17

3.7K 285 44
                                        

Setelah memakamkan secara masal teman mereka yang mati karena Tiyo, hanya tersisa beberapa orang yang kembali pada Billy.

Billy sedang duduk, di samping kanan dan kirinya bersandar dua wanita yang hanya mengenakan pakaian dalam. Billy menghembuskan asap rokok dari bibir tipisnya yang merah gelap.

"Bagaimana?" Tanyanya. Suaranya tidak menakutkan tapi mengandung bahaya.

"Kami gagal melukai perempuan hamil itu." Jawab salah satunya sambil menunduk. Billy terkekeh, "Aku mengirim kalian ke sana bukan untuk menyakiti perempuan itu. Aku ingin melihat bagaimana reaksi Tiyo jika bahaya akan terus mengikuti dia dan istrinya sedangkan mereka seharusnya sedang bahagia menanti kelahiran anak pertama mereka…" Billy membuang puntung rokoknya, lalu berdiri.

Dia berjalan dengan gagah dan tegap, lalu mematikan lampu ruang tamunya. Dia menyalakan senter kecil dan mengarahkannya ke dinding, kucing kucing mahal beragam jenis peliharaannya berlari mendekati cahaya itu, berusaha menggapai cahaya yang dimainkan ke sana kemari oleh Billy. Billy tertawa, tertawa bahagia… kucing kucing bodoh itu hanya berusaha menggapai cahaya yang tidak mungkin digenggamnya. Billy menyalakan lampu, mematikan senternya, sementara kucing kucingnya kembali berkejaran satu sama lain.

"Aku ingin Tiyo seperti kucing kucing bodoh itu. Fokus pada satu hal, sementara dia tidak sadar jika dia hanya sedang dipermainkan. Dia sangat mencintai istrinya… jika membunuhnya dengan cepat, rasanya aku tidak akan nafsu lagi menikmati hidangan penutup… jadi buat dia tenggelam dalam ketakutannya. Buat dia tertekan dari dalam… ini akan menyenangkan karena melihat buruan kita berteriak ketakutan di dalam sangkarnya hanya karena gong-gongan serigala."

Billy kembali duduk, menangkup perempuan di sebelah kanannya, menghirup aroma unik dari perempuan cantik itu lalu menggigit telinganya. "Dan anak buah Arka yang bernama Adam itu… bunuh dia. Aku sudah tidak membutuhkan dia."

Billy memandangi wallpaper foto Embun di ponsel Tiyo… dia tersenyum kecil.

Embun tertidur. Malamnya dia pikir dia bisa menenangkan Tiyo dengan berada dekat dengan suaminya sepanjang malam. Tapi Embun akhirnya tertidur, dan Tiyo memilih berendam di dalam kolam renang sejak pukul dua pagi. Dia berusaha berfikir jernih, mengendalikan ketakutannya, perasaannya, juga hasratnya. Tiyo tidak banyak bicara atau menunjukkan diri selama 33 tahun ini, bahkan tidak pada Elena… tapi semenjak Embun muncul… Tiyo hampir tidak mengenali dirinya lagi.

Dia kewalahan dengan semua perasaan yang muncul saat bersama Embun atau tentang hal yang berhubungan dengan Embun. Tiyo keluar dari kolam renang, tetes tetesan air jatuh menutupi jejak kaki besarnya. Perut enam pack itu dia basuh dengan handuk. Banyak luka di tubuhnya namun tetesan air yang berjalan di antara otot kuat itu tetap membuat tubuh kuatnya nampak seperti lukisan indah. Air dingin membuat dia lebih baik, nampaknya ini adalah cara yang akan dia pilih untuk membuatnya tetap sadar dan tidak menginginkan Embun demi bayi mereka.

Tiyo masuk ke kamar, istrinya masih tidur. Dia mendekat, mengusap perut Embun… 

"Jangan sakiti ibumu. Aku katakan ini sejak awal. Jangan… pernah… coba… menyakiti… ibumu… dia berharga bagiku. Aku bisa melakukan apa saja untuknya." Tiyo bicara sambil memandang perut Embun. Tiyo yakin Embun tidak akan mendengarnya, istrinya ini seperti balok kayu jika tertidur.

"Aku tau, aku bukan ayah yang baik dengan bicara seperti ini… tapi kamu harus paham kondisinya… aku belum membunuh semua orang yang mengancam nyawanya. Tapi kenapa kamu hadir sekarang… aku… aku bahagia tapi aku takut aku tidak bisa menjaga kalian… Jadi tolong bantu aku… tolong jangan sakiti dia… jangan repotkan dia… tolong jangan jadi seperti aku,"

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang