Mengapa terus menjadikan isi pikiranmu menjadi tempat tersibuk? Ketika kau bisa menemuiku dan meluruhkan dugaan-dugaan konyol itu dengan perlahan?
HAPPY READING GUYS!
__________
Rasanya tenagaku hampir habis untuk mengayuh pedal sepeda ini, bukankah kali ini yang terpenting adalah tetap mengayuh? Terpacu oleh waktu ternyata bisa jadi menyusahkan, ya? Menyadari sedikit kelambatan pada laju sepeda, Dila kini menepuk bahuku.
"Lo capek ya, Sha!? Ya udah, sini biar gue yang boncengin lo." tawarnya yang setelah kupertimbangkan akhirnya kusetujui.
Rupanya Dila hanya membiarkan tanganku menganggur setelah 10 meter perjalanan, itupun lumayan. Jalan yang menanjak membuatnya kewalahan, malah dia sempat beberapa kali membuat sepeda yang kami muati kembali mundur. Setelahnya, aku kembali mengambil alih kemudi, sepanjang jalan Dila lebih banyak diam.
"Kok lo punya tenaga kayak kuda sih, Sha?!" tanya Dila setelah menyadari bahwa energiku kembali pulih, bahkan cukup untuk menyalip sepeda motor.
Aku tertawa kecil, menggelengkan kepalaku. "Di rumah kan gue perlu gelut sama orang-orang yang lebih tua dari gue, Dil."
Gerbang sekolah telah ditutup oleh Pak Satpam Sekolah, ia tampak menggeleng-gelengkan kepalanya mendapati Dila yang menggedor-gedor gerbang untuk membuat Pak Satpam menghampiri kami, aku berusaha keras mengatur napasku, suhu badanku naik dan jantungku terdengar berdegup lebih cepat.
Aku sudah menduga akan terlambat, tapi ternyata perasaan bersalah ini malah hinggap lebih besar dari perkiraan. Jadi kali ini, giliranku untuk berdiri hormat pada Sang Saka Merah Putih? Namun, dengan memanggul julukan siswa kurang disiplin.
Malu, karena aku sering menatap anak-anak yang dihukum terlambat dengan tatapan tajam, bertanya-tanya tanpa mendapatkan jawaban. Padahal bukan berarti mereka kurang sigap, bisa jadi ada hal genting lain yang perlu diprioritaskan ketimbang keperluan pribadi.
"Kalian penasaran rasa telat? Sampai mencoba? Saya belum pernah menemui wajah kalian datang sesiang ini."
"Sayang sekali, seharusnya kalau penasaran akan hal buruk, kalian pendam saja niat itu." saran Pak Satpam sambil menghela napas panjang.
"Gimana Bapak mau ingat muka kita?! Kalau kita dihari-hari biasa aja udah nangkring di kelas, bahkan sebelum Bapak berangkat ke sekolah?" Dila tidak terima diremehkan, dan itu membuat Pak Satpam mendengus sebelum akhirnya membukakan pintu gerbang.
Dila menganjurkanku untuk segera melesat ke kelas, akan lebih baik jika saja para guru sedang melaksanakan rapat. Dila mengaku akan segera melesat, dia enggan membuat bajunya semakin terkena keringat. Semoga saja tidak ada satupun guru yang berniat mencegat.
"Cetusanmu boleh juga." sahut seseorang yang membuat Dila bergeming ditempat, karena dia berdiri dengan membelakangi orang yang baru hadir di tengah-tengah kami. Spontan saja dia membalikkan badan, dan menemukan seorang wanita dengan raut wajah yang cukup serius.
"Bu, Bu Vin?!" Dila membelalakkan matanya, dan malah tak cukup baik mengontrol nada bicaranya sendiri. Bu Vin menegur caranya berbicara yang berlebihan.
Bu Vin menghela napas berat, dia meminta kami untuk mengikuti langkahnya, pasti akan digiring ke sisi lapangan.
"Saya heran dengan kalian, masih saja melanggar peraturan, padahal itu kan demi ketertiban kalian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not An Ordinary Friendship
Novela Juvenil"Memang jika miskin, lantas aku tak pantas mencita-citakan hal besar, begitu?" tanya Deon bermonolog Di tengah pekatnya malam. Surabaya, tempat di mana semesta menjadi saksi perjuangan anak-anak remaja yang masalahnya di pandang sebelah mata "Skena...