30

2.8K 249 37
                                        

Hanya tersisa satu orang yang belum dihabisi Tiyo. Orang terakhir dari daftar nama yang Wilson sebutkan.

Setelah menyetorkan muka pada Wilson, Tiyo pergi. Menunggu matahari terbenam, Tiyo menjalankan misinya. Dia seorang diri, itu akan lebih baik dengan tingkat keberhasilan yang jauh lebih tinggi dibanding dibantu oleh orang orang Wilson.

Sebuah rumah cukup besar dengan banyak pohon menutupi tembok samping pagar. Tiyo melesat memanjat untuk masuk ke dalam rumah. Ada cctv tapi dia yakin tidak akan menyorot wajahnya yang ditutupi. Tiyo masuk ke dalam rumah melalui pintu dapur yang dijebolnya. Wilson sudah memastikan setelah memata-matai rumah ini sekian lama, orang yang harus dibunuh Tiyo ada di dalam rumah di waktu yang sama dengan keberadaannya sekarang.

Tiyo sampai di ruang tamu, Tiyo melihat bayangan hitam berdiri seakan menyadari keberadaannya. Ada sebilah belati di tangan Tiyo. Mereka dipisahkan sofa ruang tamu di mana ruangan gelap, hanya ada cahaya temaram dari ruangan dapur.

Saat Tiyo melayangkan belati pada bayangan hitam itu, suara tembakan terdengar. Peluru bersarang di pundak kiri Tiyo hingga terhuyung mundur membentur tembok. Tapi suara belati menancap pada daging juga samar terdengar. Bayangan hitam itu kemudian tergeletak di lantai.

Aliran darah hangat mulai mengalir turun dari pundaknya, menyerap di kemeja hitamnya. Tiyo melepas penutup kepalanya dan meloncati sofa. Bayangan hitam itu sedang menarik keluar belati dari perutnya. Tiyo meninju wajahnya, berulang kali.

Lampu menyala, Bibi Hilda berteriak kaget saat lantai putih rumahnya dihiasi bercak darah segar. Tapi yang lebih terkaget adalah Tiyo dan Lexi. Tiyo urung meninju Lexi yang tepat terbaring di bawahnya. Lexi mengambil belati itu lalu menancapkannya di paha kanan Tiyo, membuat erangan terdengar sementara Lexi berdiri.

"Ibu! Kembali ke kamar! Aku akan menghubungi polisi!" Pinta Lexi.

Bibi Hilda menutup mulutnya tak percaya, sementara Lexi memegang ponselnya, terlihat sibuk menekan lalu menempelkan ponsel itu di telinga. Bibi Hilda malah mendekat, menepis ponsel itu dari tangan Lexi.

Tiyo menarik keluar belati dari pahanya, kemudian dia berdiri. Tentu dia masih kuat berkelahi. Sementara Lexi memandang ibunya tak mengerti, anehnya ibunya itu malah menangis. Lexi yang lengah saat itu dimanfaatkan Tiyo menghantamkan sikunya ke punggung Lexi kuat, hingga Lexi jatuh terlutut.

"PERGI!" Tiyo berteriak pada Bibi Hilda. Lexi jelas tidak terima ibunya dibentak seorang pembunuh. Dia dekap satu kaki Tiyo, menariknya hingga Tiyo tumbang, punggungnya membentur meja kaca ruang tamu hingga pecah. 

Bibi Hilda terpejam sambil menutup telinga. Mungkin ini bukan lah misi tersulit, tapi menghadapi lawan yang seimbang cukup menguras tenaga dan membuang banyak waktu. Lexi duduk di atas perut Tiyo sambil meninju wajah Tiyo.

Dari hidungnya keluar darah dan Lexi tidak mampu mengendalikan amarahnya, terus meninju hingga wajah Tiyo basah karena darahnya sendiri. Bibi Hilda berdiri tak jauh dari sana. Kedua anaknya saling menyakiti, demi membela apa yang masing-masing mereka yakini. Foto besar sang ayah dalam sebuah bingkai mengenakan baju komisaris dengan banyak pangkat, yang terpanjang di ruang tamu itu seakan ikut menyaksikan dan tak bisa berbuat apa apa.

Tiyo menghantamkan keningnya sendiri, membuat Lexi terhuyung mundur. Tiyo berdiri, senyum kejam dia perlihatkan pada wajahnya yang merah karena darah, tapi waktu empat jamnya habis. Tiyo memegang dadanya lalu terlutut. Terkapar seperti orang kehausan.

Lexi berdiri berjalan mendekati Tiyo, menarik pelatuk dari pistol yang sudah dia arahkan tepat ke dada Tiyo.

"Embun pasti membenciku, tapi aku tidak peduli." Gumam Lexi.

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang