju rumahnya.

Di ruang tamu ada Tara, Rigel dan Bunda yang tengah mengobrol santai. Rigel menceritkannya semua kebohongan Primily pada Bundanya dan Rain menghela nafas lega, ia dari awal sudah mengira kalau putranya tak senakal itu. Tentang hubungan barunya ini dengan Tara, seratus persen Rain mendukung, dari tampang serta cara bicara Tara terlihat gadis ini anak baik untuk Rigel yang lumayan absurd.

"Katanya aku first love-nya Bun." Kata Rigel coba menggoda Tara di depan Bundanya.

Benar saja pipi Tara langsung memerah, pasangan baru ini memang sering menggoda satu sama lain. "Ihhh nggak!" kilah Tara.

Rain terkekeh kecil. "Kamu waktu kecil genit ya?" tanya Rain pada Rigel.

Tara menyetujui ucapan Rain dan tertawa kecil. "Iya bener Bun, genit!" ucap Tara dengan lidah yang menjulur kedepan.

"Heh mana ada, kamu kali yang godain aku," balas Rigel. Sikap Rigel jadi lebih lembut pada Tara. Cara bicaranya saja sudah memakai bahasa aku-kamu.

Overthinking [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang