32

2.8K 289 95
                                        

Maaf karena lama melanjutkan cerita, karena aku sibuk di dunia nyata. Terima kasih yang sudah setia menunggu cerita ini... Tinggalkan jejak kalian untuk menghargai penulis :) terima kasih

•••

Tiyo sampai di hotel bintang empat milik keluarga Wicaksana. Berjalan menuju hotel aura mengintimidasinya memancar pekat, beberapa kolega yang menunggu acara dimulai lebih dulu menyapanya. Kabar jika Tiyo menjadi direktur menggantikan Arka sudah menjadi pemberitaan resmi. Tentu banyak di antara mereka yang tidak setuju, bahkan kesal pada Arka karena tidak membuat keputusan berdasarkan rapat direksi. Tapi siapa mereka? Ini bukan lah soal siapa yang akan memimpin tapi siapa yang membuat, membangun kerajaan kekuasaan bisnis ini sejak awal. Bagaimana pun Tiyo bagian dari keluarga Wicaksana meski mereka tidak sedarah. Keputusan tetap ditentang tapi Arka tidak akan menarik kata katanya.

Arka dan Elena juga hadir dan sudah menunggu kedatangan Tiyo. Absennya Embun membuat Elena dan Arka menatap Tiyo dengan penuh pertanyaan.

"Embun tidak enak badan." Kata Tiyo.

"Apa tidak apa meninggalkan dia tanpa penjagaan satu pun?" Tanya Arka.

"Untuk itu mari cepat kita mulai acaranya." Pinta Tiyo.

Sementara di rumah, Embun bangun karena rasa laparnya. Anak-anaknya ini sudah ribut minta dikirimkan makanan. Embun bangun, merasa nyeri di bagian bawahnya karena permainan kasar Tiyo. Tapi melihat apa yang disediakan suaminya di meja makan, senyum Embun tersimpul tipis. Embun menarik badannya bersama selimut yang menutupi tubuh polos yang tanpa busana sampai ujung ranjang, merapikan rambutnya lalu mulai meneguk susu yang sudah dingin.

Sudah tidak ada Bibi Hilda. Jadi Embun tidak hanya harus merapikan kamarnya tapi juga seisi rumah sendirian. Gaun maroon itu dia ambil dari lantai, merasa sayang pada gaun yang sudah tidak mungkin dipakai lagi karena ulah suaminya. Bantal bantal berjatuhan di sisi kanan dan kiri, sprei dan selimutnya miring berlawanan arah sampai menjuntai ke lantai. Entah jadi apa kamar ini dan Embun tidak menyadarinya karena fokus pada kenikmatan dan tenaga kuat suaminya.

Kamar sudah rapih, Embun masuk ke kamar mandi, membersihkan diri lalu dia membawa makanan yang Tiyo siapkan di meja samping ranjang ke dapur agar bisa dia panaskan.

Saat membuka kulkas, banyak persediaan makanan sudah habis, bahkan susu hamilnya hanya cukup untuk segelas lagi. Jadi Embun berniat pergi ke supermarket untuk berbelanja sedikit.

"Nyonya, apa tidak menunggu tuan?" Kata si satpam.

"Saya cuma mau ke supermarket depan komplek kok." Kata Embun sambil berjalan, lalu si satpam membuka pintu pagar.

Embun berjalan pelan, sambil mengusap perutnya, sambil mengajak bicara anak anaknya. Cuaca mendung tapi hujan sepertinya tidak ingin turun, sementara angin sepoy sepoy terasa menyenangkan saat Embun melewati satu demi satu rumah mewah di komplek perumahannya.

Sebuah mobil sport satu pintu terparkir di sisi jalan di depan. Baru beberapa menit lalu mobil itu tiba dan memutuskan berhenti saat menyadari siapa yang sedang berjalan kaki dengan perut buncit yang diusap usap meski dress longgar itu menutup badan sampai bawah lututnya.

"Tiyo Tiyo… subur juga lo yah…" seringai Billy lebar saat menyadari Embun hamil lagi.

Billy memandangi Embun sambil berpikir akan melakukan apa pada wanita hamil itu. Tentu dia tidak akan menyekapnya seperti waktu itu. Tentu dia juga tidak bisa tiba tiba masuk ke rumah Tiyo seperti waktu itu karena Diana sudah tinggal di sana. Tapi Billy suka melihat wajah menangis Embun, apalagi wajah marahnya, ada sensasi bahagia tersendiri yang Billy rasakan. Apalagi perut Embun lebih besar dari kehamilannya waktu itu, Billy penasaran ingin memegangnya. Merabanya seperti waktu itu.

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang