29

2.2K 239 62
                                    

Embun berada di kamar sampai siang hari, dia merasakan perutnya tidak nyaman. Seperti ada bagian yang tertarik di dalam sana. Ini berbeda dengan kehamilannya yang pertama. Embun takut, dia ingin memeriksakan diri tapi sangat ingin Tiyo juga menemani. Tubuhnya seakan enggan diajak bekerja sama meski hanya untuk ke dokter kandungan jika tanpa Tiyo.

Dia masuk ke kamar mandi. Melihat pantulan dirinya yang acak acakan. Sepeninggal Tiyo tadi berjam jam Embun hanya menangis. Seperti Tiyo tidak akan kembali.

Padahal jika Embun pikirkan lagi, bukankah dia sudah sering tiba tiba ditinggal pergi suaminya bahkan ditinggal setelah malamnya bercinta berjam-jam lamanya? Bukankah Tiyo memang seperti itu? Embun melepas kaos Tiyo yang dia kenakan. Melihat jika dia memang agak kurus, tapi perutnya yang semula rata jadi agak cembung sekarang. Embun mengelusnya, tepat di bagian yang sedikit menonjol, rasa tidak nyaman itu ada di dalam sana.

Menarik nafas panjang kemudian dia hempaskan. Embun sadar jika kesabarannya sedang diuji. Dia menyayangi suaminya… sangat. Dan dia dituntut untuk terus sabar dengan segala keadaan ini. Meski berat. Meski hanya untuk mengatakan jika dia hamil pun tak sempat. Embun duduk di kloset, lantainya seakan bergoyang jika dia berdiri terlalu lama. Sudut matanya basah, ingin mengadu pada suaminya jika perutnya tidak nyaman sekarang… tubuhnya lemas dan dia sulit makan… tapi toh Embun hanya bisa menelan semua keluhnya sendiri.

Embun memesan sebuah taksi dan hendak pergi ke dokter kandungan. Dia memilih tempat praktek seorang bidan yang jauh dari kata mewah. Hanya beberapa ibu hamil yang ditemani suaminya yang duduk menunggu antrian. Jika informasi rumah sakitnya pernah bocor di kehamilan pertamanya, kali ini Embun lebih menjaga kehamilannya agar tidak diketahui siapapun apalagi sampai Billy dan Arka tau. Tapi jika mengingat Tiyo bahkan belum tau, hati Embun kembali sedih.

Suami suami ini menunggu, ada yang sambil berbincang dengan istrinya, ada yang sibuk dengan ponselnya. Embun mengusap perutnya yang belum kelihatan, membayangkan perutnya akan sebesar bola basket seperti ibu ibu ini sebentar lagi… senyum kecil menghias bibirnya. Dia tak sabar.

Namanya tiba di panggil. Embun menjalani pemeriksaan tekanan darah, tinggi dan berat badan, juga pertanyaan kapan terakhir kali menstruasi untuk menentukan usia kehamilannya. Embun juga menceritakan soal kehamilannya yang pertama. Ketika usg, dari layar bidan menunjukkan satu embrio yang sedang bergerak aktif.

"Usianya enam minggu."

"Ibu bisa kembali ke sini minggu depan." Kata Bidan, lalu membantu Embun duduk dan turun dari ranjang.

"Ada apa bu, apa ada sesuatu yang salah?" Wajah Embun berubah cemas. Bidan itu duduk, memandang kecemasan di wajah Embun, "Tidak ada. Jangan cemas."

Embun lega mendengarnya. Dia keluar dengan perasaan lega karena kandungannya baik-baik saja. Di Perjalanan pulang dengan taksi, sebuah mobil sedan tak dia kenali menghadang, bahkan berhenti tepat di depan taksi Embun hingga si sopir terpaksa mengerem mendadak.

"Pak tolong hati hati!" Sergah Embun.

"Maaf non tapi mobil di depan itu tiba tiba berhenti." Kata si sopir. Embun melihat Tiyo keluar dari mobil. "Pak mundur aja, trus jalan. Saya gak mau ketemu sama orang itu." Pinta Embun yang kesal dengan cara Tiyo pergi semalam. Si sopir menurut, tapi saat taksi itu bergerak mundur, Tiyo menggedor kaca samping si sopir dan memperlihatkan tatapan mengancam sambil menunjuk pintu agar membukanya.

Tiyo masuk, dan Embun memalingkan wajah sambil bersidekap. "Aku ingin menunjukkan sesuatu. Aku tidak punya banyak waktu, sayang…" mendengar kata kata suaminya, Embun menoleh pada Tiyo kesal. "Tidak punya banyak waktu?! Kamu menganggap aku apa sih mas?!" Nada Embun meninggi lalu memutuskan meletakkan selembaran uang dan keluar dari mobil. Tiyo mengejar. Dia menggenggam tangan istrinya tapi Embun menghempaskannya buru-buru.

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang