Hanya sesuap dua suap Embun makan dari sepiring nasi goreng yang Tiyo pesankan di kantin rumah sakit. Tiyo tidak memaksa, dia tahu dalam keadaan sedih... Bisa makan saja itu sudah sangat bagus.
"Pulanglah, biar aku yang menjaga ayah." Kata Tiyo saat Embun kembali termenung.
"Aku bisa menjaga ayah. Besok pagi kamu harus bekerja," belum selesai Embun bicara, Tiyo menggenggam tangannya yang tergeletak di atas meja, "Pulang dan cobalah untuk tidur... Melihatmu mungkin akan membuat ayah semakin ingat ibumu, jadi lebih baik dia bersamaku."
Embun tidak menolak saran suaminya, setelah melihat ayahnya tertidur, Embun diantar Tiyo sampai masuk ke dalam taksi yang mengantarnya pulang.
Tiyo duduk di samping ranjang, memandangi ayah mertuanya yang masih terpejam. Lampu temaram membuatnya berfikir dengan seksama, tentang siapa dalang yang berada di balik tabrak lari ini. Tiyo bahkan memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa menyudahi hutang budi dengan keluarga Wicaksana agar dia bisa berhenti menjadi pembunuh bayaran yang melenyapkan semua musuh-musuh keluarga mafia itu.
Ayah Embun membuka mata, sudah beberapa menit lalu dan memandangi menantunya yang mengerutkan kening seperti sedang memikirkan banyak hal.
"Aku dan istriku mengucapkan banyak terima kasih padamu..."
Tiyo mengangkat kepalanya saat mendengar suara ayah mertuanya. "Aku tahu, kamu bukan kekasih anakku. Sejak awal kami tahu itu."
Tiyo agak kaget mendengar kenyataan itu, tapi dia tidak banyak bereaksi.
"Tapi aku bisa melihat kamu jatuh cinta pada anakku hari itu. Dan jika kamu tidak benar-benar menyukainya, kamu bisa menghindar saat kami ribut meminta kalian menikah... Tapi kamu tidak pergi, sampai akhirnya kalian sah menjadi suami istri,"
"Impian istriku adalah melihat Embun menikah sebelum salah satu dari kami tiada... Terima kasih nak, karena membuat impian itu menjadi kenyataan..."
"Embun gadis yang baik, kelak dia akan mencintaimu jika kamu memperlakukan dia dengan baik. Satu pesan ayah, jangan pernah membohonginya. Katakan apapun itu, meski menyakitkan..." Pesannya.
Setelah banyak berkata-kata, ayah mertuanya kembali terpejam.
Matahari sebentar lagi mungkin akan terbit, dan Tiyo kembali ke apartemen. Saat membuka pintu, semua ruangan masih terang menyala. Bahkan Embun sudah sibuk di dapur.
"Tadi di rumah sakit keluarga dari ayahmu datang..." Kata Tiyo.
Embun mengangguk, lalu meletakkan segelas teh hangat untuk suaminya seperti dia tahu jika suaminya akan pulang. "Aku tahu, mereka ke sini dan langsung ingin menggantikan kamu di rumah sakit." Cerita Embun. Tiyo menyeruput teh hangat itu. Manis. Semanis wajah Embun yang ia lihat sekarang.
Merasakan rumah yang semakin bersih, Tiyo tahu jika Embun belum tidur. Mungkin selama berada di rumah istrinya mencari kesibukan untuk menutupi rasa sedihnya. Tiyo mendekati istrinya lalu menggandengnya ke dalam kamar.
"Mau apa?!" Embun langsung menghempaskan genggaman Tiyo.
"Mau memberikan kegiatan tambahan untuk mahasiswi jurusan Sastra Jepang," kata Tiyo sambil berjalan ke tengah kamar lalu melepas jasnya, kemejanya dan hanya meninggalkan kaos dalamnya.
Mungkin ini pertama kalinya Embun melihat kekarnya tubuh pria berusia 33 tahun itu. "Aku ingin mengajarimu sedikit bela diri." Ujar Tiyo.
Embun adalah gadis yang suka tantangan. Meski dia terlihat selalu feminim dan anggun. Saat Tiyo mengajarkan teknik dasar karate pada istrinya, Embun tidak menolak. Tiyo mengarahkan gerakan, menekuk tangan dan kaki Embun agar sesuai dengan teknik dasar itu. Sesekali Embun beraduh dan Tiyo menertawakan... Tapi kegiatan itu jadi sering Tiyo dan Embun lakukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Husband
RomantizmAura berbahaya terpancar kuat, berada dekat dengannya jadi agak menakutkan meski pria ini suaminya. Saat memutuskan menikah, Embun sama sekali tidak mengetahui asal usul suaminya yang ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. "Dari matamu tadi aku b...