Diana menginap di apartemen Embun, saat pagi-pagi buta Embun sudah terbangun. Ketika menuang air dari kulkas, Diana meneguk gelasnya sambil melihat cara berjalan Embun yang kesakitan. Diana yang berperawakan agak tomboi itu langsung membanting gelasnya di meja.
"Kakak sepupu ipar itu suka ya nyakitin lo? Gue udah curiga sih sebenarnya sejak gue nemuin dress yang terbelah dua kemarin. Biar gue ngomong sama dia." Diana langsung melewati Embun namun Embun menjewer kuping sepupunya yang selalu sok tau ini.
"Tiyo semalaman tidur di pangkuan gue, dia demam, dia bahkan mimpi buruk." Kata Embun. Diana menghempaskan tangan Embun dari kupingnya.
"Trus gimana keadaan dia?" Tanya Diana.
"Demamnya udah turun, sekarang gue mau bikinin dia bubur. Sekalian untuk paman dan bibi yang bisa lo bawa ke rumah sakit."
Diana mengangguk, dia duduk salah satu kursi di meja makan, dia menopang dagu dengan tangannya, dan memperhatikan kesibukan Embun. Sejujurnya dalam hati dia terharu juga. Sepupunya ini sudah menjadi seorang istri... pagi pagi begini sudah di dapur, mengurus makanan suaminya yang sakit. Tiyo beruntung, padahal Diana mengira sepupunya ini menyukai Arka seniornya di kampus.
Suara ponsel Tiyo berdering dari kamar, Embun mematikan kompor dan berjalan masuk ke kamar. Dia melihat nama Elena dari layar. Embun... tak pernah sekalipun melihat ponsel Tiyo tergeletak. Tapi mungkin setelah malam malam yang berlalu, Tiyo dan Embun sudah tidak lagi merasa perlu menutupi apapun. Dan ketika Embun melihat siapa yang menghubungi suaminya, dia tidak takut lagi mengangkat telepon itu sebagai istri sahnya.
"Maaf... Tapi Mas Tiyo masih tidur." Kata Embun. Mendengar suara Embun, Elena menelan semua kata kata yang hendak keluar beberapa detik lalu.
"Aku akan melihat keadaannya." Kata Elena.
"Elena tapi juga kamu masih sakit."
"Sebegitu tidak inginnya kamu agar aku tidak melihat Tiyo? Aku sudah mencari tahu tentangmu. Aku... tidak menyangka, kamu adalah orang yang menolongku waktu itu. Tapi ternyata kamu menolong hanya untuk mengejekku. Waktu yang akan membuktikan siapa di antara kita yang lebih penting untuk Tiyo."
Elena menutup teleponnya bahkan suara bantingan terdengar sebelum panggilan itu terputus. Embun meletakkan ponsel Tiyo sambil memandang suaminya itu. Wajar jika Elena cukup percaya diri, karena Embun juga bisa melihat jika Tiyo khawatir saat di rumah sakit kemarin.
Tiyo membuka mata, lalu menarik lengan istrinya dengan sedikit tenaga dan Embun jatuh ke ranjang, di atas tubuh Tiyo.
"Aku..."
"Aku sedang memasak bubur, dan sebentar lagi adikmu datang." Potong Embun padahal Tiyo belum selesai bicara.
Embun berdiri, keluar dari kamar dan kembali ke dapur. Beberapa menit kemudian, pintu terketuk. Diana berdiri dan membukakan pintu. Seorang gadis berdiri dengan wajah ketus. Sebelum Diana sempat bertanya, Tiyo kebetulan keluar dari kamar.
"Elena..." sapanya.
Elena langsung masuk bahkan sengaja menyenggol pundak Diana.
Diana jelas heran, dia bahkan ingin membalas kesombongan tamu dari kakak sepupu iparnya itu tapi Diana memutuskan kembali ke dapur.
"Siapa sih cewek itu, ngeselin banget." Kata Diana sewot.
"Adiknya Tiyo." Jawab Embun sambil menuang buburnya ke mangkuk dan ke beberapa rantang untuk dibawa Diana ke rumah sakit.
"Loh katanya dia yatim piatu?"
"Ceritanya panjang. Di, jangan kos lagi, tempati apartemen ini. Aku akan pindah ke rumah Tiyo," kata Embun sebelum membawa nampan berisi mangkuk bubur dan dua cangkir teh ke ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Husband
RomantikAura berbahaya terpancar kuat, berada dekat dengannya jadi agak menakutkan meski pria ini suaminya. Saat memutuskan menikah, Embun sama sekali tidak mengetahui asal usul suaminya yang ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. "Dari matamu tadi aku b...