Jam tiga pagi ponsel Tiyo bergetar. Dia masih membuka matanya, bahkan sejak tadi duduk di samping Embun yang sudah lelap. Tangannya setia berada di atas perut Embun sepanjang malam.
Dia ambil ponsel di sisi samping meja ranjang.
Arka: Dua orang sisanya akan kembali bersamaan dalam setengah jam lagi. Billy sengaja mengatur kepulangan mereka bersamaan dengan penjagaan ketat. Ini kesempatanmu. Aku sudah siapkan satu truk bahan bakar yang akan terparkir tidak jauh dari komplek perumahanmu. Aku yakin kamu tau apa yang harus kamu lakukan.
Mata Tiyo menggelap. Tapi dia membalas pesan itu. "Aku minta sepertiga saham keluarga Wicaksana jika aku berhasil membunuhnya."
Dua detik kemudian ponsel kembali bergetar.
Arka: Brengsek!
Tapi itu adalah kata lain dari kata setuju. Arka tidak akan rugi, jika Billy semakin berada di posisi lemah. Akan mudah membunuhnya dan mengambil alih semua asetnya.
Tiyo menoleh lagi pada Embun, dia berbaring di samping istrinya. Menyelipkan wajahnya di leher Embun dan memberi kecupan di sana. Aroma khas tubuh Embun, menjadi candu tersendiri bagi Tiyo. Hasrat yang terkubur namun berkobar di dalam telah bercampur dengan keinginan membunuhnya.
"Berubah? Aku sudah berubah… aku sedang mencobanya… tapi yang ada kamu hanya semakin menderita… kamu terus menerus kehilangan… baiknya satu persatu aku habisi mereka semua, sampai hanya tersisa kita berdua…" bisik Tiyo sebelum bangun, berganti pakaian dan meninggalkan rumah.
Satpam sudah menceritakan pada Tiyo tentang orang orang yang datang sebelum Embun dilarikan ke rumah sakit. Salah satu dari mereka mendorong Embun. Sekarang waktunya balas dendam.
Tiyo melihat truk besar itu. Dia sengaja berjalan kaki keluar dari komplek dengan pakaian serba hitam. Dia buka pintu kemudi dan kunci sudah tergantung. Tiyo mengemudikannya, dengan ponsel aktif dimana layar gps sudah memperlihatkan jaraknya dengan jarak korbannya.
Tidak ingin Embun terbangun dan Tiyo tak ada di sampingnya, Tiyo harus bergerak cepat. Dia memutar setir truk, melewati jalan yang berbeda arah dari yang sudah ditentukan. Dari layar Tiyo bisa memperhitungkan jarak dan lokasi dimana dia akan loncat dari truk dan membiarkan truk ini melaju menabrak mobil yang membawa korban-korbannya. Ledakan besar pasti terjadi. Sebelum Tiyo bersiap, ponselnya berdering dari nomor yang tak dikenal.
"Luka di pipi istrimu hampir sembuh. Tapi kudengar, akan ada luka yang jauh lebih dalam sebentar lagi. Apa perut istrimu akan dirobek demi mengeluarkan anakmu? Benih pembunuh yang bahkan hampir membunuh." Suara Billy terdengar. Tiyo menepikan truknya.
"Harus kuakui istrimu jauh lebih cantik saat matanya terpejam, apalagi berada di dalam selimut. Aku tergoda…"
"HEI!" Sambar Tiyo dengan teriak.
"Jangan coba berteriak padaku. Bahkan harusnya kamu mengemis sekarang. Mari kita buat perjanjian. Biarkan orangku lewat, dan aku akan melepaskan istrimu."
Tiyo memukul setir truknya kesal.
Billy menutup teleponnya. Dia berdiri di depan dinding yang kemarin adalah teras. Tiyo merubahnya, demi istrinya. Meski begitu toh dia tetap bisa berdiri di dalam kamar Tiyo dengan mudah. Dia tidak akan melakukan apa-apa pada Embun… dia hanya menunggu wanita yang dipandanginya ini bereaksi atas kata-kata yang pernah dia katakan waktu itu. Jika Embun cukup cerdas, dia akan menyadarinya jika Billy sudah mengingatkannya jauh-jauh hari.
Billy memandang Embun dengan tatapan kagum, wanita hamil ini tidak menceritakan kedatangan dan ancamannya pada suaminya. Terbukti Tiyo tidak berulah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Husband
RomanceAura berbahaya terpancar kuat, berada dekat dengannya jadi agak menakutkan meski pria ini suaminya. Saat memutuskan menikah, Embun sama sekali tidak mengetahui asal usul suaminya yang ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. "Dari matamu tadi aku b...