"Memang jika miskin, lantas aku tak pantas mencita-citakan hal besar, begitu?" tanya Deon bermonolog
Di tengah pekatnya malam.
Surabaya, tempat di mana semesta menjadi saksi perjuangan anak-anak remaja yang masalahnya di pandang sebelah mata
"Skena...
"Suatu hari akan datang seseorang, membantumu tanpa imbalan secara tepat waktu, bahkan jika kau tak meminta. Mereka adalah orang yang benar-benar mengerti kita,"
- Pangeran William Armando
_______
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bukan orang lain yang berjasa atas perjuanganmu, mereka hanya singgah membantu. Yang bisa taklukkan peliknya masalah hidup, ya diri kita sendiri,"
- Anesha Badra
Lawan bicaraku menatapku sengit, meski aku juga tidak tahu; kenapa ia terlihat seperti menjalankan persaingan lebih awal dari perkiraan?
"Orang-orang seperti kalian itu membosankan sekali, ya? Mudah dikendalikan penilaian remeh, dan merasa jadi yang paling diperhatikan. Padahal kita sendiri sibuk, mencari celah kurang kami mana yang belum tertutup." ujar gadis berbando merah sebelum pada akhirnya mendengus.
"Jangan bilang seakan lo gak pernah peduli tentang gimana perasaan yang lain, disaat lo bisa aja jadi salah satu orang yang paling peduli buat mempelajari hal rumit itu. Capek, ya? Ketika lo udah banyak berkorban buat gunain kata-kata manis lo ke mereka, tapi mereka masih mikir dua kali buat lakuin hal itu ke lo. Jadi lo mulai berpikir bahwa lo mampu tetap tegak tanpa persetujuan mereka, dengan hati kebas karena dipacu menjadi beringas terlalu keras."
"Apa kakak sudah puas? Aku bahkan tidak bisa mempercayai pendengaranku, ada orang yang sudah selesai mendongeng sepagi ini."
"Lisan itu senjata. Pilih siapa yang mau kau celakai dan lindungi. Kau sudah masuk jadi salah satu pilihan pada orang-orang yang terikat denganmu, jadi ini giliranmu untuk memperjelas."
"Nama aku A-lan," jawab Alan sambil melepas topi hitamnya
Deon segera menulis nama 'Alan' pada setengah bagian halaman buku berhitungnya. Di serahkannya tulisan itu pada Alan, Alan memperhatikannya dulu.
Anesha menyodorkan 3 batang pesan di dekat Alan, agar bisa dengan bebas memilih. Dia menuliskan nama 'Shaki' di buku yang sudah di titipkan pada Ibunya tadi. "Udah, Sakhi tulis seperti yang kakak contohin, ya?"
Di sodorkannya buku itu pada Shaki hingga beberapa saat setelah menatapnya lamat, mengambil 1 batang pensil di sekitarnya. Shaki mulai sibuk dengan tangannya.
"A-aku mana kak, kok gak ada?" rengek adik kecil bermahkota layaknya raja
"Iya, siapa namanya adik. Tampan?" tanya Anesha menunjukkan muka gemasnya