Malam harinya semua stasiun tv memberitakan ledakan besar yang terjadi di sebuah pabrik. Dua pemegang saham terbesarnya yang kebetulan sedang berada di sana dinyatakan tewas. Jasadnya bahkan tidak ditemukan karena sudah ikut menjadi reruntuhan pabrik.
Tiyo terlempar ke dalam semak-semak saat ledakan yang dibuatnya itu meledak dan jangkauannya sampai pada tempatnya bersembunyi. Celana kanannya terbakar meski dia buru-buru bergulingan di tanah untuk mematikan apinya. Tapi toh kulit bagian luar betisnya melepuh. Dia pergi meninggalkan tempat persembunyiannya sambil terpincang-pincang. Tidak sadar menjatuhkan ponselnya.
Tiyo memarkirkan mobilnya jauh dari lokasi. Dia berganti pakaian di dalam mobil. Bahkan dia sempat menyiram luka melepuhnya dengan air. Tiyo menggigit bagian bawah bibirnya menahan sakit. Dia harus menyembuhkan luka ini sendiri, pabrik itu besar dan cukup dikenal… memiliki luka bakar pada hari dan jam yang sama hanya akan menimbulkan kecurigaan.
Tiyo menyetir mobil sewaannya kembali ke dalam villa yang dia sewa. Dia berharap luka ini bisa cepat sembuh agar dia bisa kembali pulang secepatnya. Malam itu entah Tiyo sangat merindukan Embun… dan saat merogoh saku celananya yang terbakar Tiyo baru sadar ponselnya entah hilang kemana. Dia duduk di kursi, mengobati lukanya. Dari tempatnya duduk Tiyo sudah bisa membayangkan semarah apa Billy mendengar tiga orang penting itu mati. Billy seumuran dengan Arka yang berarti lebih muda dari Tiyo. Tapi wajahnya lebih bengis. Matanya tajam, dan hampir tidak pernah tersenyum kecuali senyum penuh kelicikan dan maksud.
Billy menyapu meja besarnya sambil berteriak, menjatuhkan laptop, dokumen, segelas air dan seisi meja kerjanya ke lantai. Dia bahkan mengambil pistol dari sakunya dan menembak tepat di kepala informan yang memberitahukan jika dua orang pentingnya meninggal tidak lama setelah yang pertama dibunuh secara tidak wajar. Sebelum mati informan itu juga menyebutkan siapa dalang di balik semua pembunuhan beruntun ini.
Sebuah ponsel ditemukan tidak jauh dari lokasi ledakan. Foto Embun menjadi wallpaper di layar. Banyak pesan masuk saat ponsel itu dinyalakan. Satu yang teratas yang dibuka Billy. Istri Tiyo sedang hamil.
…
Malam selanjutnya Embun berbaring di ruang tamu, dia kembali menunggu kepulangan Tiyo sambil memeluk ponselnya. Tapi dia pada akhirnya jenuh, lalu memutuskan keluar dari rumah. Si satpam mengerutkan kening saat Embun memintanya membukakan pintu pagar.
"Nyonya tapi tuan melarang saya membuka pagar meski untuk nyonya jika tuan tidak ada." Kata Si satpam.
"Aku hanya berjalan jalan sebentar." Pinta Embun. Dengan berat hati si satpam membukakan pintu, membiarkan Embun berjalan kaki dengan syal yang menutupi bagian atas tubuhnya.
Embun berjalan jalan, dia peluk raganya sendiri. Rumah rumah mewah dengan lampu keemasan yang hangat tapi nampak sepi, seperti tidak ada kehidupan. Mereka bersebelahan tapi seperti tidak bertetangga. Setapak demi setapak tanpa sadar Embun sudah berada di pintu masuk perumahan, satpamnya sedang asik berjaga saat Embun berjalan melewatinya.
Jalan besar menyapa, sesekali mobil melintas dengan kecepatan tinggi. Tapi rasa lelah itu muncul, untuk berjalan kembali rasanya Embun harus mengumpulkan sedikit tenaga. Jadi dia memutuskan duduk di halte bus, sendirian. Masih dengan euforia kebahagiaannya, dia usap usap perutnya.
Gemuruh petir terdengar, bersamaan dengan angin yang bertiup agak kencang. Embun menyadari akan turun hujan. Jadi sebaiknya dia berjalan kembali ke rumah dengan agak cepat. Tapi kaki kanannya baru selangkah menginjak di luar halte dan hujan keburu turun dengan deras. Embun kembali duduk di halte menunggu hujan, sendirian. Lama Embun menunggu sampai dia mengantuk. Sebuah sedan hitam berhenti di depan halte. Embun sudah terpejam sambil bersandar pilar. Dia jadi sering mengantuk dan cepat lelah sekarang.
![](https://img.wattpad.com/cover/206340462-288-k108469.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Husband
RomanceAura berbahaya terpancar kuat, berada dekat dengannya jadi agak menakutkan meski pria ini suaminya. Saat memutuskan menikah, Embun sama sekali tidak mengetahui asal usul suaminya yang ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. "Dari matamu tadi aku b...