"Jika kau sudah mengalaminya sendiri,
baru, kau tak akan sembarang bilang bahwa rasanya akan 'mudah'."— HAPPY READING —
Aku muncul di hadapan mereka berdua. Setelah melepaskan tali-tali, aku melihat bahwa mereka akhirnya bisa bernapas lebih lega. Lalu kusodorkan satu kotak nasi untuk si pemegang kamera.
"Makan." perintahku sambil membuka apa saja yang termuat dalam kantong kantong plastik yang tadi kutenteng, sebotol air mineral juga kuberikan untuknya.
si bos eksperimen sosial mengamati kami berdua tanpa menunjukkan ketertarikannya pada kotak makanan yang masih hangat ini.
"Menunya ayam geprek, sambal matah dan kawan-kawan. Jadi kalau makan tolong membelakangiku saja."
Bagaimanapun juga, rasanya aku tidak sanggup melihat mereka menyantap ayam yang tertangkap dengan begitu lahap.
"Kau jadi lebih tenang ya?" tanyaku pada si bos sosial eksperimen yang sejak tadi bungkam.
Kusodorkan sebotol air mineral untuk anak itu juga. "Butuh dorongan tenaga buat kabur?"
Anak itu mengernyitkan keningnya, lalu segera mengambil botol itu, meneguknya sampai lebih dari setengah bagian, saking kehausannya.
Kusodorkan pula kantong plastik yang berisi satu kantong kotak makan untuknya. "Setelah membiarkanmu kelaparan, kau pikir aku akan pergi tanpa memberimu makan?"
si anak yang sedikit lebih tenang itu membalikkan badan, dia mendengarkan perkataanku tadi, ya? Bukannya segera menyantap, dia malah menunduk begitu lama.
Apa dia kurang suka dengan apa yang kubelikan? "Cuma kau lihat saja, apa tidak suka dengan menunya? Kalau begitu berikan sini padaku, kuberikan untuk makan ayam."
Ia segera membalikkan badan, dan menghela napas panjang, sepertinya bahunya sedikit turun. "Ini, silakan saja." sahutnya tak bertenaga.
Aku cukup tersentak mendengar responnya yang di luar dugaan. "Kau menganggap itu serius?"
"Aku memang pantas untuk diperlakukan begini, kan?" tanyanya dengan sedikit kesal.
"Kepalamu tadi terbentur tiang ayunan, ya?" tanyaku balik.
"Aku membelikan ini untuk kalian, rasanya aku juga sedikit takut kalau kalian tiba-tiba pingsan ditempat. Setelah aku kembali ke sini, jadi lumayan lega, ternyata kalian cukup kuat!"
Aku menggeser kotak makanan yang tadi anak itu letakkan, kembali tersedia di tempat ia duduk. "Sudah, makan sana!"
si bos eksperimen sosial itu kembali membalikkan badan dan mulai menyantap.
"Kau tidak makan?" tanya anak itu setelah belum lama mulai menikmati makanannya.
Makanan yang kubeli masih hangat, hingga mampu membuat aroma-aroma kelezatan masakan, menari lincah diudara. "Mencium aroma makanan kalian saja membuatku kenyang."
"Apa ada kemampuan yang seperti itu?" tanya si pemegang kamera yang lebih terdengar seperti menahan tawa.
Tanpa ragu aku menyahut. "Aku baru saja mengakui, berarti kemampuan semacam itu memang benar-benar ada."
![](https://img.wattpad.com/cover/246645204-288-k148452.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not An Ordinary Friendship
Teen Fiction"Memang jika miskin, lantas aku tak pantas mencita-citakan hal besar, begitu?" tanya Deon bermonolog Di tengah pekatnya malam. Surabaya, tempat di mana semesta menjadi saksi perjuangan anak-anak remaja yang masalahnya di pandang sebelah mata "Skena...